[Feat: Sekar Mayang] An Ordinary Love Story Part 5


Aku pernah ditinggalkan sekali
Merasakan sakitnya perih, Menahan luka yang pedih
Terima kasih karena sudah menemani
Dan menjagaku dari sepi

***
          Sepanjang malam hujan, dan yang menenangkan Joe menyelimutiku dengan pelukan hangatnya semalaman, itu membuatku benar-benar merasa nyaman.
Entah inibenar-benar terjadi atau hanya perasaanku saja. Aku pikir beberapa hari kebersamaanku dengan Joe membuat iri sang pagi.
Bunyi rintik sisa-sisa tangisan langit membawaku dari dunia mimpi, ke dunia nyata yang indah. Dunia dimana ketika aku terjaga kutemukan seseorang yang kucinta.
Ada rasa tak percaya saat menatap teduh wajah rupawannya. Saat nafasnya menyanyikan simfoni yang indah. Saat wangi tubuhnya memberikan kedamaian di jiwa. Well, aku mulai terdengar seperti gadi-gadis dalam drama  penuh romansa.
Ada berjuta kata ingin kuucapkan, tapi tak ingin kusampaikan, aku benar-benar menyebalkan!!!
“Boleh aku mengucapkan selamat pagi dan mendapatkan sebuah ciuman untuk bibirku ini?” Joe membuka mata dan langsung membuatku merona.

***
Kembali ke rumah, tak lagi bisa bersama dalam radius yang nyaris tak berjauhan seperti di liburan singkat seminggu kemarin. Ada rasa yang berbeda ketika Joe mengantarkanku sampai ke gerbang depan. Entah mengapa aku tak ingin dia pergi. Apakah pengaruh cinta harus berlebihan seperti ini??? Oh God, mulai malam ini dan seterusnya akan selalu ada Kubuang jauh-jauh rasa tak enak di hati.
***
Joe tak datang semalam, aku benar-benar dibuat tak nyaman karena kerinduan yang mendalam.
Ketukan di pintu kamar, pasti Joe! Pikirku…cepat-cepat kubukakan pintu, tapi sayangnya hanya wajah tengil adikku yang menyebalkan yang memandangku bosan, memberiku kotak kecil berpita.
“Dari Joe kayaknya” katanya singkat, sambil menguap dan menggaruk kepalanya dia berlalu begitu saja tanpa menunggu aku berkata sesuatu.
Segera kubuka kotak itu dan menemukan dua anak kunci di dalamnya. Aku menebak keduanya adalah kunci rumah Joe. Dan ada sebuah kartu kecil bertuliskan "My Room, 10.00 PM". Isi pikiran Joe saat ini membuatku curiga. Tapi entah mengapa, itu malah membuat pipiku memerah.
Apa isi pikiran Joe, membuatku curiga, tapi entah mengapa, membuat pipiku memerah. Orang tua Joe tak ada di rumah, ayahnya sedang ada di luar kota, dan ibunya kali ini ikut serta.
***
Dapatkah kau dicintai?
Dapatkah kau mencintai?
Pantaskah kau dicintai?
Pantaskah kau mencintai?
         
Apa ini serupa pesan? Entahlah. Tapi kalimat-kalimat itulah yang kutemukan tertulis di sebuah kartu kecil. Kartu itu tertempel di pintu depan rumah Joe
Aku memasukkan anak kunci lalu kuputar perlahan. Kubuka pintu dengan hati-hati. Jangan sampai aku terkejut dengan Joe yang akan mengagetkanku dari balik pintu.
Sepi. Tak ada teriakan, apalagi tepuk tangan. Aku yakin ini hanya perasaanku saja. Kudengar suara musik. Terdengar mendayu-dayu. Huh!!!
Kubuang jauh-jauh isi otakku itu. Entah lagu apa itu. Suaranya indah, tapi benar-benar membuatku merinding. Nampaknya aku mulai menakuti diriku sendiri dan membuat otakku menjadi pening. Sebenarnya yang ada hanyalah hening belaka!
Aku coba mengingat, ini bukan malam jum'at, tapi minggu malam. This isn't Hallowen not April Mop. And definatelly not my birthday! Jadi Joe tidak punya alasan apapun untuk memberi kejutan untukku.
Kutatap lantai, kelopak mawar membentuk jalanan menuju tangga ke lantai atas. Joe, benar-benar sukses membuatku penasaran, dan tebak! Sebuah kartu, aku memungutnya, dan membaca sebuah pesan di sana.


