Hey. . .” Sapa seorang cowok entah siapa dengan senyum yang dengan berat hati harus kuakui cukup menawan.”Gue Audy” Dia mengulurkan tangganya dan masih dengan tampang bengongku, kusambut uluran tangannya. “Kok sendirian? Biasanya loe pasti mojok berdua bareng si Azalea”
“Ya nih, gue juga nungguin dari tadi, gue telpon, Hp-nya mati, kemana sih tuh anak?”tanyaku lebih kepada dirin sendiri.
“Tadi di kelas juga nggak ada”
“Loe sekelas sama Lea?”
“Yup! Loe, Keyra kan? Hmmmm. . . . . Sebenarnya kita satu ekskul di klub debat, tapi loe nggak sempat kenal gue, kan? Loe sih keburu keluar” katanya dalam nada kecewa.
“Lebih tepatnya, gue dikeluarin” jawabku jutek mengingat kejadian diawal kelas X, saat aku meneriaki guru Pembina klub debat karena aku tidak setuju dengan pendapatnya.
“Hmmmmm. . . . sorry ya sebelumnya!tapi akhir-akhir ini gue sering banget liat loe barengan ma Azalea di perpus, lagi mojokan kayak kita sekarang. . . . ”
“Kita? Mojokan?” Hampir saja emosiku meledak ketika kuamati posisiku ternyata aku yang pepetin si siapa sih tadi?. . . . diantara rak-rak buku filsafat (Remaja mana sih yang doyan baca buku filsafat?)”Hey, nama loe siapa sih tadi?”
“Audy. . . . ”
“Audy. . . . .hmmmm. . . . ”aku nggak tau mesti ngomong apa, ya ampun aku diserangnerveous, hmmmmmmm. . . . . Audy itu ya? yah aku tahu sekarang, dia salah satu cowok paling oke di sekolah, kupikir cewek-cewek yang sering bertukar gosip di koridor-koridor kelas atau di kantin pas istirahat, sebelumnya kupikir cewek-cewek itu cuma melebih-lebihkan, tapi ternyata, yeah. . . . . dia lumayan membuat jantungku bermain drum.
“Gue pikir, gue nggak bakal bisa bicara sama loe berduaan kayak gini. . . . selama ini selalu ada si kembar. . . . gue sebenarnya pengen banget ngomong dengan loe.”
“Jangan bikin gue GR deh!” bentakku dalam hati
“Gue, boleh kan kenal loe lebih dekat lagi. . . . .” dia memberiku sebuah pulpen, “tulisin no Hp loe dong” Dia menyerahkan telapak tangannya, dan seperti orang yang berada dibawah pengaruh hipnotis, kutuliskan no Hp-ku disana, dan semoga saja ini bukan alasan bego yang bikin kita punya kesempatan untuk saling bersentuhan.
***
Malamnya, Audy ke rumah, dan ia mengajakku untuk duduk ditaman dan ngobrol, kupikir suasananya agak romantis.
“Loe, tau nggak Key. . . . kalo jatuh cinta itu lebih merepotkan daripada jatuh gedubrak?” Tanya Audy, campuran antara gombal dan konyol.
“Gue nggak pernah jatuh cinta, tapi gue sering banget jatuh gedubrak” jawabku asal.
“Loe nggak pengen jatuh cinta?” tanyanya hati-hati.
“Cinta itu rumit, cinta itu nggak se-simple Cinderella ninggalin sepatu kacanya hingga sang pangeran mencarinya, mereka ketemuan, dan happy ending, sebenarnya cinta itu apa sih?”
“Hmmm. . . . love. . . . love is a tie that only can be felt, not to be touched, abstract, and non realistic”
“but I think, love is whatever you make it to be, love is just a word, and it means nothing!”
“Kita emang nggak punya kesamaan persepsi tentang cinta tapi gue pernah dengar ungkapan, soyez amoureuse et soyez heureuse-jatuh cinta dan berbahagialah, dan itu benar, gue ngerasain walaupun kadang nyakit juga ngeliat orang yang kita saying terlalu jauh buat dijangkau, tapi gue percaya yang namanya cinta itu emang mesti diperjuangin,tapi ada yang bilang; Kalau kamu sungguh-sungguh mencintai seseorang nggak ada yang bisa menghambat jalanmu, termasuk Fido-Dido”
“Loe, ngomong apa tadi?”aku pura-pura tuli. “Mungkin loe nggak pernah nyadar, tapi dari dulu loe punya secret admirer, loe tau nggak Key, gue udah merhatiin loe dari dulu, Key, loe mungkin nggak pernah tau, yeah karena gue terlalu pengecut, dari TK kita sama-sama tapi loe dan si kembar punya dunia yang nggak bisa ditembus oleh siapapun. Gue tau mungkin ini bukan salah satu hal yang pengen loe denger saat ini, tapi perasaan mesti dikomunikasikan, gue cuma pengen loe tau. . . . ”
“Dan yeah. . . .sekarang gue udah tau, gue nggak pengen ngehancurin perasaan loe tapi. . . . . loe tau reputasi gue, kan? Loe salah orang, loe bisa dapatin yang lebih baik.”
