(Rakendra)
Tak bisa terus menjalani kisah cinta yang tak boleh terjadi, mereka harus berhenti sampai di sini. Tapi setiap kisah cinta yang dipaksa berakhir pasti menyisakan luka, walaupun aku tak cukup tega tapi tak bisa membiarkan mereka larut dalam dosa.
***
Secara mudah aku akan mendefinisikan mereka sebagai berikut, keluarga adalah sebuah kumpulan masalah; ayah yang penggila kerja, ibu yang rapuh dan anak yang sakit jiwa, kombinasi sempurna menuju kehancuran.
Haruskah kuulangi dari awal? Aku ingin bersenang-senang atau setidaknya mengurangi sedikit beban, tapi apa yang kudapatkan? Masalah baru dan luka lama yang terbuka lagi. Aku berada di dekatnya tadi di dekat ibuku, tapi…bukan itu yang kuinginkan, aku tak merasakan ikatan emosional apapun, aku tak tau harus bagaimana tapi akan lebih mudah jika, lagi-lagi aku tak mengenali mereka. Itu saja.
Sekarang aku akan memilih menyepa ibuku yang sebenarnya, yang mencintaiku setulus hati, Ibu Lestari, seseorang yang aku dengannya terikat jalinan emosi dan kasih.
Aku membuka lagi buku itu, yang kuanggap sebagai bagian dirinya dan mulai menyambung lagi kisah yang tertunda…dan berniat menyelesaikannya, aku hanya ingin tenggelam bersamanya dan melupakan kejadian yang baru saja terjadi di belakangku.
Usiaku enam belas tahun saat pertama kali kurasakan sakit yang begitu pedih, patah hati…
Cinta, itu seperti sebuah kata sakti dan penuh keajaiban yang menjadikan setiap kisah berakhir bahagia, aku percaya, seharusnya, tapi kepercayaanku yang berlebihan terhadap cinta justru yang membuatku terluka. Seperti Cinderella yang menderita dari waktu ke waktu aku berharap bahwa sesuatu akan indah pada saatnya, cinta dan lagi-lagi cinta mempermainkan perasaan gadis lugu sepertiku, Cinderella bahagia dengan sang pangeran, tapi tidak denganku.
Seharusnya aku sudah mempersiapkan hatiku untuk terluka, atau setidaknya…seperti nasehat yang sama sekali tidak bijak tapi benar adanya “jangan pernah merasa memiliki bila tak ingin kehilangan”seharusnya aku tak pernah menganggapnya milikku, menjadikannya sesuatu yang berharga di hatiku, dia kuhargai sangat tinggi, kuberi tahta di tempat terindah, tapi aku hanya bisa menangis kecewa pada akhirnya.
Malam itu, diakhir malam penuh dosa seperti biasa, terkadang, saat-saat seperti ini, aku melihat sisi manusianya, dia memperlihatkanku sesuatu, sebuah benda kecil yang bersinar terang dalam keremangan cahaya kamar, sebuah cincin berlian, dia memintaku untuk mengenakan cincin di jari manisku. Bisakah kau bayangkan, sebuah cincin berlian dijari manisku, kupikir itu sebuah pertanda indah, tapi ternyata seperti terbang terlalu tinggi lalu begitu saja jatuh ke bumi, atau seperti mimpi indahmu berubah menjadi mimpi buruk, saat dia hanya berkata, bahwa “aku hanya ingin melihat apa cincin ini akan indah ketika berada di jari seorang pelacur, dengan begitu aku tau cincin ini pasti akan sangat indah di jari wanita yang akan kunikahi esok pagi”hancur, remuk, sakit, terluka, parah, tak terperihkan rasanya, aku tak memikirkan betapa hinanya aku, karena aku tau dimatanya aku tak lebih dari wanita yang dipilihnya karena tubuhnya, dan kini ada wanita lain di sana, yang telah dia temukan cintanya, dalam kegelapan malam aku menangis, tapi siapa aku? Apakah pantas manusia sepertiku menangis seperti ini.