Apa yang kau tahu tentang cinta???
Kesakitan yang menyenangkan
Kerinduan yang menyesakkan
Kenikmatan yang menyakitkan
Dan
Kecanduan yang membahayakan
Entah darimana dia mendapat kutipan, tapi yang jelas ini sama sekali tak terdengar romantis.
***
          Aku terus berjalan mengikuti kelopak mawar merah itu, diujung tangga kutemukan lagi sebuah kartu.
Banyak alasan mencintaimu
Salah satunya karena kumampu
Juga untuk membuat yang lain cemburu
Bahkan, dia yang telah menjadi abu

          “Joe!” Sebenarnya aku ingin berteriak memanggil namanya tapi yang kubisikkan tak lebih dari helaan nafas ketakutan. Aku mencoba berpikir dari sudut pandang Joe. Semoga ini hanya kejutan konyol, dimana nanti crew TV dan entah apalagi akan keluar dan bertepuk tangan. Kupercepat langkahku, di ujung tangga kutemukan lagi kartu yang sama tapi dengan pesan berbeda.
Ada satu hal yang harus kuucapkan dengan berani:
Aku mencintaimu
Tak pernah menyesal bertemu denganmu
Tak pernah menyesal meninggalkanmu.

          Aku tak bisa memahami semuanya, kubuka pintu dengan bergetar, pikiranku tak karuan nafasku memburu cepat, aku tak mau ditakuti pikiranku yang terdalam.
          Kamar itu gelap, tak ada cahaya, aku mencari tombol listrik untuk menerangi ruangan itu. Aku masih berharap Joe dengan tampang jahilnya meneriakan “Kejutan!!!” lalu memberiku pelukan dan menertawakan ketakutanku. Bahkan ketika lampu menyala tak ada dia di sana, hanya kamarnya yang seperti biasa.
          Tak tahan, aku berteriak! “Joe! Nggak lucu! Kalo dalam hitungan tiga kamu nggak keluar. Aku pulang, ini beneran, bukan gertak sambel doank!” aku yakin aku akan menangis. Kebingungan dan ketakutakan, yang kulakukan hanya mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, sampai mataku melihat sesuatu, keping DVD dan tulisan PLAY ME. Dan yeah, kutemukan Joe di sana, dibalik layar kaca TV Plasmanya.
          “Hai Bells” dia memanggilku dengan lafal yang lain, bukan lafalnya tapi…seperti Dave. Dia tersenyum, tangan kanannya melambai padaku. Dia agak gugup kurasa, aku tau dia kesulitan untuk berkata-kata. Dia terlihat gelisah, tapi akhirnya dia menghadap kamera dan bicara, dengan air muka yang tak biasa.
          “Bells, bolehkah aku mengatakan betapa aku mencintaimu?” entah mengapa ketika mengatakannya, matanya berkaca-kaca.
          “Ya, aku juga mencintaimu” bisikku lirih
          “Aku selalu mencintaimu, bahkan sedari dulu, jauh sebelum Dave mengungkapkan cinta padamu, Dave tahu aku menyayangimu, tahu aku mencintaimu, tapi mengabaikan segala perasaanku.” Dia terhenti, mengambil nafas lalu melanjutkan. Tapi, aku harus tahu diri, siapapun akan memilih Dave, Dave punya segalanya, dan aku bukan siapa-siapa…selalu yang nomor dua, setelahnya, menyakitkan! Dan pertanyaanya, kapan hidup itu tak pernah menyakitkan?” aku mendengar suaranya bergetar dan menjadi parau.