“loe yang terbaik, karena loe satu-satunya cewek yang nggak pake topeng” “maksud loe? topeng?”make up 15 centi gitu? Candaku dan aku tertawa terbahakbahak sampai aku sadar bahwa ia menatapku, tatapan aneh, tatapan yang belum aku lihat sebelumnya, tawaku berhenti, dan yang kutahu mata coklatnya menghipnotisku, aku balas menatap mata indahnya mencoba mendefinisikan arti tatapannya, dan yang kurasakan selanjutnya tangannya menyentuh pipiku, rasanya lembut, jantungku berdetak cepat, aku tahu apa yang akan terjadi dan aku tak ingin melakukan apapun untuk mencegahnyaterjadi, yeah.. akhirnya sebuah ciuman mendarat di bibirku, my first kiss! Rasanya seperti. . . . well, aku tak merasakan apa-apa karena adegan itu hanya ada dalam otakku yang terpolusi drama romantis Hollywood, dan sejujurnya aku juga tak mengaharapkan sebuah ciuman dari Audy, bukannya aku munafik atau semacamnya, tapi buatku berciuman dengan seorang cowok nggak kamu izinin untuk mengenalmu lebih dekat berarti bahwa kamu cewek gampangan yang egois, lagipula ini bukan drama Hollywood, ini adalah kehidupan nyata seorang Keyra.
Audy mengacak-acak rambutku, perlakuan yang sama seperti yang Fido lakukan padaku, ya ampun aku merindukan Fido, juga Dido dengan cengiran jahilnya. “Loe tau Key, selera humor loe payah !hahahahaha . . . . .tapi cara loe nolak gue hebat banget.
“Gue nggak nolak loe jadi teman lho!” “dan gue beruntung banget punya teman kayak loe.”
***
Mama menungguku di depan pintu dengan tampang tak sabaran , belum sempat aku membuka mulut untuk bertanya, mama sudah berbicara.
“. . . . teman kamu nunggu dari tadi di kamar tuh. . . . . ” Fido-Dido, otakku langsung memunculkan nama kedua manusia yang paling aku rindukan saat ini, yeah. . . . aku tahu mereka nggak bisa berlama-lama diem-dieman dengan aku, cepat-cepat aku berlari masuk rumah, menaiki tangga dua-dua sekaligus, membuka pintu kamar dan. . . . aku menunggu timpukan bantal atau pelukan mereka, tapi aku tak melihat tanda-tanda kemunculan mereka berdua, sedikitkecewa ketika pintu kamar mandi terbuka dan sosok mungil Azalea tersenyum kaku.
“Halo Key. . . . . ”
“Ngapain elo di sini?” pertanyaan kurang bersahabat memang, tapi aku nggak peduli.
Lea menghampiriku dan menangis di pelukanku, ya ampun aku tak tahu harus melakukan apa selain membelai rambut panjang indahnya untuk menenangkannya. Kupikir, dia seperti seorang adik cewek, seandainya aku memilikinya.
“Izinin Lea nginap di rumah Keyra ya? Please!” pintanya memelas, dan aku tak cukup tega untuk menolak.
“Kenapa elo?” aku melepaskan pelukannya lalu menghempaskan diri ke tempat tidur, memeluk Jack Nightmare Before Christmast-ku, Lea duduk disampingku, memegang tanganku, memainkan jariku dan dia mulai bercerita.
“Lea sendirian di rumah, Mama-Papa pergi ke luar kota, ada Om Reza sih tapi Lea takut. . . . ”
“Manja banget sih loe!”
“Lea takut.”
“Yeah, gue tau!”
“Keyra marah sama Lea? Lea ngerepotin ya?
“Ya sih, dikit tapi nggak papa kok, nyante aja!” “Lea pengen cerita, boleh?” “Cerita aja.” Jawabku asal dan bahkan sebelum Lea sempat memulai cerita ,aku yakin aku sudah jatuh tertidur, ternyata aku bukan pendengar yang baik.
0 comments