Tiga Tahun Lamanya



JINGGA
Aku selalu mengingatnya, hari itu cuaca dingin, langit mendung, dan hujan turun dengan derasnya, sama seperti hari ini. Setiap kali suasananya seperti ini, hatiku selalu merasa gelisah, sedih, kangen, kesepian dan ingin menangis tanpa sebab.

Bersamaan dengan turunnya hujan yang kian lama kian deras, airmataku mengalir, aku menangis sambil memandang derasnya hujan . Aku harus jujur pada diriku sendiri bukan hujan yang kutatap dari jendela yang kutangisi, tapi yang kutangisi adalah seseorang yang selalu memandang hujan dari jendela di rumah seberang, sering kubayangkan tirai jendela kaca itu disibakkan dan berharap sesosok ekspresi bandel menjulurkan lidahnya padaku sambil berteriak nyaring “:JELEEEEEEEEEEEK!!!!!!!!!!”.


Sudah Tiga musim hujan aku merindukan ekspresi itu. Apakah aku masih bisa berharap dapat melihat ekspresi itu lagi?

“Benarkah itu nyata? Atau hanya ilusiku saja?” gumamku pelan. Akhirnya tirai itu tersibak juga dan ada siluet seseorang dibalik kaca jendela itu. Cepat-cepat kuhapus airmataku, juga embun dikaca jendela, berharap agar bayangan diseberang dapat terlihat dengan jelas, sayang, hujannya tak bisa diajak kompromi, hujan tetap turun dengan deras dan menghalangi pandanganku.

Bayangan itu hampir setinggi jendela , tapi kurasa itu bukan dia! karena tingginya hanya setengah jendela, mungkin saja dia rajin minum susu, tapi aku tahu dia membenci susu lebih dari rasa bencinya pada pelajaran matematika, dasar!. Hujan mulai mereda dan aku menatap lekat-lekat sosok dibalik hujan itu, ternyata sosok itu juga menatapku dengan tajam. Aku takkan lupa tatapan itu, caranya menatapku begitu kuingat. Dia tersenyum, ah ya! Walau ia sangat jarang tersenyum padaku tapi aku tahu bila ia tersenyum lesung pipinya akan kelihatan dan sebentar lagi dia akan menggigit bibir bawahnya, tidak salah lagi!
Akhinya kamu kembali, masih ingatkah kamu padaku? “Bandel!” ingin sekali aku meneriakkan kata itu dan entah mengapa perasaanku berubah drastis dari sedih menjadi senang, ya ampun! Ada apa dengan jantungku? Kenapa berdetak begitu kencang? Dan kenapa wajahku ingin tersenyum? Lalu… kakiku kenapa dia berlari sendiri ke arah tangga menuju ke lantai bawah? Dan pertanyaan besarnya adalah, kenepa aku ingin menemuinya?

INDIGO

Tepat tiga tahun yang lalu, tanggal yang sama, bulan yang sama, dan dalam kondisi yang sama juga. “Hai, apa kabar kamarku? Jangan konyol Go! Bilang aja kamu pengen nyapa si cewek sebelah, ah…. Si jelek itu, apa dia udah berubah jadi cantik ya? Bego! Dari dulu dia emang udah cantik kok!”

Kubuka tirai jendela kamar , shit! Hujannya kok nggak berhenti sih? Itu pasti dia! Siapa lagi sih yang suka menatap hujan dari balik jendela kalau bukan dia? Astaga! Rambutnya pun masih tetap sama , dikuncir ekor kuda, apa dia masih tetap pake poni?

“Duh…… hujannya kok nggak berubah jadi rintik aja sih? Nggak ngerti banget kalo aku udah tiga taon nunggu hari ini, please Tuhan, tolong berhebtiin hujannya dong”

“Duh….. kok lama sih? Please Tuhan, tolong berhentiin hujannya dong, sekali………ini aja! Kalo hujannya berhenti sebelum lima menit, Digo janji deh………bakal berhenti manggil dia jelek, ya Tuhan ya? Please kabulin doa hambamu yang keren ini, amin”

Cihuy!!!!! Hujannya berhenti “Thanks ya Tuhan!”. Ah benar itu dia, ternyata dia masih pake poni, dan dia jadi makin manis, makin cantik! Dasar cengeng! Dia pasti habis nangis, matanya sembab, tapi tenang aja, dia pasti nggak bakalan sedih lagi . Nih, aku kasih kamu senyum manis sejuta watt-ku, kamu pasti terpesona! Tapi apa senyumku nggak terlalu jelek buat dia? Sebodo amat, nggak penting! Hmmm………. Dia kangen nggak ya sama aku?

