KISAH CINTA ABDULLAH DAN KIARA
/1/
Ditatapnya foto itu
Kekasih yang begitu dicintainya,
Namanya Kiara
Seorang gadis Nasrani yang taat
Kiara yang senantiasa mengimbangi pemikirannya yan liar
Diambilnya satu foto lagi,
seorang gadis cantik berjilbab, pilihan orang tuanya
Anak semata wayang sama dengan dirinya
Ayahnya satu profesi dengan ayah Abdullah,
Guru agama
Dia juga sahabat Abdullah, sekelas ketika di Madrasah
Namanya Siti Zulaeha, panggilannya Zulaeha
Sang ibu pasrah dengan pilihannya
Meskipun demikian Abdullah, nama lelaki itu
Sering mendengar ibunya menangis dalam keheningan malam
Lamat-lamat, terdengar ibunya membaca ayat-ayat suci,
sambil sesekali terisak-isak
Abdullah anak semata wayangnya,
Begitu melukai hati keluarganya
Abdullah, Kiara, dan Zulaeha saling mengenal
Mereka kuliah di kota yang sama
Abdullah dan Kiara satu almamater, tapi beda jurusan
Sedangkan Zulaeha masuk perguruan tinggi Islam,
IAIN, sebuah institut ternama
Persahabatan ketiganya,
Satu yang tidak dipahami oleh orang tua Abdullah,
Semakin menambah masalah
/2/
Teringat oleh Abdullah,
pertama kali mengenal Kiara
Ketika SMP
Dia yang datang terlambat,
Dihukum untuk belajar di perpustakaan
Baginya tidak ada masalah,
Ketika saat masih di MI pun buku-buku perpustakaan habis dilahapnya
Bahkan buku-buku bacaan untuk guru,
“Tuhan itu sudah mati,” kata Nietzsche
“Tuhan adalah satu-satunya yang tidak pernah lelah mendengarkan manusia,” lanjut Kierkegard
Itu kata-kata yang masih diingatnya, meski waktu itu tidak dipahaminya[i]
Dan ketika dewasa kata-kata itu menjadi bagian dari hidupnya
Abdullah baru menyadari,
Perkenalan dengan Kiara, seorang gadis yang rambutnya dikepang dua,
Membawanya pada dunia remaja yang indah
Waktu itu gadis, itu sedang menekuni bacaannya,
Di Bawah Lindungan Ka’bah, judul buku itu[ii]
“Wah, seleranya luar biasa,” pikir Abdullah
Setelah berbincang,
Abdullah baru menyadari bahwa gadis itu Nasrani
Di perpustakaan bukan karena dihukum,
Tiada guru yang mampu mengajarkan agama bagi non muslim
Setiap ada pelajaran agama,
Di situlah dia menghabiskan waktunya[iii]
/3/
Persahabatan dengan Kiara berlanjut,
Keduanya makin tak terpisahkan
Hobi membaca berbagai buku telah mengikat mereka
Beberapa kali Kiara pun berkunjung ke rumah Abdullah
Ibu Abdullah, bahkan menganggapnya seperti anak sendiri
Bagi ibu Abdullah, Kiara seorang anak yang cantik, rajin, dan sangat sopan
Tak jarang, Kiara membantu memasak
Ataupun ikut belanja di pasar
Bagaimana dengan keluarga Kiara?
Kiara tinggal dengan ibunya semata
Sang ibu bebas membiarkan anaknya bergaul
Tanpa membatasi dengan teman seagamanya
Sebagai penganut agama minoritas, dia menyadarinya
/4/
Perpisahan itu terjadi
Selepas dari SMP, Kiara pindah kota
Abdullah melanjutkan di SMA, dan selanjutnya kuliah di universitas
Entah sudah menjadi garis Ilahi
Seminar “Toleransi Antar Kehidupan Beragama” mempertemukan mereka
Abdullah tercekat
Seorang gadis cantik berdiri dengan lantangnya
“Aku bangga sebagai orang kristen. Kristus mengajarkan kasih untuk sesama.”