Dari dulu, harusnya kusadari, apa yang kulakukan dibayar dengan lebaran-lembaran berharga, bukannya dengan cinta, aku terlalu naïf mengharapkan sesuatu yang tak layak untuk kumiliki.
***
Wanita itu jelita, sungguh luar biasa aku melihatnya berada pantas di sisi lelaki yang kucintai, tersenyum malu tapi sangat menawan. Mau tak mau hatiku iri setengah mati. Mereka mengikat janji.
Beberapa orang menganggap pernikahan sebagai akhir bahagia kisah cinta, beberapa orang menganggap pernikahan tak lebih dari usaha paling beradab dalam melegalkan perzinahan, pernikahan bisa dianggap sebagai salah satu fase terpenting dalam hidupnya, dan pernikahan bisa jadi bentuk dari drama untuk sebuah kepentingan egois, tapi bagaimanapun juga, pernikahan tetaplah menjadi keinganan terbesar para wanita, sebuah impian dan kusadari hari seperti ini takkan pernah menjadi pengalaman indah dalam hidupku, aku takkan pernah mencicipi indahnya cinta dalam ikatan sah pernikahan, menyedihkan.
***
Tapi entah apa ini keberuntungan atau kepedihan tak berujung, bahkan pernikahan tak sanggup mengikatnya atau membuatnya percaya pada cinta, dia …tak pernah kusebutkan namanya sebelumnya…tapi nanti akan kukatakan padamu. Pernikahannya tak bahagia, tak pernah menikmatinya, dia adalah pecinta kebebasan, dan takkan ada wanita yang tahan dengan pengabaian apalagi tanpa cinta, hari-hari rumah tangganya tak pernah bahagia, akupun merasa berdosa menjadi bagian dari penyebab ketidakbahagiaan itu. Karena bahkan setelah kesakralan upacara pengikatan janji, dia bahkan tak pernah pergi dari hidupku, dia selalu mencariku, di malam-malam saat dia membutuhkanku.
Puncak dari segalanya adalah ketika wanita jelita itu melahirkan bayi perempuan bermata indah bernama Tiara, tak ada lagi alasan baginya untuk bertahan dalam pernikahan yang rapuh, dia meninggalkan istrinya, alasan yang tak masuk akal, karena dia membenci anak perempuan, persis seperti mereka yang hidup dijaman jahiliah dan membenci putri mereka sendiri.
Dia datang padaku, membawa penawaran yang karena cintaku padanya bersedia kulakukan, walau itu bukanlah hal yang bisa dibenarkan. Dia memintaku untuk merelakan rahimku sebagai tempat menitipkan anaknya, ada kecemasan di hatiku saat otakku mengingatkanku, bahwa bisa saja nasibku seperti istrinya yang nantinya akan diabaikan apabila dalam rahimku akan menjadi bayi perempuan.
“Cintamu padaku membuat segala hal mustahil menjadi mungkin, aku percaya, kamu bahkan bisa member sesuatu lebih daripada yang kuinginkan.” Dan dia benar aku melahirkan dua orang bayi kembar, identik, serupa nyaris tanpa beda, dan sekarang kamu akan kuperkenalkan pada mereka, Adrian dan Ardian, ingatkah kamu pada salah satunya? Tak pernahkah kau merasa bahwa Ardian datang padamu di saat yang tepat? Aku mengirimnya untuk menyelamatkanmu.
Kisah mereka di mulai dari sini……
Pernahkah kau bertanya kenapa perempuan hina ini memilih memakai topeng wanita berhati malaikat? Aku pernah berbuat dosa di masa lalu, merasakan penderitaan masa kanak-kanak, mencoba memakai sudut pandang ibuku yang kehilangan anak-anaknya, menebus kesalahan dengan cara yang mulia, menjadi ibu bagi banyak anak? Tapi taukah kau? Penyesalan terdalamku bahwa aku tak mampu menjadi ibu bagi putra-putraku.