Ya ampun dia ngilang! Dia kemana? Jangan-jangan dia membenciku? Terus dia pergi dari jendela karena dia nggak mau ngeliat tampangku, nggak ada yang salah kan dengan tampangku? Malah orang-orang bilang tampangku nggak beda jauh dari Joel ‘Good Charlotte” Madden, ah bodo! Dia benci atau nggak, yang penting sekarang aku mesti nemuin dia , karena aku kangen bangen sama dia.
JINGGA dan INDIGO

“ Akhirnya…….” Gumam mereka lega. “Elo ngapain disini?” Tanya mereka bersamaan. “Gue mau jalan-jalan” kata mereka, bersamaan lagi, dan sekarang keduanya tampak malu.

“Elo ngomong duluan!” kata Jingga jutek.

No, because ladies first” Indigo sok gentle.

“Thanks, tapi gue…….”

“Gue tau, nggak gampang buat elo ngomonginnya, Ngga. Jujur aja, elo kangen banget kan sama gue? Cuma elo malu plus gengsi buat ngomonginnya. Keliatan tuh dari tampang elo yang mirip kepiting rebus.” Goda Indigo, sebenarnya, sebenarnya dia yang merasakan semua yang dia katakan.

“Ini cuma karena……yup! Blush on gue ketebalan “ jingga menepuk-nepuk pipinya, pura-pura menghapus blush on. “Elo kali yang mukanya merah, elo nervous ketemu gue kan?” balas Jingga penuh kemenangan.

“Nggak…yups elo nggak salah, sebenarnya gue……” belum sempat Indigo menyelesaikan kata-katanya tiba-tiba Jingga memeluknya, Jingga menangis.
“Gue kangen banget sama elo” isak Jingga, Indigo mempererat pelukannya. “Elo jahat Go!

Kenapa elo nggak bilang-bilang kalo elo bakalan pergi, tiga tahun Go, gue nunnguin elo, dan gue samasekali nggak tau elo dimana, gue nggak pernah dengar kabar tentang elo, itu nyiksa banget Go.” Bisik Jingga dengan sedih.

Indigo tidak bisa berkata-kata, dia melepaskan pelukannya, tapi ia dengan segera menggenggam jemari Jingga dengan lembut, dia mengajak Jingga ke tempat kenangan mereka.

“Go, kita mau kemana?” teriak Jingga panik, apalagi hujan mulai turun dengan derasnya, tapi Indigo samasekali tak peduli , dia terus saja membawa Jingga berlari, sampai ia berhenti di depan sebuah rumah pohon.

“Masih ingat?” Tanya Indigo sambil tersenyum malu.

“Yeah…”jawab Jingga nyaris seperti bisikkan.

Lalu keduanya menaiki rumah pohon kenangan mereka, berbaring disana sambil memutar kembali memori mereka ke masa tiga tahun lalu, saat itu mereka masih berumur lima belas tahun, keduanya sama-sama kehujanan dan beteduh di rumah pohon ini. Keduanya saling benci __ maksudnya bener-bener cinta. Benci bila bertemu tapi saling ngangenin bila jauh. Sebenarnya Indigo ingin sekali menyatakan cintanya, tapi dia terikat rasa gengsi, apalagi Jingga, dia bahkan rela tidak mendapatkan uang saku selama setahunpenuh daripada disuruh bilang suka pada Indigo.

“Apa elo masih ingat kejadian tiga tahun kemaren?” Tanya Indigo pelan sambil menggenggam jemari Jingga.

“Apa pertanyaannya mesti gue jawab?” Jingga menutup rasa malunya dengan balik bertanya.

“Yups” kata Indigo cepat.

“Wktu itu….. elo…..gue….elo……..”Jingga ragu-ragu.

“Gue nyipok elo, asal elo tau aja itu first kiss gue” potong Indigo.”…dan setelah itu gue yakin banget kalo elo juga ngerasain hal yang sama kayak gue, gue tau kalo elo juga sayang sama gue seperti gue sayang sama elo”

“Tapi satu ada hal yang paling bikin gue nyesal….”

“Apa yang elo sesalin?”

“Tanyain sama diri elo sendiri” Kata Jingga ketus, dan langsung bangkit dari pembaringannya, tapi ketika Jingga hendak melangkah, Indigo membuka mulutnya dan berkata “Sorry karena gue nggak sempat bilang I love you.

0 comments

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© 2011 Evo Sastra
Designed by Evo Sastra
..
Back to top