Sontak semua mata tertuju padanya.
Peserta seminar yang rata-rata mahasiswa muslim terbengong-bengong..
“Huuuuuuu…!”
“Omong kosong. Bagaimana dengan praktek kristenisasi. Membagikan sembako bagi orang-orang miskin. Penyebaran agama secara tidak beretika seperti itu..bagian dari kasih kristus!” bantah yang lain[iv]
Peserta lain ramai bertepuk tangan.
Demikian juga Abdullah.
Meski dengan tepuk yang berbeda
Selepas acara itu selesai,
Kiara….
tergetar dia memanggil
Kiara menatapnya. Senyumnya melebar
Mereka masih mengenal dengan baik.
Berbeda dengan dulu..
Kini mereka telah sama-sama dewasa
Pikiran mereka jauh berkembang
Pencarian makna hidup merubah pandangan mereka
Tentang cinta, agama, dan Tuhan
Sebagai aktivis mereka banyak bergelut dalam pemikiran[v]
Kedewasaan tersebut ternyata menjadi masalah baru
Dulu kebersamaan bermuara pada persahabatan
Kini mengarah pada cinta dan kemanusiaan
Sapere Aude[vi]
Itu motto mereka
Pikiran mereka menjelajah menembus batas
Seperti kekuatan cinta mereka alami
Berdiskusi banyak hal
Perpustakaan
Warnet
Toko-toko buku
Seminar-seminar
Menjadi tempat favorit,
Untuk pencarian diri
Namun ketika ada pertanyaan
Pilih agama atau cinta?
Bisakah cinta menyatukan dua agama yang berbeda?
Berbagai buku dibaca
Kajian-kajian kontemporer dibabat habis
Merenung…
Menggali..
Namun tetap tiada kepastian..
Meski cinta kita tetap membara
Tuhan yang menganugerahkan cinta ini
Dan Tuhan yang akan mencarinya jalan keluar
Itulah pemikiran mereka
Inilah ikon perdamaian
Inilah simbol kebebasan
Dukung yang pro
Inilah liberalisme tanpa tahu moral dan etika
Itu bagi yang tidak suka
Dan di kota yang sama pula,
Abdullah bertemu dengan gadis muslimah, temannya dulu
Siti Zulaeha
Sebagai sahabat waktu kecilnya, Siti Zulaeha salah satu yang menyadari
Cinta mereka sulit terpisahkan
Meski Zulaeha mengagumi Abdullah
Kedewasaan berpikirnya tidak mengalahkan perasaannya
Apalagi dia juga sibuk dengan kuliahnnya
Satu hal menyadari sebagai perempuan dari desa
Di sisi lain bisa melepaskan banyak hal sebagai penulis berbagai tema
Namun,
Bukan berarti Zulaeha tidak bisa menghilangkan pikiran tentang Abdullah
Ketika pulang, dan bertemu dengan ibu Abdullah
Zulaeha bercerita tentang pertemuan dengan Abdullah
Dan sempat berharap agar Abdullah untuk berjodoh dengannya
Jodoh ada di tangan Tuhan
Begitu keyakinan Zulaeha
Sama seperti keyakinan Abdullah dan Kiara
Tapi satu kesalahan yang terjadi…entahlah
Ibu Abdullah tidak mengetahui hubungan cinta anak semata wayangnya
/5/
Bom waktu itu meledak
Acara wisuda
Mempertemukan keluarga Abdullah dan Kiara
Kisah cinta mereka terungkap
Ayah Abdullah tak berkata apa-apa..
