Puisi Sitok Srengenge, 1988



Duka kadang datang bersama gerimis dan hawa dingin

Kemiskinan bagai belenggu, tak semua orang mampu beranjak



Nasib seganas godam yang menghantam pelipis kaum lemah

Mereka yang tak tahan, memilih mati dengan cara lain



Maut menyamar sebagai peri ayunan

Merengkuh dan menimang sampai kita hilang ingatan



Lalu gerimis menjadi metafora yang klise

Mewakili airmata dan siklus kesedihan



Aku atau kau, siapa pun yang tinggal, menggigil dan kesepian

Sejenak. Tak lebih lama dibanding kenangan hawa dingin



1988

0 comments

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© 2011 Evo Sastra
Designed by Evo Sastra
..
Back to top