Rahasia Gadis (7)


(Rakendra)

Nama boleh terganti, identitas boleh terganti, tapi jauh di dalam hati kita tetap diri kita sendiri

***
            Pernahkah kamu mengalami situasi dilematis seperti ini? yang pertama, kamu seharusnya marah-marah, karena, cewek, yang-maksudku, ayahnya membayarku untuk menjaganya, dan hari ini adalah hari besarnya, kalau aku tidak salah ingat, cewek ini meminta kebebasan, dan kehidupan normal, dia mau masuk sekolah formal dan berhenti jadi penderita social disorder parah, tapi apa yang terjadi??? Dia masih bergelut dengan mimpi!!!! yang kedua, kamu hanya akan membiarkan tertidur selama yang diinginkannya lalu duduk manis manis  memandang wajah damainya yang tertidur pulas, menjaganya dari kerasnya dunia. Jika pernah mengalami situasi seperti ini, tolonglah beri aku pencerahan apa yang harus aku lakukan? tak ada jawaban!

            Baiklah, caraku mudah saja, mungkin aku akan bergabung di tempat tidurnya, bersamanya, melanjutkan hari dalam mimpi. Aku melompat ke tempat tidurnya, dan yeah tepat seperti dugaanku, dia akan berteriak histeris. Seorang cewek akan histeris bila tau ada cowok masuk tanpa permisi ke kamarnya, apalagi dalam kasus seperti ini, wajar jika dia hampir saja memecahkan gendang telingaku karena teriakkan. Well, setelah mendapat lemparan bantal dan makian, paling tidak aku mendapat tips yang bisa kubagikan; cara mudah membangunkan seorang cewek manis yang tertidur pulas, adalah dengan tidur di sampingnya (resiko ditanggung sendiri).
            “Aku bisa tuntut kamu dengan tuduhan melakukan penyelesaian seksual!” mata besar indahnya menatapku dalam tatapan kebencian yang sempurna, di otaknya, dia pasti menganggap aku cowok cabul tak tahu malu. Tapi siapa peduli!
            “Silahkan, tapi sebelumnya, lo kudu mandi dan siap-siap buat sekolah! Katakan terimakasih, karena gue udah nyelamatin lo dari hukuman yang layak lo terima di hari pertama sekolah, lo bisa telat ke sekolah dan itu termasuk pelanggaran disiplin, asal lo tau, disekolah normal luaran sana, para guru membenci siswa pemalas.” Jawabku cuek.
            Dan dengan bersungut-sungut dia masuk ke kamar mandinya, aku merasa benar-benar berada dalam buku dongeng Hans Cristian Andersen (yang pernah kubaca saat kecil dulu, buku sumbangan dari dermawan yang membantu panti-ku), saat kuperhatikan segala yang ada dalam kamar ini. Oh …haruskah ada tempat tidur berkanopi ala-ala Putri, juga karpet terbang Aladin, kumpulan minatur peri, bintang-bintang tiruan yang berkilauan, dan musik yang membuatku mengantuk, musik yang kudengar di film bodoh, saat seorang gadis kelewat teledor meninggalkan sepatu tak masuk akalnya hanya untuk meninggalkan jejak agar sang pangeran yang agung sejak dilahirkan itu mencarinya dari satu rumah ke rumah lainnya. Satu hal yang lupa untuk kukatakan sedari tadi,  tentang roknya yang…aku tak ingin membicarakannya, di meja makan rok itu terlihat lucu, dan hey…dia bahkan tidur dengan rok kaku aneh itu!
            “Keluar dari kamarku sekarang” Sedikit telat tapi dia baru menyadari apa yang seharusnya dia lakukan sedari tadi! Mengusirku!
***
            Aku memilih untuk menunggunya di taman, tempat dia biasa sarapan, oh Tuhan aku tak menyangka apa yang dilakukan ayahnya sungguh luar biasa. Dia menciptakan dongeng di dunia nyata. Rumahnya indah dan sempurna, hanya saja putrinya kupastikan tak pernah mensyukurinya. Seandainya pria kaya-raya penyayang yang kehidupannya penuh dengan keanehan ini adalah ayahku, mungkin aku bisa meminta rumah ala Coboy dan Indian.
