KERETA
Sendiri di stasiun tugu
Entah siapa yang ia tunggu
Orang-orang datang dan lalu
Ia cuma termangu
Sepasang orang muda berpelukan
Seolah memeluk harapan
Ia mendesis,
Serasa mencecap dusta yang manis
Kapankah benih kenangan pertama kali tumbuh,
Kenapa ingatan begitu rapuh?
Cinta mungkin sempurna
Tapi asmara sering merana
Ia tatap rel menjauh dan lenyap di dalam gelap
: dimana ujung perjalan kapan akhir penantian?
Lengking peluit,roda roda besi berderit,
Tepat ketika jauh di hulu hatinya terasa sisa sakit
Andai akulah gerbong kosong itu
Akan kubawa kau dalam seluruh perjalananku
Diantara orang berlalang-lalu
Ada masinis dan para porter
Diantara kenanganku dengamu
ada yang berpangkal manis berujung getir
cahaya biru berkelebat dalam gelap
kunang-kunang di gerumbul malam
serupa harapanku padamu yang lindap
tinggal kenang timbul tenggelam
dua garis rel itu, seperti kau dan aku
hanya bersama tapi tak bertemu
bagai balok-balok bantalan tangan kita bertautan
terlalu berat menahan beban
di persimpangan kau akan bertemu garis lain
begitu pula aku, kau akan jadi kemarin
ku kenang sebagai pengantar esokku
mungkin kita hanya penumpang
duduk berdampingan tapi tak berbincang
dalam gerbong yang beringsut keperhentian berikut
mungkin kau akan tertidur dan bermimpi tentang bukan aku
sedangkan aku terus melantur mencari mata air rindu
tidak, aku tahu, tak ada kereta menjelang mata air
mungkin aku petualang yang (semoga tak) menganggapku tempat parker
kita berjalan dalam kereta berjalan
kereta melaju dalam waktu melaju
kau aku tak saling tuju
kau aku selisipan dalam rindu
jadilah masinis bagi kereta nasibmu
menembus padang lembah gulita
tak perlu tangis jika kita sua suatu waktu
sebab segalanya sudah beda
aku tak tahu kapan keretaku akan letih
tapi aku tahu dalam buku harianku
kau tak lebih dari sebaris kalimat sedih
0 comments