Hatimu, tempat ternyaman bagiku, 28 Januari 2012
Untukmu, pemilik senyum manis, tempatku selalu mendinginkan mata
Mungkin, aku tak perlu basa-basi untuk menanyakan kabarmu dan bertanya tentang kondisi terakhirmu, karena bahkan saat musim penghujan berganti kemarau, dan musim kemarau berganti menjadi penghujan lagi, kita tetap saling memberi kabar, walau tak sesering dulu, walau tak seintesif saat kamu memberitahukan kabarmu pada kekasihmu.
Mengapa kita tetap bertahan dalam kondisi seperti ini? Mengapa kita tetap saling berkasihsayang walaupun kau telah bersama dengan wanita pilihanmu dan aku telah bersama pria pilihanku? Mungkinkah yang kita jalani selama ini hanyalah ilusi yang meredam rasa frustasi? Apakah hubungan kita adalah semacam hubungan pelarian ketika kamu penat dengan ocehan kekasihmu dan aku muak dengan omelan kekasihku? Apakah kita melakukan kesalahan yang besar saat kita saling jatuh cinta diwaktu yang tidak tepat? Sudahlah, kau tak perlu menjawab pertanyaanku dengan runtut, jawab saja dalam hatimu, karena hatimu takkan membawamu pada jawaban yang salah. Seharusnya, aku memang tak perlu bertanya, karena sejak awal kitapun juga tak membuat komitmen. Setidaknya, kau dan aku merasa bahagia saat kita bisa menghabiskan waktu bersama, walau harus bersembunyi-sembunyi, walau cukup aku dan kamu yang mengetahui.
Bagaimana hubunganmu dengan kekasihmu? Apakah dia masih saja menjadi seorang wanita yang bertingkah seperti bocah bodoh yang kurang perhatian? Apakah dia masih saja menjadi seorang wanita yang melarangmu ini itu layaknya ibumu? Apakah dia masih saja menjadi wanita cengeng yang selalu mengandalkan air matanya agar kamu memberikan rasa belas kasihanmu padanya? Ah... ingatlah saranku, wanita senang diberi perhatian, mereka akan lakukan apapun agar pria yang dicintainya mau memperhatikan sosoknya. Tapi, ternyata kamu tak mau mendengar saranku, kau selalu beranggapan bahwa aku berbeda dengan wanita-wanita lainnya, bahwa aku bukanlah si manja yang mengandalkan air matanya layaknya kekasihmu saat ini. Kamu tahu? Aku sangat terharu saat kau berkata, "Kamu jauh lebih baik daripada kekasihku. Sayangnya, kita bertemu diwaktu yang tak tepat. Mungkin kebahagiaan untuk kita masih disimpan rapat-rapat oleh Tuhan. Sekarang bukanlah masa milik kita, mungkin esok hari? Mungkin lusa nanti? Lima atau sepuluh tahun lagi? Who knows?"
Rasanya, aku seperti ditikam sangat dalam oleh pengakuanmu saat itu. Kalau dia memang bukan yang terbaik untukmu, mengapa kau tidak meninggalkan dia saja? Bukankah kau sama sekali tak merasa bahagia dengannya? Bukankah perasaanmu padanya hanyalah rasa belas kasihan yang tak berdasar pada cinta? Tapi, memang kata "putus" tak bisa terlontar dengan begitu saja, kamu terlalu perasa untuk ukuran seorang pria dengan badan macho seperti itu. Kamu paling tidak tega melihat air mata seorang wanita, dan kamu bertahan pada hubunganmu saat ini karena air mata wanita itu bukan karena hatimu yang benar-benar ingin mencintai dia. Bukankah saat bersamaku kau selalu menejelek-jelekan kekasihmu? Tapi, mengapa saat bersamanya kau menjadi lumpuh dan lemah? Saat bersama wanita itu, kamu kehilangan dirimu sendiri, kamu seakan-akan bisu. Ah... Ternyata air mata seorang wanita mampu memenangkan segalanya, termasuk memenangkan hati seorang pria.
Ingatkah kamu saat kamu bercerita tentang kekasihmu yang sering mengancam itu? Kekasihmu mengancammu dengan ancaman bahwa ia akan menjadi biarawati jika kamu putus hubungan dengannya. Astaga! Lucu sekali dia, mengancammu dengan ancaman tolol seperti itu. Jadi, dia ingin menjadi biarawati bukan karena panggilan jiwa? Tapi, karena putus hubungan denganmu? Seberapa tololkah kekasihmu? Saat bercerita tentang dia, kita tertawa terbahak-bahak bersama, aku masih saja tak mengerti bagaimana isi otak kekasihmu itu. Entah mengapa, aku suka mendengar tawamu saat bersama denganku, daripada harus mendengar suara galaumu karena kekasihmu yang senang mengancam itu.
Kita seperti nostalgia saja, mengingat-ingat tentang kekasihmu yang jelas berbeda jauh denganku, juga mengingat-ingat masa pertemuan awal kita. Kau ingin tahu bagaimana kabarku dengan kekasihku? Sederhana saja, semakin hari dia semakin baik, aku selalu bilang kan kalau kekasihku jauh lebih baik daripada kamu? Tapi, pernyataan itu tak membuatmu kecil hati. Kau malah mengajakku bercanda dengan mengikuti suara kekasihku, tawa kita pecah, memecah kesedihan hati yang disebabkan oleh kekasih kita masing-masing. Disaat-saat seperti itu, aku merasa bahwa sebagian diriku ada di dalam dirimu. Entah mengapa rasa itu semakin bertambah padamu, entah mengapa rasa rindu itu justru mengarah pada sosokmu, bukan pada kekasihku.
Diwaktu lalu, kita pernah sampai di titik itu, saat aku dan kamu sama-sama muak dan bosan dengan sikap kekasih kita masing-masing. Kita sempat memutuskan untuk bersama dalam status yang jelas, tapi setelah dipikirkan lebih jauh, ternyata saat itu bukanlah waktu yang tepat. Kita tak mungkin memperjuangkan cinta yang kita mulai dengan salah, walaupun tahu tapi aku dan kamu tetaplah manusia angkuh yang senang memberontak, sampailah kita pada hari ini, dan kita masih saja seperti dulu, saling mencintai walau sembunyi-sembunyi.
Entah apa yang harus kita lakukan dalam hubungan yang rumit seperti ini, karena segala sesuatu pasti akan rumit ketika cinta dan hati ikut bermain di dalamnya. Aku dan kamu memang tak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan, yang kita tahu, kita cukup menjalani apa yang disediakan oleh Tuhan. Pernahkah kamu bertanya dalam hatimu, apakah kisah kita juga termasuk cerita yang dipersiapkan oleh Tuhan? Apakah aku dan kamu sengaja dipertemukan takdir untuk menemukan cerita akhir? Aku ingin terus merasa penasaran, aku ingin mencari jawabannya bersamamu, aku ingin (setidaknya) kita bisa saling mengerti satu sama lain, tanpa harus menjadikan kata pelarian sebagai dasar dari hubungan kita.
Aku hanya ingin menjadikanmu satu-satunya, tapi nyatanya aku takut untuk memilih. Aku takut kehilangan kamu, aku juga takut kehilangan kekasihku. Kamu takut kehilangan aku, tapi kamu juga tak bisa melepaskan kekasihmu. Semoga Tuhan tidak sedang menghukum kita.
Dari wanita yang bukan pilihamu
pelarian dari rasa frustasimu
0 comments