***
            Jika melihat seorang cewek dengan seragam sekolah, itu adalah pemandangan biasa, tapi ketika cewek yang bernama Gadis ini memakainya, aku rasa…memakai sobekan karungpun dia terlihat sempurna, tapi…sejujurnya ketika, rok bermotif kotak berwarna biru tua dan putih itu di pasangkan dengan seragam putih dan dasi. Hey, anehnya dia masih mengeluarkan pesona putri dongengnya! Luar biasa! Tapi aku tahu aku yakin dia pasti lebih nyaman memakai rok baletnya.
            “Katanya telat?” Dia memelototiku “Ayo” itu maksud dari pandangan matanya yang seperti hendak menelanku bulat-bulat,  yang tengah asik menikmati sarapan, rupa-rupanya si Putri tidur yang bangun kesiangan ini tak bernafsu untuk sarapan. Sepertinya akulah yang menghilangkan selera makannya, tapi sebenarnya tidak juga, dia benar kita harus buru-buru, yeah kita tak punya banyak waktu.
            Nanny-nya yang berwajah mirip wanita bijak yang di sebut peri baik hati dalam dongeng itu buru-buru mengejar di belakang kami yang hendak pergi. Dia menyerahkan keranjang piknik untuk bekal ke sekolah…Ayolah! Ini kehidupan nyata, terlalu lama bermain dongeng bikin mereka tak bisa membedakan bahwa yang terjadi sekarang adalah kehidupan nyata.
            Dengan mata berbinar dan pancaran pesona seorang putri sejati, gadis menerima keranjang rotan berhias bunga-bungaan itu. Fiuh untungnya ayahnya hanya memberiku kunci mobil Range Rover bukannya kereta kuda, jika tidak aku bisa gila, mungkin aku akan berpikir aku hanyalah seekor Troll bodoh dan bau.
            Setelah di mobil dan siap-siap berangkat, aku minimal harus mengingatkannya akan satu hal!
             “Bersikaplah normal”
            “Kalo kamu berhenti bersikap kurang ajar” jawabnya
            “Hey, gue sudah melakukan segalanya seperti yang diperintahkan oleh bokap elo, nona muda yang terhormat dan  keras kepala” jawabku malas.
            “Dimana papa?” pertanyaan singkat yang jawabannya sangat tak sederhana, aku juga tak mengetahuinya. Dan kalaupun aku mengetahuinya aku pasti diminta oleh papanya tersayang untuk tutup mulut, pastinya ini adalah rahasia. Ingin kuabaikan pertanyaannya, pura-pura tak mendengarkan, tapi tak bisa kulakukan pada saat pipinya berkilauan dialiri air mata.
            Untuk pertama kalinya aku tersenyum, senyum menenangkan yang kumaksudkan untuk meyakinkan bahwa semuanya baik-baik saja. Sedikit menghela nafas, lalu kuberikan jawaban tak memuaskan tapi ini adalah jawaban terbaik yang bisa kuberikan.
            “Elo tau dimana, elo bisa rasain di hati kan?”
            Berhasil! Dia mengangguk.
            “Boleh tanya?”
            “Apa?”
            “Bagaimana bersikap normal?” Haruskah dia bertanya pertanya-tanyaan yang terlalu sulit untuk di jawab. Siapa sih yang mau hidup normal, bukankah semua orang punya keanehan, yeah dia aneh karena kehidupannya, dan aku juga menyimpan keanehan sendiri, orang lain juga. Sulit dijelaskan.
            “Bersikap biasa-biasa saja!”
            Aku menghela nafas, berharap dia tak bertanya lagi, aku cuma mau fokus menyetir, dan membuang jauh kebencianku pada apa yang akan kulakukan, memasuki lagi kehidupan SMA berpura-pura jadi siswa, kehidupan yang telah kutinggalkan dua tahun lalu. SMA seperti rumah gila, remaja adalah mimpi buruk, masa remaja bisa indah tapi juga bisa menghantammu, aku merasakan bagaimana seorang anak malang dari panti asuhan jadi bahan ejekan anak-anak cowok jadi bahan rasa iba dan belas kasihan yang rupanya bukan karena aku yatim piatu tapi lebih karena wajah tampanku. Yeah, aku selalu merasa seperti Oliver Twist yang malang.
            “Siapa namamu?”
            “Raken” jawabku singkat dan acuh
            “Aku Gadis” yeah aku sudah tau!
            “Kenapa kamu mau menjagaku?”
