Rahasia Gadis (18)



(Gadis)
Bila Prince Charming itu benar-benar ada
Seharusnya kisahku sudah berakhir bahagia
***
          Disaat-saat terakhir aku memutuskan untuk menjadi Giselle, seorang putri yang terlempar dalam kehidupan nyata, setidaknya kita memiliki persamaan walau memang sedikit berbeda, kesamaanya adalah karena kita berdua adalah gadis yang berubah dari putri dongeng menjadi gadis normal dalam dunia nyata, perbedaannya, karena Giselle terlempar mantera jahat ratu Narissa, dan aku dengan pemberontakan kejam kekanak-kanakkanku, sudah dua minggu aku tak menemui papa. Selalu begini, mengenangnya bikin aku menangis, air mataku tak mau berhenti.

          Aku memandang cermin, wajahku yang sudah dirias sedemikian rupa kini hancur berantakan, ada cairan hitam meleleh, karena mascara dan eye liner. Aku ingin tertawa memandang wajahku di cermin, aku benar-benar ditipu perusahaan kosmetik, produk mahal ramah lingkungan, dengan jelas di labelnya bertuliskan water proof malah tidak benar-benar anti air. Tampangku payah, seperti anak emo frustasi yang sebentar lagi akan memilih untuk bunuh diri.
          “Siap berangkat putri Pretzel?” aku tau itu suara Raken, yang masuk begitu saja ke kamarku, tanpa mengetuk pintu, dia selalu seperti itu, kesopanan bukanlah salah satu norma sosial yang tertanam dalam hidupnya.
          Aku membenamkan wajahku, tak ingin Raken melihat betapa jeleknya aku sekarang, walaupun ada keinginan untuk mengoreksi kata-katanya, aku: putri Giselle bukan Pretzel!
          “Hey, bukan waktunya buat ngambek-ngambekan!” dia menepuk bahuku. Harusnya dia membelai rambutku dengan sayang, aku semakin ingin menangis.
          “Gadis”
          Aku tak bergeming.
          “Gadis…!”
          Dia mulai tak sabaran, tapi kuyakin dia berubah pikiran sekarang, bersamaan dengan berubahnya nada suaranya dalam memanggilku, sekarnag sedikit lebih lembut, dan ada sentuhan halus saat tangannya membelai rambutku.
          “Gadis…” dia menghela nafas, “Okay …kalo elo mau minum sparkling Wine boleh, asal loe nggak terlalu mabuk dan gue nggak mau urusin muntah-muntahan elo, gue cuma jadi body guard elo bukan baby sitter, okay!” dikatakan dengan lembut tapi akhirnya menusuk dan tidak tepat sasaran, aku nggak ngambek gara-gara hal setolol itu.
          “Aku kangen papa” kataku lemah, dan mulai mengangkat wajah. Kupikir Raken akan tertawa, tapi entah mengapa dia malah menarik sehelai tissue dari kotaknya yang berada di atas meja rias, dan menghapuskan air mataku. Dia berlutut di hadapanku, memelukku dan membiarkanku menangis di bahunya.
          “Jangan bilang kalo aku jelek ya…” kataku dalam sela isak tangisku.
          “Elo akan selalu jadi gadis paling cantik, asal elo berhenti nangis”
          “Thanks” Aku menghapus air mataku, memberinya senyum, dan baru menyadari bahwa Raken terlihat luar biasa charming saat ini. Dia mengenakan tuxedo hitam, rambut kriwil lembutnya disisir kebelakang dan diikat, dia seperti cowok-cowok tampan dalam film mafia Italia.
          “Siap berpesta?” tanyanya?
          “Boleh telpon balik lagi stylist-ku?”
          Raken tertawa mengejek, ya aku memang selalu merepotkannya.
***
          Kupikir semuanya sempurna, pihak EO sudah mempersiapkan segalanya dengan matang, konsep dan segala detailnya. Akan ada red carpet session, tempat tamu akan serasa seperti bintang Hollywood sebenarnya, lengkap dengan host dan para fotografer professional. Di sana, nantinya akan dibacakan tentang siapa si tamu, bergaya seperti apa, menggunakan gaun rancangan siapa, siapa yang bersamanya, yeah bisa dikatakan kami sedikit  meminjam konsep “debut party” di sini tapi di sajikan secara lebih glamour dan modern, dan ditambah sentuhan ala Hollywood saat para tamu berada di red carpet Annual Golden Globe Award.
               Kupikir akibat kerinduan melankolisku pada papa membuatku terlambat untuk berpesta. Tapi begitu pintu Limousine dibukakan driver dan Raken menggandeng tanganku, tak terasa sama sekali hysteriapesta di sana. Masih ingat cowok yang memandang Raken dulu, seakan dia adalah Daging Sapi Panggang Lada Hitam? Pria itu menatapku dengan pandangan pucat pasi.
               Dia nyaris tak bisa berkata-kata, yang kutangkap hanyalah bahwa bibirnya membentuk kata DIS-SAS-TER!!!
               Aku tak yakin apa maksudnya, sampai aku masuk ke ballroom dan tak melihat siapaun di sana, selain orang-orang EO yang sibuk mondar-mandir, DJ, waiter and waitress, dancerdan tujuh personel boyband gagal, yang terlihat sibuk latihan. Aku memandang Raken, Raken mengangkat bahunya, kupikir pesta ini memang sebuah bencana. Sebuah pesta walau segalanya sempurna, tapi tanpa teman-teman yang menjadi tamunya, apa artinya?.
               Aku tersenyum pahit menyalahkan diri sendiri, dan betapa bodohnya aku, pendekatanku salah dalam menarik perhatian teman-teman. Mungkin papa benar, kehidupan nyata ini sangatlah egois dan kejam. Bukan saatnya menagis lagi. Aku memandang para personel boyband dan satu persatu datang menghampiriku.
               “Aimee bikin party juga malam ini” kata mereka dengan wajah menyesal.
               “Pool party di rumahnya, lebih seru, dengan alcohol, drugs dan seks” Si cowok berambut Dreadlock bicara “sejenis pesta saat orang tuamu tak ada dirumah” tambahnya lagi.
               “Kita tak bisa menyelamatkan party ini” kata yang lainnya dengan sedih.
               “Hey…kata siapa?” Raken berbicara dengan tegas dan meyakinkan.