Adrian dan Ardian hanya dititipkan padaku, tak ada hakku dalam mengakui mereka, walau cinta ini tak pernah terhenti tercurah pada keduanya. Di hari pertama kelahiran mereka berdua, juga adalah langkah awal perpisahan keduanya, karena keegoisan ayahnya, satu anak diberi tahta, satu anak dibiarkan padaku, dijadikan cadangan untuk menjaga kemungkinan terburuk suatu hari kelak, dan ternyata memang demikian adanya, ayahnya seperti bisa membaca masa depan, bahwa suatu hari nanti hal tragis yang merenggut nyawa satu diantaranya terjadi. Jujur takdir ini tak mudah untuk dipahami, bukankah hidup memang tak perlu dipahami, tapi hanya perlu dijalani?
Adrian dibesarkan untuk menjadi lelaki perkasa seperti ayahnya tapi aku tak ingin segalanya sia-sia, di hari dia pergi aku menitipkan cinta yang tak terkira padanya, apapun yang terjadi, hatinya akan tetap suci, perasaannya akan tetap putih, aku setiap saat mendoakan agar dia menjadi seorang yang beruntung yang percaya bahwa cinta itu ada.
Sementara Ardian dibawah asuhanku, tapi tak pernah kukatakan bahwa aku adalah ibu kandungnya, sebuah rahasia yang kugenggam teguh sampai nanti di hari saat kumati, ini lebih karena janji pada lelaki yang sangat kucintai. Tak perlu dikhawatirkan, Ardian hidup dengan penuh sentuhan kasih sayang, bersama orang-orang yang dicintainya, bersama saudara-saudara tanpa ikatan darahnya. Bolehkah kukatakan satu hal? Beberapa kemiripanmu dengan Ardian yang tak bisa kulupakan?
Kalian sama-sama mencintaiku dengan sepenuh hati, terima kasih.
***
Percayakah kamu bahwa darah itu lebih kuat ikatannya dari apapun juga? aku percaya manakala kedua saudara yang terpisah itu bertemu muka, terkejut dan pastinya saling bertanya-tanya, di belakangku mereka melakukan sebuah permainan rahasia, saling bertukar tempat merasakan kehidupan yang berbeda, ya aku mengetahuinya, anak-anak berumur sepuluh tahun takkan bisa berdusta dengan baik, tapi kubiarkan mereka dengan kepura-puraannya, mereka bertukar tempat dan menikmatinya, seorang ibu tau segalanya, saat mereka bertukar tempat aku juga sangat menikmatinya, selalu ada alasan untukku bisa merasakan bahagia saat bisa berada dekat dengan kedua putraku secara bergantian, dan putraku Adrian juga merasakan itu. Kadang dia akan berbuat nakal, agar diberi hukuman! Kamu masih ingat hukuman yang ibu berikan untuk anak-anak di panti asuhan?
Bukan berdiri seharian penuh di sudut ruangan, bukan disuruh menuliskan ratusan kata maaf penuh penyesalan. Tapi kalian hanya perlu bicara saja berdua denganku di ruanganku, kita hanya bicara seperti orang dewasa, aku membenci hukuman, semua orang membenci itu kan? Tidak ada satu orangpun yang suka dihakimi, setiap orang ingin dipahami, itulah sebabnya …agar aku tau apa yang membuatmu melakukan kesalahan, setiap kesalahan tidak terjadi secara kebetulan, setiap kesalahan pasti punya alasan, dan tentu saja penyelesaian.
Masih ingat setelah kita bicara? Maka aku akan membuatkanmu segelas cokelat hangat dan memberimu beberapa keping kue kering, dan kamu juga boleh menangis di pangkuanku!kata siapa anak laki-laki tak boleh menangis? Aku mengizinkan setiap laki-laki dalam hidupku untuk mengungkapkan emosinya. Dan hal itu berlaku juga pada Adrian, aku tau bahwa anak itu adalah Adrian ketika dia melakukan banyak kenakalan agar dia bisa punya alasan untuk bisa menangis dipangkuanku, mendapatkan rangkulan hangatku, mendapatkan kasih sayang seorang ibu, sesuatu yang tak pernah diperoleh dari hidupnya di balik istana ayahnya.