Waktu itu..hanya mengatakan ya dan iya,
Kiara kehabisan kata-kata untuk menyapanya
Berbeda dengan Ibu Abdullah
Yang seolah menemukan anaknya kembali
Dipeluknya Kiara dengan erat
Kiara meneteskan air mata
Urusan kuliah selesai
Di rumah
Berbagai nasehat memasuki telinga Abdullah
Sehina-hinanya seorang budak muslim lebih baik dari pada wanita kafir[vii]
Begitu kata ayahnya
Keturunan yang baik…
Ketentraman jiwa…
Keluarga sakinah…
Tidak akan terwujud dengan pernikahan antar agama
Begitu keyakinan ayah
Abdullah membatu
Nasehat-nasehat ayahnya tidak terdengar
Ibu pasrah,
Sang Ayah pun kehilangan akal
Akhirnya Ayah berkata
Urusan perkawinan bukanlah masalah kalian berdua
Tapi menyangkut masalah keluarga
Ada dua pilihan,
Pergilah dari rumah ayah
Atau
Ajaklah dia untuk menjadi muslimah sejati
Ibu menambahkan
Aku memahami perasaanmu
Aku pun sangat menyukai Kiara
Tapi untuk sebuah perkawinan
Jangan lakukan
Apakah Zulaeha, tidak bisa mengubah pikiranmu
Abdullah terdiam
Semua diam
/6/
Agama dan cinta
Dua hal yang indah..mengajarkan kedamaian
Agama berlandaskan atas cinta
Adalah agama yang tidak menyukai kekerasan, peperangan apalagi pertikaian[viii]
Seandainya semua orang bersaudara
Tanpa pandang suku, agama, dan ras
Tidak ada sentimen kelompok
Indahnya dunia ini
Tidakkah saling sadar..mereka sama-sama manusia
Abdullah merenung tiada henti
Tuhan menganugerahkan cinta
Cinta sejati
Yang sebagian orang dianggap cinta palsu
Cinta yang menjebak
Cinta yang membutakan iman
Cinta yang menimbulkan keragu-raguan
Cinta yang menimbulkan pertikaian keluarga
Cinta yang menimbulkan perpecahan
Ah, itu bukan cinta
bisik hati Abdullah
Aku harus menemuinya dan memutuskannya.
Berpamitan ia pada orang tuanya
Ayah dan Ibu melepas kepergiannya
Berharap semua akan berakhir
/7/
Kiara bersama ibunya
Bicara panjang lebar tentang Abdullah
Beranilah menanggung akibatnya..
Jika tidak…
Mundurlah
Ibu Kiara berkata lagi
Banyak harga yang harus dibayar
Dijauhi saudara
Penghianat agama
Kiara tersenyum,
Ibu tenang saja..
Aku dan Abdullahku akan menyelesaikannya
Mereka terdiam
Datang Abdullah
Diajaknya Kiara menuju taman kota
Melihat pasangan muda-mudi saling bercengkerama
Di bawah pohon beringin yang rimbun
Terlihat sepasang remaja berciuman
Kita bahkan belum pernah melakukannya
Bisik Kiara
Abdullah tersenyum
Itulah cinta kita … bukan dorongan nafsu belaka.
Itulah kekuatan cinta kita.
Malam itu mereka bicara banyak hal
Tentang cinta, keluarga, dan agama
Sama seperti perbincangan sebelumnya
Tidak ada kata sepakat..
Tidak ada keputusan
Biarlah cinta yang akan memutuskan..
Seperti apa besok
Kita nikmati hari esok dengan kedamaian..
Kita pasrahkan hidup ini atas kehendak cinta
/8/
Kehidupan terus berlalu
Pertikaian antar agama pun terus berlanjut[ix]
Berbagai diskusi
Seminar-seminar
Tidak bisa menghentikannya
Ironis
Banyak yang meneriakkan kedamaian..
tapi kerusuhan bertambah banyak
Terorisme merajalela….
Pembunuhan
Dan kejahatan-kejahatan lain
Atas nama agama
Dan di atas semua itu
Cinta Abdullah dan Kiara terus mekar
Perbedaan agama tidak bisa mengalahkan
Orang tua menjadi penghalang
Cemoohan keluarga..masyarakat
Menjadi bumbu bagi hubungan mereka
Benar-benar cinta tanpa batas seperti Romi dan Yuli
Yoko dan Bibi Lung[x]
/9/ Dua puluh tahun kemudian
Satu persatu orang-orang terkasih meninggalkan mereka
Orang tua Abdullah telah menghadap ilahi
Demikian juga dengan ibunya Kiara
Siti Zulaeha menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi..