            “Gue dibayar! Hal terpenting yang pertama dalam kehidupan nyata adalah, semuanya karena duit! Kalo-kalo loe berpikir kenapa orang kayak gue mau melakukan hal paling tidak menyenangkan kayak gini”
            “Oh…” tak tahu mau berkomentar apa kurasa, tapi baru saja hendak merasa lega si Gadis malah bicara lagi “Sekolah tempat kita bagaimana? Apa kayak Hogwarts? Atau sekolahan Barbie di Princess Charm School, atau kayak di sinetron-sinetron yang nggak pernah sekolah tapi pacaran aja, atau kayak di Glee, atau mungkin juga Gossip Girl?”
            “Boleh nggak kalo loe diem aja dan ntar loe nilai sendiri deh tuh sekolah kayak apa! Susah yak bikin loe bersikap biasa-biasa aja, loe mau dunia nyata inilah dunia nyata jangan lagi bahas hal-hal yang loe cuma tonton di TV atau loe baca di buku! susah bener yak ngomong sama elo!”
            Gadis diam, hanya sejenak, tapi kali ini, dia malah bikin aku tak punya komentar apa-apa!
            “Kamu dibayar kan?”
            Dan aku pura-pura tak mendengar. Saatnya pas, kita sedang memasuki gerbang sekolah, dia melihat bangunan khas sekolah swasta yang harganya ampun-ampunan dengan antusias. Aku memarkir mobil, sebelum keluar, aku harus menjelaskan sesuatu yang penting yang lupa kujelaskan tadi.
            “Tunggu bentar, gue lupa” kataku tiba-tiba saat Gadis hendak keluar dari mobil. Aku agak merasa gugup saat ingin mengatakan ini.
            “Bokap loe minta bahwa data loe semua untuk sekolah di sini adalah fiktif”
            Gadis hendak protes, tapi sebelum dia bicara aku memilih berbicara lebih cepat, agar dia tak punya kesempatan.
            “Nama loe di sekolah adalah Copellia Atmawidjaja, gue nggak habis pikir kenapa bokap loe ngasih nama seaneh ini.”
            “Coppelia, nama boneka dalam tarian ballet, dia tokoh favorite-ku.” Dia tersenyum mendengar nama yang terdengar mengerikan di telingaku itu.
            “Gue yakin loe nggakkan suka bagian ininya” aku menebak, dan aku yakin tebakanku tak pernah salah.” Gue…” fiuh, aku gugup saat harus memulainya. “Gue harus pura-pura jadi pacar loe, supaya kehidupan loe di SMA aman….”
            “Apa?” dia hendak protes
            “Jangan pikir gue seneng dengan acting jadi cowok elo, ini namanya tugas dan gue dibayar, jangan repotin gue dong, terima aja, daripada loe mau terkurung selamanya di rumah!” Dia mengangguk, seperti mencoba mengerti dan pada akhirnnya terpaksa menyetujui. “Nama gue di sini Alfan, sebenernya gue lebih suka nama asli gue, ntar, kita baru pindah dari Eropa, okay, loe bilang aja kalo nyokap loe adalah pengusaha kosmetik di Eropa, ortu loe pisah dan sekarang loe tinggal dengan kakek-nenek loe yang katanya pengusaha besar di sini, nah gue juga sama tajirnya dengan keluarga lo, jadi tinggal bilang aja kita dijodohin dari dulu, fiuh, padahal gue yatim piatu bisa-bisa disuruh acting jadi anak orang kaya.”
            “Kamu dibayar!” Gadis mengingatkan. “Ternyata tetap saja aku harus merahasiakan siapa aku yang sebenarnya ya?” ada kesedihan saat dia mengatakannya. Dia menangis, aku tak tahu harus melakukan apa.
            “Nama boleh terganti, identitas boleh terganti, tapi jauh di dalam hati kita tetap diri kita sendiri”
            Dia tersenyum saat aku mengatakan hal yang tak kusangka bisa kukatakan.
            “Okay, kita mesti pura-pura, bersandiwaralah dengan baik, jangan sampai papa membayarmu untuk sesuatu yang sia-sia!” ancamnya dengan gaya cewek kaya sombong yang menyebalkan, tapi minimal dia tak terlihat sedih lagi. Hey, peduli apa aku dengan kesedihannya???

Bersambung

0 comments

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© 2011 Evo Sastra
Designed by Evo Sastra
..
Back to top