(Adrian)
Takkan pernah sama rasanya
Kehangatan abadi itu, memang datang dari hati
Aku pernah ingin menukarkan seluruh milikku untuk sesuatu yang berharga dalam ruangan mungil dan hangat ini. Aromanya masih terasa familiar dan selalu membuatku mendapatkan rasa damai yang nyaman. Senyum itu masih seramah dulu, menyambutku.
“Anakku” bisiknya lembut dan memberiku pelukan hangat nan nikmat “Adrian” Bagaimana bisa dia mengenaliku?
Aku menatapnya dengan tak percaya, dia masih berdiri di sana. Secantik dan sebijak dulu. Raut muka lembutnya membuatku menyesali segala hal buruk yang pernah kulalui. Dia mengabaikan tatapan penuh tuntutan atas pertanyaanku. Bagaimana bisa dia mengenaliku, sebagai diriku sendiri? Tak ada yang pernah tau bahwa kami adalah dua orang berbeda.
Dia sibuk menyiapkan penganan kecil, aku bisa menebak dari wanginya yang sangat kuingat jelas; teh melati juga kue kering kelapa jahe bikinannya sendiri.
“Seorang ibu takkan pernah melupakan anaknya, masih teringat jelas ketika kamu melakukan banyak kenakalan agar mendapatkan hukuman? Dan berakhir di ruangan ini, dengan sebuah pelukan hangat?” dia tersenyum “Kenakalanmu berarti satu hal, bahwa kau merindukan pelukan hangat ibumu. Kemari nak, ibu juga merindukanmu.”
bersambung...
bersambung...
0 comments