Mempunyai suami yang setia dan 3 orang anak
Bagaimana dengan Abdullah dan Kiara?
Di hadapan pusara orang tua Abdullah
Membersihkan rumput-rumput
Berdoa bersama
Semoga mereka bahagia bersama
Dan sampai sekarang,
Abdullah dan Kiara masih menunggu jawaban yang pasti
Mereka menjalani hidup tanpa ikatan
Berjuang bersama-sama
Meneriakkan perdamaian
Di alam sana,
kedua orang tua Abdullah meneteskan air mata
Dengarlah anakku, mungkin Tuhan tidak meridhoi hubungan kalian berdua.
Tapi aku akan berdoa untuk kebaikan kalian
Persatukanlah cinta kalian dalam tali pernikahan
Aku menyerah dengan kekuatan cinta kalian
Ternyata kematian kami tidak bisa membebaskanmu.
Semilir angin menyejukkan jiwa keduanya…
Bergandengan tangan mereka keluar dari makam tersebut…
Inilah cinta kita
Purbalingga, 20 Agustus 2012
[i] Tokoh-tokoh eksistensialis yang dikenalkan dalam buku Berkenalan dengan Eksistensialisme oleh Fuad Hassa. Tokoh yang dikupasnya, yaitu Kierkegard, Nietzsche, Berdyaev, Sartre, dan Jasper. Agak mengherankan, buku seperti ini sudah beredar di sekolah tingkat dasar bersama-sama dengan buku Pengantar Heteronimia dari pengarang yang sama. Penulis menemukan buku tersebut sekitar tahun 1993 di sebuah madrasah ibtidaiyah (MI) di salah satu sekolah di Jawa Tengah.
[ii] Novel karya Hamka yang berjudul Di Bawah Lindungan Ka’bah menceritakan kisah kasih tak sampai antara Hamid dan Zainab yang terbawa sampai liang lahat. Zainab merupakan anak orang terkaya dan terpandang, sedangkan Hamid hanyalah berasal dari keluarga biasa dan miskin. Dengan keadaan seperti itu, Hamid pergi ke Mekah. Dengan berbagai masalah yang dihadapi, Hamid memutuskan untuk meninggalkan kota kelahirannya, pergi sejauh-jauhnya, akhirnya sampai di kota Mekah.
Zainab yang ditinggalkan hidupnya terasa hampa dan akhirnya jatuh sakit-sakitan. Akhirnya Hamid menyadari bahwa Zainab juga mencintainya. Tapi, semuanya telah terlambat. Kondisi Hamid di Mekah juga sering sakit-sakitan, . Di akhir cerita, mendengar kabar Zainab telah tiada, Hamid p menyusul Zainab. Ia menghembuskan nafas terakhirnya di bawah lindungan ka’bah.
[iii] Bentuk determinasi dalam pendidikan sekolah umum, yang tidak menyediakan guru agama yang sesuai dengan agama siswanya. Sekolah tidak mau repot atau mempermasalahkan kejadian tersebut. Dan kenyataannya, siswa yang tidak mendapatkan haknya itu pun tidak mempermasalahkannya. Nilai raportnya diperoleh dengan melihat kelakuaan keseharian dan tes akhir semester saja.
Pengalaman ketika di bangku universitas, penganut agama minoritas (non muslim) mahasiswa berbagai jurusan atau fakultas disatukan untuk mendapatkan mata kuliah agama sesuai dengan kepercayaannya.