          “Bells…aku mencintaimu, tapi juga menyayangi Dave sahabatku. Pernah kupergi, meninggalkan kalian berdua, untuk menikmati kisah cinta… tapi aku tak pernah menyangka. Dave memiliki batas usia di dunia yang begitu muda, kamu dan aku merasa kehilangan. Kita kehilangan sepotong hati kita, bagian terpenting dari diri kita. Demi Tuhan aku tak pernah membenci Dave karena memilikimu, tidak sekalipun, Yang kusesali adalah bahwa kamu terlalu lama bersedih setelah dia pergi. Bahkan saat aku kembali datang menemani dan berusaha mengobati” Disaat itu baik mataku maupun di mata indahnya bergulir bening air mata.
          “Bells, aku menikmati kebersamaan kita. Aku menikmati proses penyembuhan lukamu. Tapi aku tahu bagi wanita hati itu hanya satu, tak mampu mengisi dua cinta dari dua orang yang berbeda. Yang satu harus pergi agar yang lainnya bisa mendiami”Lama Joe tak berkata apa-apa, tapi akhirnya dia bicara juga.
          “Bells, kupikir kubenar, tapi ternyata kusalah. Kupikir aku bisa menjadi pengganti Dave tapi ternyata aku takkan pernah bisa” tangisnya pecah menjadi butir airmata yang kini mengalir lebih cepat dipipinya, dia tak mengapusnya membiarkannya mengalir, membiarkan suaranya semain serak dan tercekat ketika bicara. “Aku makhluk laknat! Kupikir ini cinta! Tapi bukan juga, maaf…”dia terdiam lagi seperti menikmati tangisnya, kali ini dia menatap ke langit-langit seolah dengan begitu airmatanya takkan tertumpah, tapi ya mengalir juga, seperti air mataku yang kini menderas.
          “Bells, maaf…”
          Aku tak tahu apa yang harus dimaafkan
          “Bells, maaf…”
          Aku tak tahu dimana letak kesalahannya
          “Mungkin aku gila, tapi tak mengapa, aku sudah terlanjur berdosa, dan sekarang, biar kutanggung semua…” dia menangis, dan aku juga, tak pernah melihat Joe terlihat sesedih ini, tak pernah mengira aku akan menangis lagi
          “Bells, aku memilih meninggalkanmu. Murni karena aku mencintaimu, sengaja kutinggalkan kamu saat kamu sudah benar-benar mencintaiku… agar aku bisa…membuatmu lebih mencintai aku dibanding sahabatku” dia terdiam, dan aku menghentikan rekaman itu, kuulangi lagi kucerna kata perkata dalam tayangan lambat“Bells-aku memilih-meninggalkanmu-murni-karena-aku-mencintaimu,-sengaja-kutinggalkan-kamu saat-kamu-sudah-benar-benar-mencintaiku,-agar-aku-bisa…membuatmu-lebih-mencintai aku-dibanding-sahabatku” Aku mengerti kemana arahnya bicara. Airmataku tertumpah deras tak kuasa untuk kutahan lagi.
          “Aku sengaja membuatmu datang lebih lambat, agar aku tak sempat terselamatkan
          Aku menahan tangisku, kugigiti jemariku, tak ingin berteriak dan memang tak kuasa berteriak
Terima kasih untuk semua rasa yang sangat indah, maafkan aku”
Gambarnya terhenti hanya tulisan singkat bertuliskan
Temui aku di tempat kita menikmati sepotong senja, I Love You my Belle
          Dengan sisa keberanian kuseretkan langkah. Menuju balkon tempat terakhir bersamanya menikmati pelangi, dia di sana, tak berdiri, hanya tergantung pada sebuah tali.

:::THE END:::

0 comments

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© 2011 Evo Sastra
Designed by Evo Sastra
..
Back to top