Rahasia Gadis (38)


(Tiara)
Apapun derita yang kau alami harus membuatmu tetap tegar dan berusaha untuk tak pernah putus asa, saat kamu punya sebuah alasan untuk berduka, ingatlah jutaan alasan lainnya yang bisa membuatmu bahagia, buka mata, ada banyak bahagia yang disebarkan Tuhan pada seluruh jagad raya, yang kau harus  lakukan hanyalah berusaha melihatnya dengan lebih seksama
***
          Bukannya aku tak pernah bahagia, hanya saja aku sudah terlalu akrab dengan derita dan airmata. Usiaku sangat belia saat pertama kali mengenalnya.

          Hari itu mamaku terlihat sangat jelita, memasang wajah paling bahagia, melakukan segalanya hanya untuk membuatku tertawa; mengajakku bernyanyi dan berdansa, membelikanku banyak sekali hadiah, hingga memasakkan  hidangan makan malam istimewa, hidangan ulang tahunku yang kelima, tak ada perayaan besar, tak ada balon atau teman-teman sebaya, hanya acara keluarga kecil kami, aku, mama, dan papa, papa adalah pria egois yang hanya mengunjungi keluarga kecilnya hanya semau hatinya, kapanpun sesukanya, kadang sebulan sekali atau tak tentu sama sekali.
          Papa, bagaimana aku bisa menyebutnya dengan panggilan itu? dia adalah lelaki yang tak pernah mau memelukku, menggendongku, apalagi mau menciumku. Aku hanya anak-anak kala itu, dan saat aku menangis menginginkan bentuk kasih sayang seorang ayah, aku cuma mendapatkan pengabaian.
          Aku mendengar mama memohon kedatangannya ditelpon di hari itu, demi aku, putrinya, tapi dalam hati aku tau, papa tak pernah mencintaiku. Beliau memang datang dengan hadiah kecilnya, sebuah kotak musik yang indah, yang sedang kumainkan berulang-ulang, sampai kusadari ada perang amarah di ruang sebelah, waktu itu sudah lewat tengah malam. Perang amarah dan jeritan makian membuatku ketakutan, papaku tak bisa berbahasa layaknya seorang manusia, lama-lama ibuku putus asa, walau berkali-kali bertahan dengan mengatasnamakan cinta, tapi selalu ada titik batas untuk segalanya, adalah keputusan yang tak mudah saat jalan itu dipilihnya, langkah salah untuk bisa membebaskan diri dari derita.
          Aku merasa bahwa dunia lebih suka melihatku berduka, malam itu  di ulang tahunku yang kelima, puncak dari segalanya, papaku yang tak pernah menjadi papa untuk pertama kalinya menyentuhku, memberiku sebuah pelukan, itu bukan sebuah penghiburan buat seorang anak yang baru saja melihat ibunya membakar diri di depan matanya, dan sejak saat itulah aku memilih membisu tak bicara tak menganggap diri manusia.
          Aku hanya boneka, yang tercipta dari malaikat dan iblis, tak sulit untuk menyatakan siapa malaikat dan iblisnya; mama dan papaku, berasal dari dunia yang berbeda, bagaimana bisa mereka menyatu dalam sebuah ikatan perkawinan? Itulah misterinya yang tak pernah kunginkan jawabannya, aku lebih suka sendiri dan menjadi gila sesudahnya.
***
          Bahagia itu datang, bersama dengan seorang pemuda bertahun-tahun kemudian. Pemuda yang dengannya aku diajari suatu hal berharga, bahwa setiap orang bisa dengan mudah untuk bahagia asal berani mencobanya. Kusadari memang ada ketakutan di hati tentang setiap kali bahagia itu datang, apapun caranya aku mencoba untuk membuat rasa itu menghilang, terlalu lama bersedih membuatku terasa nyaman dengan rasa pedih. Tapi dengan caranya yang istimewa dia membuat pertahanan diriku runtuh, dia membuatku jatuh cinta, mengajariku tertawa, dan mengajakku mencicipi bahagia.
          Ardian, nama yang indah dengan paras wajah yang sempurna, seperti para pangeran tampan yang agung dalam dongeng-dongeng yang dibacakan ibuku, dongeng yang tak pernah kupercayai lagi, tapi dengannya keyakinan untuk mempercayai keajaiban itu datang lagi.