Peristiwa ini juga bukan hanya terjadi di Indonesia, di Srilanka anak-anak Katolik terpaksa belajar pelajaran agama Budha sebagai alternatif untuk pelajaran agama Kristen. Pastor Ranjith Madurawala, ketua komisi pendidikan sekolah-sekolah Katolik di Keuskupan Agung Kolombo, yang juga bertemu dengan presiden, mengatakaan kepada ucanews.com bahwa bahwa untuk mengajar agama Kristen dibutuhkan segera 1.000 guru agama. Pelajar Katolik memiliki hak yang sama seperti para siswa lain untuk memperoleh pendidikan gratis dan mendapat pelajaran agama Kristen di sekolah negeri. http://indonesia.ucanews.com/2010/07/20/guru-diperlukan-untuk-mengajar-agama-kristen/
[iv] Berbagai cara dilakukan oleh misionaris untuk menyebarkan agama kristen, misalnya melalui pembagian sembako, pendidikan gratis, menikahi wanita Islam, liberalisasi ajaran islam dan sebagainya.
http://ipmimo.blogspot.com/2012/07/mengikis-fenomena-misionaris.html#
Disinyalir dengan perkembangan teknologi, proses kristenisasi pun marak dilakukan melalu internet melalui pemikiran-pemikiran yang merusak generasi muslim. http://aditya92-aditya.blogspot.com/2012/03/ketika-misionaris-mengenal-teknologi.html
Termasuk juga konten-konten yang sangat menghibur, seperti game online, pornografi, berbagai media sosial bisa dianggap sebagai jalan pengrusakan generasi muslim.
[v] Di kalangan mahasiswa, hal yang wajar menceburkan diri pada organisasi yang tumbuh di kampus. Organisasi yang berkembang di antaranya HMI, IMM, PMII, PMKRI, GMNI, LMNB, GMKI, dan lain-lain. Di organisasi-organisasi tersebut mempunyai pola-pola yang berbeda dalam melakukan perkaderan . Dan tidak jarang, terjadi persaingan antara organisasi-organisasi tersebut dalam merekrut anggota.
Setiap mahasiswa bisa langsung dicap dari organisasi yang diikutinya. Bagi yang kental NU akan masuk PMII, yang berpikir islamnya liberal masuk HMI. Meskipun HMI sendiri terpecah menjadi Dipo dan MPO. Untuk yang katolik masuk ke Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia disingkat (PMKRI) dan yang kristen bisa aktif di Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI).
Apapun organisasi yang diikutinya, bagi anggota yang aktif akan memperoleh banyak manfaat, baik dalam kematangan berpikir maupun kemampuan bersosialisasi dan berorganisasi.
Dan tidak jarang, timbul kesenjangan antara mahasiswa yang aktif di organisasi-organisasi dengan mahasiswa yang hanya kuliah semata. Bagi yang kuliah semata, menganggap bahwa para aktivis banyak membuat ricuh dan banyak beromong kosong. Sebaliknya, para aktivis menganggap mahasiswa “kuliahan” sebagai mahasiswa yang tidak peka terhadap masalah sosial dan kemanusiaan
[vi] Sapere aude dapat diartikan sebagai keberanian untuk berpikir. Istilah yang awalnya digunakan oleh Horace, berkaitan erat dengan istilah enlignment (pencerahan) yang dikemukakan Immanuel Khan. http://en.wikipedia.org/wiki/Sapere_aude
[vii] Lebih baik seorang laki-laki muslim menikahi seorang budak daripada dia menikahi wanita kafir, walaupun cantik wajahnya.
Dalam buku Masalah Nikah dan Keluarga karangan Miftah Faridl, dibahasa pertanyaan “Bolehkan seorang muslim menikah dengan nonmuslim dan benarkah seorang muslim boleh menikah dengan wanita kristen?”
Berdasarkan QS Al Maaidah ayat 2 dapat menyimpulkan bahwa wanita muslimah tidak boleh menikah dengan pria nonmuslim, termasuk dengan Ah;ul-Kitan. Pria Muslim pun tidak boleh menikah dengan wanita kafir/musyrik, tetapi pria muslim boleh menikahi wanita Ahlul-Kitab.
Untuk ahlul kitab ada beberapa pendapat,
Pendapat 1 : AhlulKitab adalah penganut agama Yaudi dan Nasrani (kristen).