***
Mereka beranjak dewasa, dan tak pernah kupikirkan sebelumnya, saat mereka jatuh cinta, apalagi pada gadis yang sama, tak mengherankan karena permainan bertukar peran yang mereka lakukan berjalan tahunan.
Saat itu mereka berumur enam belas tahun, masa remaja yang penuh dengan gejolak, apalagi itu adalah tahun yang berat, saat ayah mereka, lelaki yang dulu kucintai itu meninggalkan dunia, dengan tragis, dalam sebuah kecelakaan pesawat pribadinya, saat dia sedang jatuh cinta dan terobsesi luar biasa dengan mainan burung besi barunya.
Kematiannya tak hanya menghancurkan Adrian, tapi juga Ardian, dalam lubuk hatinya Ardian juga menyayangi ayahnya, Adrian telah bercerita pada Ardian tentang kebenaran yang tak terlalu benar, dia memang mengatakan mereka bersaudara ayahnya pernah berbicara, tapi dalam kisah versinya ibunya telah jauh pergi tinggalkan dunia, dan memang aku telah meninggal, Lestari yang dulu telah mati, karena setelah kedua putraku lahir aku berhenti juga untuk mencintai ayah mereka, jadi ketika dia pergi hanya ada simpati dari hati, tanpa air mata, tanpa banyak berduka.
Kulanjutkan lagi tentang gadis yang sama-sama mereka cintai, namanya Tiara, ingatkah kamu padanya? Tiara gadis jelita bermata indah yang penuh derita, kelahirannya yang karena gender yang di sandangnya membuatnya tak mendapat cinta ayah, ibunya meninggal di usianya yang begitu belia, gadis yang ragu bahwa ada bahagia di dunia. Ingatkah kamu padanya? Tiara adalah putri pertama dari laki-laki yang pernah kucinta. Sekarang bisakah kau pahami jalan ceritanya? Yah, ketiganya bersaudara, mengaliri darah yang sama dari ayahnya.
***
Aku teringat binar mata indah Ardian saat bercerita kali pertama dia berjumpa dengan gadis yang membuatnya jatuh cinta, awalnya aku tak tau siapa dia.
Dia bercerita bahwa gadis itu secantik dewi, dan dia ingin menghapus setiap tetes kesedihan yang ada pada diri gadis itu, Ardian bilang bahwa gadis itu merindukan bahagia, merindukan kasih sayang sebuah keluarga. Ardian pernah membawanya kepadaku, memperkenalkannya sebagai sahabat, dan tentu saja aku tak begitu saja percaya, kata-kata bisa berdusta tapi sinar mata mereka saling menyimpan kekaguman.
Aku terusik dengan satu hal, Tiara, sang gadis jelita bermata indah, selama hidupnya terlalu sering meneteskan air mata dan terlalu takut untuk membuka kata, memilih berhenti bicara. Aku seolah merasakan kesedihan hidupnya. Tapi aku bangga saat putraku Ardian mampu memberi tawa pada bibirnya., menceriakan harinya yang berselimut duka.
Kisah itu terus berlanjut, dan ketika permainan kekanak-kanakan berubah menjadi sebuah drama percintaan, segalanya berubah menjadi lebih rumit. Tidak ada yang bisa di salahkan, setiap orang berhak untuk jatuh cinta, setiap orang tak pernah merencanakan jatuh cinta kepada siapa. Aku tak bisa mencegah dua orang pemuda serupa jatuh cinta pada gadis yang sama, dan tentu saja aku akan sangat merasa berdosa seandainya kisah cinta mereka terus berjalan.
Tak bisa terus menjalani kisah cinta yang tak boleh terjadi, mereka harus berhenti sampai di sini. Tapi setiap kisah cinta yang dipaksa berakhir pasti menyisakan luka, walaupun aku tak cukup tega tapi tak bisa membiarkan mereka larut dalam dosa.
