Rahasia Gadis (46)


(Zara)
Ketika putrimu alih-alih mencintaimu malah memilih untuk membencimu,
Pikirkan lagi, bisa jadi itu karena kesalahanmu!
***
          “Berhentilah bersikap seolah ini semua kesalahanku!” Aimee menatapku berang, tatapan matanya seolah bisa menelanku hidup-hidup.
          “Kalau begitu mama minta maaf” aku memilih mengalah, mencoba melunakkan kepalanya hanyalah hal yang sia-sia.

          “Sayang…apa masalahmu?” aku mencoba membuatnya tenang dengan menyentuhkan sisir di rambut panjangnya, persis seperti saat dia masih kecil dulu, saat kami seperti ibu dan anak perempuan, seperti sahabat, tapi ketika dia menginjak remaja, kita tak lebih bagai musuh, saling menyerang dengan kata-kata dan sikap dingin yang tak pernah kumengerti alasananya.
          “Jangan bertanya kalau cuma untuk basa-basi!” dia menatapku tajam melalui cermin yang memantulkan wajah cantiknya…yang sekarang anehnya tak lagi secantik dulu, bukan berarti dia buruk rupa sekarang, hanya saja matanya tak lagi memancarkan sinar kebahagiaan, keceriaannya seolah tertutup awan hitam.
          “Mama menyayangimu” aku berkata tulus.
          “Well, jika benar menyayangiku…kenapa mama bersikap seakan mama tak pernah jadi cewek seusiaku, mengapa mama bersikap munafik? Mengapa sikap naïf sok suci mama membuatku muntah! “ Aimee berteriak seolah dia kerasukkan makhluk jahat, di dalam cermin itu aku tak lagi melihat putriku, dia terlihat seperti dewi iblis dari neraka.
          “Aimee!” itu suara suamiku, alih-alih marah padaku, dia malah membentak putriku, “bersikaplah sopan pada mamamu!”
          “Takkan pernah” dan dengan cepat Aimee membantah, dan wajah menantangnya menatapku, matanya membuatku ketakutan, puas mengintimidasiku, dia berkata pada ayahnya “ tanyakan pada mama, apa yang mama lakukan di belakang punggung papa!” lalu dengan tanpa penyesalan dia meninggalkan kami yang terpaku.
***
          “Aku tau apa yang kamu lakukan di belakangku…karena aku yang mengizinkanmu” Suamiku memeluk dan aku menumpahkan segala sedihku dalam tangis.
          “Terima kasih…tapi Aimee takkan pernah mau mengerti” aku berkata pelan, seakan lidahku kelu dan menjadi bisu.
          “Dia hanya perlu waktu” suamiku mencoba menguatkanku. “Haruskah kita mengatakan pada Aimee sekarang?”
          “Jangan!” aku tak yakin Aimee mau memaafkan masa laluku yang kelam, walaupun bukan aku yang menciptakan segala kesalahan.

0 comments

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© 2011 Evo Sastra
Designed by Evo Sastra
..
Back to top