          Dulu, dia selalu datang menemuiku, membawakan setangkai bunga Lily, dia bilang aku seindah bunga itu, yah, Lily, dalam bahasa bunga Lily bermakna kesedihan, bagaimana bisa dia menggambarkanku dengan cara begitu indah?
          Tapi mungkin bahagiaku memang tak bisa kunikmati lama, dia menangis hari itu, datang padaku dengan air mata dan penyesalan yang sangat dalam. Dia mengatakan tak sanggup meninggalkanku tapi dia harus pergi, dia hanya memberiku sebuah nasehat yang sangat berharga“ Tolong jaga dirimu agar selalu tetap bahagia, apapun derita yang kau alami harus membuatmu tetap tegar dan berusaha untuk tak pernah putus asa, saat kamu punya sebuah alasan untuk berduka, ingatlah jutaan alasan lainnya yang bisa membuatmu bahagia, buka mata, ada banyak bahagia yang disebarkan Tuhan pada seluruh jagad raya, yang kau harus  lakukan hanyalah berusaha melihatnya dengan lebih seksama” dan aku mempercayainya kata-katanya.
          Ketika dia pergi derita itu datang lagi, satu persatu, menghantamku; pemerkosaan keji yang kualami, meninggalkan trauma dan luka yang mendalam, tapi juga menimbulkan perasaan jatuh cinta luar biasa saat ada sesuatu yang tumbuh dalam diriku, bayi mungil yang dengan sedikit penipuan diri kuanggap sebagai peninggalannya yang berharga, aku harus selalu berusaha bahagia, walau dengan cara yang sangat gila, tapi saat bayi malangku lahir ke bumi, dia memilih meninggalkanku juga, tak mau menderita seperti ibunya, tapi pergi ke surga bersama ayahnya, setidaknya mereka berdua disana menjagaku dari tempat terindahnya.
          Hari demi hari terlewati aku percaya dia tidak benar-benar pergi, saat kata-kata cinta dan Lily putih itu menyapaku setiap pagi, hingga beberapa minggu berlalu, saat tak ada lagi Lily dan pesan cinta itu, aku masih berusaha untuk tak lagi bersedih, Rakendra datang, walau tak mau mengungkapkan siapa di balik pesan cinta dan bunga indah, tapi kuanggap saja dia anugerah yang dikirimkan untukku agar tetap bahagia.
          Rakendra datang siang ini, dengan wajah panik dan kebingungan memintaku sebuah bantuan.
          “Ibu tolonglah, aku nggak tau mau minta bantuan pada siapa lagi” bagaimana aku bisa menolak permintaan darinya?
          Aku menuliskan jawaban di secarik kertas seperti biasa
          APAPUN
          Dan saat itu walau wajah putus asanya terlihat nelangsa, saat kuberikan sebuah anggukan sederhana padanya, aku melihat secercah harapan mengembang dalam senyumnya.
          Tak pernah menyangka walau selalu mengharapkan sebuah keajaiban, apa yang Rakendra harapkan dari pertolonganku, ternyata memang bukan hal biasa, dia membawaku ke sana, ke bukan tempat yang indah, ke dalam sebuah ruangan perawatan, tempat asa menjadi satu-satunya hal yang dipercaya.
          Taukah kau itu apa? Aku melihat wajah yang sangat kurindukan, berbeda dari yang kuingat, lebih matang, lebih dewasa walau sedikit memar di wajah, aku tau itu dia, takkan pernah salah. Waktu yang dulu berjalan sangat lama, saat ini seperti membawa dari kejadian masa lalu, seperti sebuah detik dalam sekejap mata. Aku berada di sini, menatap Ardianku, terbaring kaku dan yang kulakukan hanyalah satu, memeluknya untuk menumpahkan segala kerinduan yang mendalam. Inilah keajaiban yang tak bisa kupercaya, keajaiban itu ada dengan cara tak terduga, tak ingin bertanya-tanya, aku hanya ingin menjaganya saja.
          Menatap lama pada wajah yang sangat kurindukan, dan harus selalu percaya bahwa kejaiban itu ada, walau tak mudah, seperti yang pernah diajarkannya.

0 comments

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© 2011 Evo Sastra
Designed by Evo Sastra
..
Back to top