malam larut Merembulan di kedua bahunya
: jilal, ah.., jilal
jakarta menggemerlap di matanya
bukubuku tertata rapi di benaknya
sajaksajak mengesumba di hatinya
lukisanlukisan mewarniwarna di dadanya
tarian dan jazz menjelita di langkahnya
aku, sepandangdua, membiar diri terpesona
mengiklaskan malam dan ruang
leleh riang berjarak dengan bimbang
sampai bahkan cahaya dan kesedihan
yang sebelum ini tak pernah bisa kusatukan
: tergelak berbarengan
tak ada kopi dalam tiap pertemuan kami
hanya air bening dalam botol
tapi itu sudah bikin semua njauh dari mimpi
dan terhindar dari gurauan tolol.
sesekali tiap seperempat jam
aku ingin merokok
tapi ia berkata, “jangan Kejam
tunggu sampai ayam berkokok.”
lalu ia terbatuk,
sentakan di bahu menghardik kantuk.
malam
makin malam.
benarbenar malam.
ia belum juga pejam.
bahkan tak tampak pengin diam.
oh, senan bisa bertabik
dengan orang baik
di kota yang penginnya mencabik.
0 comments