(Enzo)
Cinta itu, bukan tentang bahasa tubuh
Tidak bicara soal nafsu
Tapi lebih kepada sebuah rasa yang ingin diungkapkan kalbu
***
Jika cinta itu masih bukan untukku, mengapa Copelia memilihku? Mungkin hanya karena rasa butuh! Tapi pikiran itu kubuang jauh-jauh.
Aku mengerti dan memahami bahwa awal dari hubungan ini tak lebih dari kepura-puraanku hanya untuk menghindari Aimee, tapi, aku memang harus mengatakan bahwa aku takkan mampu untuk menolak pesonanya, yang membuatku jatuh cinta, dan semakin lama semakin menyiksa karena…aku belum yakin tentang hatinya, saat bersamaku, dia memang bersikap selayaknya kekasih tapi hatinya masih sulit untuk kupastikan.
Ada tembok tinggi yang tak bisa kutembus, ada rahasia-rahasia yang tak bisa dia bagi denganku.
Copelia membuatku menggila, tak pernah jatuh cinta seperti ini sebelumnya, dan tak pernah ingin memiliki seperti yang kurasakan kini, tapi sikap dingin dan misteriusnya membuatku…pikiran itu melintas, kali ini lebih kuat, pikiran itu di salahkan hatiku tapi dibenarkan otakku. Tapi hanya ada satu cara walau resikonya dosa, aku akan mengikatnya, agar dia akan menjadi milikku selamanya.
***
Pesta kelulusan SMA, adalah waktu yang tepat untuk melakukannya, yeah aku sudah menyusun rencana, menjadikan malam ini menjadi malam terindah.
Copelia kuajak pulang ke rumahku yang tak berpenghuni, dan kurasa memang dia tak keberatan karena dia tidak menolak tawaranku, aku membuatkan sebuah penawaran, penawaran yang membuka gerbang untuk menuju kedewasaan. Bagaimana harus mengatakannya, tapi malam ini semuanya harus terjadi agar aku bisa menjadi satu-satunya yang teristimewa di hati.
***
Aku berhasil menciptakan moment romantis yang telah kurencanakan dengan matang; lilin-lilin, kelopak mawar, dan musik favoritnya.
Aku tau dia agak ragu, dan begitu juga dengan aku, kegugupan itu juga tak bisa kuhindari, tapi kami…awalnya kami hanya saling menatap di balkon sambil melihat bintang dan pemandangan malam, lalu saling menukar sebuah ciuman, dan …sensasi yang tercipta membuat kami memutuskan untuk melakukannya, aku membawanya masuk menuju kamarku dan…
“Enzo…nggak…sekarang bukan waktunya!”
Copelia seperti baru tersadar dan melepaskan diri dari pelukanku, dia bangkit dari tempat tidur dan merapikan gaun malam cantiknya yang berwarna ungu. Dia berjalan pelan mematikan lilin satu persatu, dan menyalakan lampu.
Aku melihat wajahnya terang dan jelas sekarang, berdiri kaku seperti manekin kebingungan.
Aku menghampirinya dan mencoba meyakinkan.
“Copelia…sayang?” aku memeluknya, mencoba memulai lagi dari awal dan lagi-lagi dia melepaskan diri.
“Maaf…Enzo…aku nggak bisa !”
Aku kecewa dan …seandainya aku bisa memaksa, disaat seperti ini, ternyata cewek seperti Aimee lebih menyenangkan.
“Harusnya aku nggak berada di sini, sekarang seperti ini” dia seperti menyesal, lalu duduk begitu saja, di lantai kamar tidurku yang dialasi karpet bulu berwarna gelap, dia membenamkan wajahnya, dia menangis.
“Copelia…maafkan aku” aku tak tau harus mengatakan apa.
“Sorry…aku harus pergi” wajahnya tampak bimbang dan kebingungan, dia berdiri tiba-tiba, dan siap melangkah, tapi langkahnya terhenti saat gaun panjang indahnya tersangkut pada sesuatu, boneka prajurit kecil; Nutcracker, boneka yang pernah kuambil begitu saja dari locker miliknya yang terbuka.
Dia mengambil boneka itu, meneliti dan melihat dengan seksama di bagian kaki, aku tau ada tanda di sana, entah CP atau GP, sebuah inisial di kaki sang boneka, dan antara percaya dan tak percaya dia menatapku, sambil menggelengkan kepala dan meneteskan air mata. Dengan tubuh bergetar dan tangisan yang tak tertahankan, dia membuka sebuah surat kecil yang terselip di antara tangan sang boneka, tulisan tangan seseorang…aku tau keadaannya sudah tak bisa dikendalikan tanganku.
Kukembalikan Nutcraker-mu, dia yang akan menjagamu sekarang
Aku tidak pergi, hanya tak bisa lagi bersamamu.
Tak terbayangkan rasanya saat aku jatuh cinta dan harus melupakan cinta disaat yang nyaris sama.
-R-
Copelia menangis dan matanya kini tak hanya memerah karena air mata, tapi karena kemarahan.
“Enzo, please bilang…darimana kamu dapatkan boneka ini?” Ada ketakutan dan rasa tak percaya di wajahnya.
Aku tak bisa mengelak dan hanya mampu mengatakan apa yang harus kukatakan, sebuah kejujuran.
“Seseorang, cowok, tak kulihat wajahnya tapi kamu mengenalnya, meninggalkan boneka ini di sana, di locker milikmu, sudah lama…jauh hari bahkan sebelum kita berkenalan”
Copelia menggelengkan kepalanya seakan tak percaya, lalu pergi begitu saja, membawa serta bonekanya dan meninggalkan aku yang terluka.
0 comments