Marni, 35 th, berkerja sebagai PRT di komplek perumahan kota. Demi menghidupi dan merawat ke dua anaknya, Yati, 10 th. dan Yani, 7 th, ia rela melakukan Pekerjaan itu. Dan Sudah berlangsung selama lima bulan. Karena tak memiliki ketrampilan lain sebagai PRT menjadi jalan satu satunya untuk mempertahankan hidup dan anak anaknya. Ia lakukan semua itu setelah ditinggal suaminya menikah dengan perempuan lain. ''saya tidak rela kalau mas kawin lagi. Dan kalau tetap memaksa lebih baik ceraikan saya. Anak anak ikut saya.'' ucap Marni penuh kemarahan. Hingga akhirnya Jupri tetap dengan keinginannya. ''baiklah kalau itu maumu. Aku akan ceraikan kamu. Anak anak ikut kamu.''
Kebutuhan sehari hari dan biaya sekolah Yati dan Yani semakin lama bertambah. Apalagi BBM tambah mahal bahan pokok juga ikut mahal harganya. Yati yang baru kelas 3 SD saja sudah banyak mengeluarkan pembayaran ini itu. Bayar semester lah. Beli buku baru. Iuran sekolah dan lainnya. Belum uang sakunya. Yani yang sudah mulai masuk TK juga dimintai pembayaran ini itu. Dan sebagainya. Dan seterusnya. Beban tiap harinya membikin benak Marni tidak enak. Ia berfikir mencari pekerjaan lain di luar PRT. Gaji 500 per bulan dipaksakan cukup untuk makan dan biaya sekolah anak anak. Belum lagi keperluan keperluan mendadak seperti hajatan atau mendatangi undangan perkawinan.
''Marni, mulai besok senin sampai minggu kamu tidak usah kerja dulu,'' kata majikannya.
''Kenapa tuan, apa tuan sudah tidak butuh lagi saya bekerja di rumah tuan? Tanya Marni.
''Bukan itu maksudku. Saya akan pergi liburan ke Bali selama satu minggu. Jadi kamu libur dulu kerjanya,'' jawab majikannya.
''Ooo.... Gitu to tuan. Iya saya ngerti tuan.''
Di sela liburan kerja adalah kesempatan Marni memburu pekerjaan baru. Lalu, Ia berkeliling mencari pekerjaan. Sudah beberapa kantor disinggahi dan ditanya ada lowongan kerja atau tidak. Tetap saja hasilnya nihil. Dan tidak ada pekerjaan yang cocok karena Marni memang tak memiliki ketrampilan selain PRT. Sekolah saja hanya lulus sampai SD sedangkan pekerjaan yang didapatinya mensyaratkan minimal lulusan SMA. Jadi mana bisa dapat pekerjaan. Akhirnya Marni pulang ke rumah setelah seharian berkeliling tak ada hasil.
Setelah lewat dua hari ada yang bertandang ke rumahnya. Dua orang laki laki yang berpakaian rapi dan bersepatu hitam. Mereka berniyat menawarkan pekerjaan.
''Begini buk, kami dari PT swasta. Kebetulan kami butuh seseorang seperti ibuk untuk melengkapi pekerjaan yang sekarang ini masih kosong.'' kata salah satu dari mereka dengan penuh basabasi.
''Saya kurang mengerti. Maksud bapak apa ya. Kok tibatiba menawarkan pekerjaan,'' ucap Marni penasaran.
''Sebenarnya ada visa kerja di timur tangah, Arab Saudi, sebagai TKI. Gaji lumayan gede. Kalau dirupiyahkan bisa mencapai tiga juta.'' ujarnya dengan penuh keyakinan.
Setelah berfikir dan mempertibangkan berbagai hal dengan keluarga, Marni menerima tawaran tersebut.
Pekerjaan jadi PRT di komplek perumahan pun ia tinggalkan.
Persyaratan administratif sudah dipenuhi semua. Setelah di medical hasilnya fit. Pembayaran uang sebesar sembilan juta sudah disanggupi. Proses paspor juga sudah selesai. Tinggal menunggu hari dan tanggal pemberangkatannya kurang tiga hari lagi. Akhirnya dua bulan di PT Marni bisa berangkat juga.
Sebelum berangkat ke Jakarta Marni sudah berpamitan pada keluarga dan tetangga tetangganya. ''Buk, titip Yati dan Yani. Tolong sekolah mereka agar tetap berlanjut,'' pesan Marni sambil sesenggukan tak kuasa menahan tangisnya. ''Ya, pasti ibuk jaga dan perhatikan. Mereka kan cucu cucu ibuk. Semoga kamu sukses di sana dan pulang dengan selamat '' ''Amin. Terima kasih buk.''
Para tetangga ikut mendoakan dan juga pesan oleholeh . ''Semoga sukses Marni.'' ''Jangan lupa korma dan air Zam Zam.'' ''oya akik juga.'' ''jangan lupa didoakan kalau Ziarah ke Mekkah.'' dan seterusnya. Dan sebagainya.
Akhirnya Marni sampai di bandara Riyad Arab Saudi. Duduk di ruang tunggu penjemputan TKI. Dua jam lamanya baru majikan datang menjemput. ''Ahlan wa sahlan,'' kata majikan dengan nada gembira. Karena tak mengerti betul berbicara bahasa arab, Marni hanya diam dan ikut majikan menuju rumahnya.