                   Dia menggenggam tanganku. Aku tau dia ingin menguatkanku. Dalam hati aku ingin mengucapkan terima kasih, di saat begini, aku sangat membutuhkan seseorang yang mengerti.
               “Bisa kita lanjutkan pestanya?” Raken manatap setiap orang yang tersisa di sana yang jumlahnya tak sampai lima puluh orang. Dia mengangguk pada DJ yang mulai memainkan turn table-nya. Para waiterdan waitress semua turun ke lantai dansa, termasuk crew EO dan para personel boyband. Mereka semua terlihat gembira. Aku bahagia bersama mereka. Tapi, aku hanya ingin menikmati keceriaan mereka dari sini, dari kursi bar sambil menyesap sparkling wine yang dituangkan oleh bartender yang berwajah manis. Raken tak melarangku, tapi malah menemaniku duduk di sana.
               “Mereka menikmati pestanya” bisikku pelan, tak terdengar meyakinkan, dan tak sampai ke telinga siapun. Tapi aku tau mereka menikmatinya karena kulihat si bartender yang manis itu tersenyum dan bergoyang seirama musik dansa yang di-mix dengan disco electric, sebuah lagu lama dari film Grease kurasa. You Are The One That I Want.
               Mereka memang terlihat gembira, walau tak ada tamu dan teman-teman lainnya dari sekolah, tapi…ya sudahlah.
               Tiba-tiba saja musik terhenti dan spotlight mengarah padaku dan Raken, lalu suara-suara lembut terdengar dalam nada yang indah, para personel Boyband itu menepati janjinya akan menyanyikan lagu soundtrack film romantis. Raken menatapku, mengulurkan tangannya, aku menyambut tangannya, dia mengajakku ke lantai dansa. Aku megikutinya.

You're in my arms
And all the world is calm
The music playing on for only two
So close together
And when I'm with you
So close to feeling alive


          Itu suara Jon MacLaughlin, aku tau lagunya, lagu yang berjudul So Close.



A life goes by
Romantic dreams must die
So I bid mine goodbye and never knew
So close was waiting, waiting here with you
And now forever I know
All that I want is to hold you
So close

          Raken menatap mataku, aku suka pancaran sinar matanya, kadang teduh, kadang berbinar ceria, kadang menakutkan, kadang khawatir, tergantung apa yang terjadi padaku, dia tersenyum padaku, kali ini senyum yang memperlihatkan deretan giginya putih dan rapi. Tangannya berada di pinggangku, dan tangan lainnya menggenggam tanganku, memberanikan diri, tanganku yang bebas kuletakkan di bahunya.Dalam radius sedekat ini, Aku bisa mencium aroma tubuhnya yang searoma coklat panas yang manis dan nikmat.

[ Lyrics from: http://www.lyricsmode.com/lyrics/j/jon_mclaughlin/so_close.html ]
So close to reaching that famous happy ending
Almost believing this one's not pretend
And now you're beside me and look how far we've come
So far, we are, so close

How could I face the faceless days
If I should lose you now? 

          Aku tak ingin memikirkan yang lainnya sekarang, tak peduli dengan pestaku yang berantakan, tak peduli dengan ketidakhadiran teman-teman, yang harus kulakukan hanyalah menikmati malam.

We're so close
To reaching that famous happy ending
Almost believing this one's not pretend
Let's go on dreaming for we know we are

          “Bolehkah?” bisiknya.
          “Apa?” tanyaku.
          “Menciummu?”
          Tak kujawab hanya mengangguk, dalam mata terpejam, aku merasakan lembut jarinya menyentuh pipiku, aroma nafasnya yang seharum mintterasa sangat dekat dan rasa manis yang tak pernah kurasakan sebelumnya kini terasa di bibirku yang sedikit terbuka. My first kiss. My true love kiss.

So close
So close
And still so far

          Ada suara tepukan tangan yang tak ingin kami hiraukan, aku hanya ingin menikmati waktu yang sekarang berjalan melambat.
          Thank You” bisik Raken.
          Aku tak menjawab, hanya mempererat genggaman tanganku di tangannya. Ada perasaan lainnya sekarang, kebahagian yang begitu besar seakan dunia tak pernah merasakan kepedihan.

Bersambung…


0 comments

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© 2011 Evo Sastra
Designed by Evo Sastra
..
Back to top