Aku berdoa semoga ada jalan keluar untuk masalah ini. Kumanfaatkan permainan ini, aku masih berpura-pura mereka hanya satu orang saja, padahal aku mengetahui dengan pasti mereka mengganti peran secara berkala. Aku pikir cinta segitiga aka nada akhir bahagia, dan cinta pada lawan jenis pasti dikalahkan oleh cinta pada sesama saudara, tapi aku lupa gadis itu juga memiliki darah yang sama, sehingga ikatannya pun semakin kuat terjalin, Adrian, Ardian dan Tiara terikat kuat oleh pertalian darah yang mereka pikir hanya cinta biasa, cinta antara pria wanita, bukannya cinta antar saudara yang seharusnya, mereka salah kaprah. Tak bisa memisahkan mereka begitu saja.
Derita itu datang lagi, menghantam dalam vonis yang terlalu lama diketahui, Ardian berada dalam kondisi krisis penyakit Sirosis, umurnya tak lama lagi, tapi sekali lagi umur di tangan Tuhan, kukuatkan hatiku untuk mempersiapkan kematian Ardian tapi aku malah kehilangan Adrian, dalam jemputan maut tak terpikirkan, Adrian menyusul ayahnya, tapi aku bangga atas keberhasilanku dalam menanamkan cinta di hatinya, pura-pura menutup mata atas drama yang terencana. Adrian memang pergi tapi dia meninggalkan hatinya untuk saudaranya, dan yah seperti rencana awal Ardian adalah pemeran cadangan, pengganti.
Sejarah mencatat hal yang berbeda, bukan Adrian yang pergi tapi Ardian, percayakah kau padaku bila kukatakan hal yang sama sekali tak masuk akal ini? Keduanya masih bersama, anakku masih di dunia, keduanya, mereka berada dalam satu raga, kamu tau kenapa? karena mereka tak mampu untuk saling terpisah, mereka mencintai satu dan lainnya, aku tau aku melihatnya dengan mataku, mata seorang ibu, keduanya selalu ingin menjadi diri saudaranya, Ardian selalu ingin menjadi Adrian, dan begitu juga Adrian, begitu ingin menjadi diri Ardian.
Kupikir sejarahnya cukup untuk kukisahkan, boleh kukatakan sekarang apa tugas muliamu? Ada seorang gadis di sana yang bernama Gadis, cucuku tersayang, yang tak pernah tau rahasia hidupnya, dia buah dari dosa yang tak pernah diketahuinya.
Tahukah kau apa alasan Ardian menciptakan kehidupan bagai dongeng untuknya? Agar Gadis yang malang tak kecewa dengan kisah hidupnya, agar dia selalu bahagia, catatan kelam masa lalu, mungkin akan membuatnya menderita, Ardian terlalu menyayanginya, dan memilih untuk membawa bayi mungil Tiara menghilang bersamanya, untuk menjaga kedamaian jiwanya.
Tapi Ardian tau, suatu saat Gadis akan berontak dan menginginkan kehidupan luar yang nyata, saat itulah aku meminta bantuanmu, nak…jaga dia karena kaulah yang kupercaya.
Ada yang ingin kau pertanyakan?
Mengapa tugas ini kubebankan padamu?
Masih ingat laki-laki yang sangat kucinta, tapi tak pernah kusebutkan namanya?
Namanya Rakendra Pranadjaja, seperti nama depanmu, itulah sebabnya bahkan di hari pertama aku menimangmu, aku tau bahwa takdirlah yang membawamu padaku melalui seorang ibu muda, Zara, wanita muda yang sangat cantik, dia mencintaimu nak, tak rela meninggalkanmu, tapi kadang ada sesuatu di dalam kehidupan ini yang tak bisa kita mengerti.
Inilah kesimpulannya, Rakendra Pranadjaja yang memulai kisah, dan Rakendra Agastya yang harus menyelamatkan akhir kisahnya.
Terima kasih tak terkira untukmu, anakku. Ibu selalu menyayangimu.
Aku tau segalanya sekarang, dan aku harus menyelamatkan akhir kisahnya, aku berjanji, tidak akan lagi ada kesia-siaan; aku akan menyelamatkan Gadis dan keluarganya, dan mungkin juga aku akan menyelamatkan diriku sendiri.
0 comments