Pendapat 2 : termasuk kafir dan musyrik
Pertimbangan lain adalah mengenai kewajiban setiap suami wajib mendidik istri dan keluargana supaya melalukan sholat (QS Thaha : 132)
Faktor lain adalah apakah suami mampu membawa istrinya menjadi muslimah salehah, selanjtnya bagaimanakah dengan keturunannya. Ini karena di tengah keluaraga peranan ibu/istri lebih dominan dari peranan bapak/suami.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah seorang pria muslim hendaknya tidak menikah dengan wanita kristen.
Demikian juga ada larangan wanita muslim dengan laki-laki non muslim. Hal ini berkaitan dengan posisi wanita yang harus tunduk kepada suaminya. Dalam Islam juga tidak dibenarkan seorang lelaki non islam (ahli kitab) memerintah wanita muslimah untuk taat kepadanya. Islam memandang wanita muslimah jauh lebih tinggi derajatnya di mata Allah ketimbang laki-laki ahli kitab. Lihat buku Konstruksi Seksualitas dalam Wacana Sosial karangan Rahmat Sudirman.
[viii] Dalam kenyataannya banyak kekerasan yang mengatasnamakan agama.
Misalnya dalam agama Yahudi, ada tokoh Shlomo Goren, mantan pimpinan Rabbi untuk kelompok Yahudi Eropa Barat di Israel yang mengeluarkan fatwa (1984) bahwa melakukan pembunuhan terhadap Yasser Arafat merupakan bagian dari tugas suci agama. Demikian juga pada dekade sembilan puluhan, pasukan Serbia yang didukung Gereja Ortodoks membumi hanguskan masjid-masjid di Sarajevo.
Pertikaian di Maluku, korban yang tewas akibat pertikaian antar kelompok mencapai 657 warga sipil dan 14 aparat keamanan (Januari – 3 Desember 1999). Dan dalam berbagai bentrok lain, meski dipicu oleh masalah ekonomi, sosial-budaya atau agama. Agama telah dijadikan alat untuk meningkatkan dan “membenarkan” pertikaian. Terutama antar kelompok Islam vs kelompok Nasrani dengan jargon perang suci atau jihad.
(Lihat Buku Melampaui Dialog Agama, karangan Abd A’la yang diterbitkan oleh PT Kompas Media Nusantara)
[ix] Pertikaian yang terjadi bukan hanya antara Islam dan Kristen. Tetapi terjadi lebih karena kelompok mayoritas dan minoritas.
Saat ini kekerasan terhadap muslim Rohingya di Myanmar meningkat saat terjadi bentrokan antara warga etnis Buddha dan muslim Rohingya pada 3 Juni lalu di barat Rakhine. Bentrokan ini telah menewaskan sedikitnya 78 orang dan sebanyak 70 ribu orang kehilangan rumah mereka.
Saat ini, tercatat sekitar 800 ribu anggota etnis Rohingya tinggal di Myanmar. Namun, pemerintah Myanmar menganggap mereka orang asing. Penduduk Myanmar pun menilai etnis Rohingya adalah imigran gelap dari Bangladesh. http://www.tempo.co/read/news/2012/07/30/078420120/Presiden-Didesak-Bersikap-Soal-Kekerasan-Rohingya
[x] Kisah cinta Yoko dengan bibi Lung, selaku gurunya merupakan cinta terlarang. Menurut adat istiadat kuno, cinta seperti itu merupakan cinta hina dan tidak bermoral. Namun kekuatan cinta mereka mengalahkan segala-galanya. Berbeda dengan kisah cinta Kwee Ceng dengan Oey Yong. Kisah cinta Yoko bukan hanya terhalang oleh saudara ( Yoko akan dijadikan menantu Kwee Ceng) tapi juga oleh adat istiadat dan tradisi.
http://diajengsurendeng.blogspot.com/2012/01/sinopsis-return-of-condor-heroes-versi.html
0 comments