Tentangmu: 2 Januari 2012
Halo, Tuan. Kita bertemu lagi di 2 Januari. Tanggal yang cukup penting bagiku, namun belum tentu penting bagimu. Ini sudah menjadi tradisi, sejak tiga tahun yang lalu. Tradisi semacam apa? Ya, seperti ini, aku senang menulis tentangmu berulang-ulang setiap tanggal 2 Januari. Sebagai pengingat bahwa dulu kita pernah berkenalan dan sempat dekat.
Cin... cino! Matamu yang sipit dan wajah orientalmu adalah potret yang tidak pernah aku lupakan. Bukan menjadi sesal, tapi sangat disayangkan jika selama tiga tahun ini, kita tak pernah begitu saling tahu, apalagi bertemu. Beberapa kali aku sempat mampir di kotamu, menikmati udara yang berembus manis di sana, berjalan-jalan ke daerah Malioboro— dekat dengan rumahmu.
Sungguh, kita sangat nyaman dengan ketidakjelasan seperti ini. Dulu, dulu sekali, beberapa tahun yang lalu, kedekatan kita adalah hal yang tak ingin aku sia-siakan. Bisakah manusia kecil seperti aku melawan kehendak Tuhan? Aku tidak sekuat itu. Perpisahan kita, yang terjadi tanpa dugaanku sebelumnya, tiba-tiba saja hadir. Kita, yang dulu adalah kutub selatan juga utara, yang saling tarik-menarik dan berdekatan, tak lagi punya alasan untuk berjalan sama-sama.
Tuan, aku sungguh tak percaya, hubungan kita yang berjalan singkat ternyata masih begitu melekat dalam ingatanku. Aku juga tak paham, mengapa sosokmu yang sempat begitu akrab di otakku telah berubah menjadi sosok yang tak lagi kukenal. Memang tidak ada kata pisah. Tidak juga ada ajakan untuk menyatukan aku dan kamu menjadi kita. Tapi, segalanya yang telah kulakukan bersamamu membawa kejutan dan kenangan tersendiri bagiku, entah bagimu.
Bolehkah aku bercerita tentang awal pertemuan kita? Mungkin, jika kamu menyempatkan diri untuk membaca, kamu akan bosan mendengar ceritaku. Pertemuan kita diawali dari sapaan terpendek di dunia, “Hai.” Cukup tiga huruf, dan itulah awal sederhana yang mengubah hidupku dan hidupmu. Sapa yang kulayangkan dari chat facebook itu berbuah balasan darimu. Sapaan iseng itu mengantarkan kita pada satu titik, titik ternyaman saat kita saling berkenalan. Aku mengetahuimu. Kamu juga mengetahuiku. Meskipun semua hanya maya, meskipun tak nyata, meskipun hanya lewat tulisan; kamu berbeda dan aku suka.
Kamu adalah veteran dari SMP Stella Duce dan juga veteran di SMA Kolese De Britto. Aku tahu kamu tidak nakal, Tuan. Kamu gigih dan selalu berjuang untuk yang ingin kauperjuangkan, tapi entah mengapa kautidak memperjuangkanku? Apa aku tak layak untuk diperjuangkan? Sudahlah, lupakan! Semua sudah lewat dan pertemuan kita harusnya bukan menjadi hal yang harus kusesali. Aku masih mengingat tentangmu. Tentang dedikasimu untuk PSS Sleman, kamu membuat kaos sebagai wujud kepedulianmu terhadap tim kesayanganmu. Kamulah yang berteriak lantang di depan para supporter Macan Demangan ketika DBL dimulai.
Waktu kita berkenalan, kamu masih SMA. Masih bersama kekasihmu yang dulu, yang seringkali kauceritakan padaku. Kamu... pria yang selalu lupa makanan apa saja yang masuk ke dalam mulutnya. Anak IPA berjiwa IPS. Pecinta Arsenal, penyuka PSS Sleman, penggemar Macan Demangan. Pria yang tak pernah mengeluh sakit dan selalu menggunakan infus untuk meredam nyeri. Keeper yang tak pernah sekalipun penampilanmu ditonton oleh wanita yang kaucintai. Kocak. Humoris. Supel. Dan, katanya, kamu seringkali membawa wanita berbeda ketika ada suatu acara di sekolahmu. Ah, Tuan, mengenai ini hanya soal gosip saja, tapi aku percaya kautidak seperti kata orang. Aku memercayaimu. Dan, apakah yang tidak kuketahui mengenai kamu?
Tuan, sudah tiga tahun, 2 Januari 2010 memang sudah terlewat. Aku juga sudah berubah, kamu juga sudah pasti berubah. Kenangan kita, hari-hari kita, segala yang terjadi di antara kita pasti sudah berubah. Kamu mungkin sudah melupakanku, melupakan setiap detail diriku yang pernah kuperlihatkan padamu. Segalanya pasti sudah berubah, Tuan. Tapi, kenangan tetap sama, meskipun orang-orang yang mengingatnya tak lagi sama.
Dulu, kita masih SMA. Sekarang aku dan kamu sudah merasakan bangku kuliah. Dulu, kita begitu dekat. Sekarang, kita bahkan tak saling kenal. Logiskah jika kamu yang tak pernah kutemui secara nyata bisa menyita perhatianku hingga sejauh ini?
Tuan, maafkan aku jika aku masih mengingatmu, masih ingin bercerita tentangmu, dan masih mengingat yang terjadi sewaktu kita masih bersama. Aku tahu ini semua salah, tapi menurutku bercerita tentangmu bukanlah hal yang salah.
Sekali lagi, selamat 2 Januari, Tuan.
Bersemangatlah di jurusan Hukum Universitas Gajah Mada yang sedang kautekuni.
Tiba-tiba, aku merindukanmu.
0 comments