Sekilas Marni berkata dalam hati saat memasuki kamarnya dan duduk di tampat tidur; ''wah kayaknya majikan baik.''Kebutuhan alat mandi lengkap. Baju abaya perempuan sudah ada. Makanan juga sudah siap. Diberikan uang 200 riyal. Istirahat satu hari setelah itu kerja sesuai perjanjian kerja (PK).
Setelah satu bulan Marni merasa senang. Pekerjaan lancar. Majikan tidak ''gerger katsir'' alias rewel. Tidak ''za'lan'' alias marah. Ketika Marni kangen ingin telfon anak anaknya, ia memakai telfon rumah majikan. Semua berjalan lancar dengan baik. Mulai dari mencuci pakaian dan menyetrikanya. Mengepel lantai dan bersih bersih dapur. Belum lagi memasak buat majikan dan keluarganya. Pukul sepuluh malam Marni sudah bisa istirahat di kamarnya.
Rupanya pekerjaan yang dianggap lancar lancar saja oleh marni tidak lama berlangsung. Setelah satu bulan ke depan ada saja alasan majikan untuk memarahi Marni. Omelan yang diucapkannya hampir nama seluruh hewan di kebun binatang pun ditujukan kepada Marni. Telat menghidangkan makan padahal tidak terlambat. Tidak rapi menyetrika baju. Ngepel kurang bersih. Lebih parahnya lagi setiap kaca jendela dan pintu disuruh membersihkan hingga ke sela selanya. Rumah yang bertingkat tiga sungguh melelahkan bagi Marni mengerjakan semua itu. Pekerjaan yang dianggap sesuai perjanjian berubah menjadi ketidak teraturan. Mulai setelah sholat subuh hingga pukul 12 malam pekerjaan marni baru selesai.
Apa daya Marni selain mengeluh pada diri sendiri. Tidak banyak yang ia bisa lakukan karena tidak bisa keluar dari rumah majikan. Setiap pintu dikunci. Pernah diam diam Marni telfon kepala kantor perwakilan PT di Riyad dengan mengadukan berbagai keluhannya. Justru jawaban kurang enak yang didapatinya.
''Kalau kamu ingin kerja enak jangan ikut orang. ibu sabar dulu, nanti juga akan baik baik saja'' kata kepala PT.
''Tapi saya tidak kuat diperlakukan seperti ini pak.'' keluh Marni di telfon. Ia melanjutkan, ''kalau diperlakukan secara manusiawi, saya masih terima tapi jika di luar kamanusian apa bapak bisa terima?
Tetap saja jawaban klise dari kepala PT ''sabar bu, nanti kami akan hubungi majikan ibu Marni.''
Setelah satu minggu menunggu kabar dari PT tidak ada berita bahwa pernah ada yang menghubungi majikan Marni. Dalam hati marni berkeinginan telfon ke PT lagi untuk konfirmasi tapi rasa takut ketahuan majikan yang menghalanginya untuk melakukannya. Begitu juga ia ingat perlakuan PT yang tidak kooperatif bikin segala hal harus diterima dan dijalani dengan tabah. ''Saya harus kuat. Hanya dua tahun kontrak. Saya pasti bisa melewatinya. Di rumah masih ada anak anak yang butuh biaya sekolah,''bujuk marni pada dirinya sendiri.
Perlakuan majikan dan keluarganya kepada Marni semakin tidak baik. Anak laki laki majikan, Kholid, yang berusia 28 tahun ternyata diam diam berhasrat kepada Marni. Suatu hari di malam hari penghuni rumah, majikan dan anak anaknya pergi ke tanah lapang guna menikmati ''Qahwa'' kopi arab dan makan bersama. Kholid yang kebetulan balik ke rumah dengan alasan hp tertinggal, sudah tahu kalau Marni ada di rumah. Hampir saja kehormatan marni terenggut untung cepat cepat dia kunci pintu kamar ketika Kholid berusaha masuk ke kamar Marni. Hal ini tidak diceritakan marni ke majikannya khawatir akan terjadi fitnah.
Marni tak kuasa lagi. Ia berniyat ingin kabur dari rumah majikan tapi bingung bagaimana caranya. Tangah malam marni menunaikan sholat malam dan memohon pertolongan kepada yang Kuasa agar diberikan kesabaran dan kekuatan dalam menghadapi semua ini. Terselamatkan dari hal hal buruk. Di sela kesedihannya ia teringat pesan temannya waktu di PT. ''Apa pun yang terjadi di sana jangan sampai kamu kabur dari rumah majikan. Justru resiko lahir batin yang akan kaudapatkan. Jalani saja sampai kontrak selesai.''
Pada akhirnya dengan segala hal yang dialami Marni kontrak dua tahun sudah dijalani. Kini ia kembali ke tanah air. Marni berfikir sesampai di bandara masalah sudah terselesaikan dan kembali ke kampung dengan tenang dan lancar. Saat Marni mengambil tas kemudian menuju pintu keluar sudah dihadang oleh calo calo yang rakus dengan uang. Ia digiring naik Travel dan di tengah perjalanan Marni dimintai uang transport 300 ribu. Marni berusaha menawar tetap saja si calo tidak mau. Uang 300 ribu terpaksa dikeluarkan.
Kini di rumah Marni usaha toko kecil kecilan berjualan sembako. Dan menghabiskan hidupnya dengan anak anaknya tercinta. Pengalaman yang berharga menjadi cambuk bagi Marni untuk menjalani kehidupan ini dengan penuh kesabaran dan bekerja keras. Ia juga aktif dalam kegiatan sosial di kampungnya.
0 comments