The Uncensored Confession of a Love Child 20



Terasa lebih baik sekarang, aku bahkan nggak perlu pskiater seperti yang mama pikir, karena ketika aku yang rencananya akan menemui pskiater entah siapa namanya yang jelas kata mama dia adalah rekomendasi Oma, aku memberontak
        “Key, ok sekarang! Key sehat nggak sinting” aku membanting pintu kulkas, aku sedang mengambil sebatang wortel dan mulai bertingkah seperti kelinci yang kelaparan, melahap wortel dengan cepat.
        “Papa udah luangin waktu, juga Mama, ini untuk kebaikan kamu sayang” bujuk Mama.
        “Key, nggak sinting, ok?” aku meyakinkan

        “Ke pskiater buat konsultasi doank, dan itu bukan karena kamu sinting sayang”
        “Oya?” seringaiku, aku duduk di meja makan dan menutup telingaku, aku tak ingin mendengar bujukan lagi.
“Key bakal gila beneran kalo dipaksa” ancamku, ketika Mama mencoba membujukku lagi.
Mama menatap Papa, tatapan beda tatapan orang yang jatuh cinta, yeah mereka saling mencintai tapi Papa nggak bisa menikahi Mama, Mama untuk om Allan.
        “Anggap ini permohonan Papa, Key”
“Key nggak mau! Apalagi rekomendasi dari Oma, makasih, sekali nggak tetap nggak!”
“Key”
“Nggak”
           “Key”
“Nggak! Titik” aku berlari ke kamarku, seharusnya aku membanting pintu kamarku, tapi aku lupa kamarku tak lagi berpintu.Tiba-tiba si kembar dan Audy menyambarku dan menggotongku, aku meronta-ronta melepaskan diri, mereka malah tertawa, aku berteriak-teriak tapi tak ada yang menghiraukanku, aku melihat papa dan mama berjalan didepan, mereka berjalan bergandengan tangan, aku berhenti berteriak dan itu memudahkan si kembar dan Audy untuk memaksaku masuk mobil, aku nggak percaya bahkan mereka ikut dalam rencana mengantarku ke pskiater. Tapi. . . . .alih-alih ke pskiater mobil kami berhenti di depan sebuah restoran keluarga, restoran makanan Korea favorit Papa.
“Dimana pskiaternya?” tantangku
“Itu” tapi yang ditunjuk mama bukan seorang pskiater melainkan Oma dan tebak siapa? Om Allan. Mereka datang dan duduk di kursi kosong yang tersisa, Om Allan duduk di sampingku, menepuk punggungku pelan dan bertanya 
“merasa sehat Key?”
Aku tak menjawab, apa yang mereka rencanakan?
Aku merasa ini bukan keadaan yang oke, pernahkah aku katakan bahwa kami memerlukan Nanny 911 saat Oma, aku dan Mama ada di tempat yang sama? kami tak pernah akur! Oma duduk diantara si kembar sedikit mengernyit, melihat penampilan mereka, rambut gondrong acak-acakan dan tampang bandel, pandangan Oma beralih ke Audy, lama mengamatinya lalu mengangguk pelan, Audy melempar senyum yang herannya dibalas oma, berarti Audy cukup oke dimata Oma.
“Ada yang mau ngasitau apa yang sebenarnya?” kupikir hanya aku yang nggak tau apa-apa. Aku benci jadi orang yang tak tau apa yang terjadi.
“Sekarang kamu bakal tau” jawab oma cepat “Udah Ayra kamu ngomong deh!” Oma tak sabaran.
Mama dan Om Allan udah putusin. . . . ” aku benci denger bagian ini, secara  refleks aku menutup telingaku, om Allan menyentuh lenganku, dan memintaku menurunkan tanganku, anehnya kuturuti maunya.
“Key, Om Allan minta maaf. . . .” Kupikir aku akan menangis, aku ingin berlari, aku nggak ingin mendengar apapun, aku sudah berdiri ketika Audy menyentuh tanganku, dia menatapku dari matanya aku tau dia menyuruhku untuk tetap duduk.
Aku harus siap untuk kemungkinan terburuk Kupikir kehilangan Lea adalah beban terbesar hidupku, sekarang aku siap-siap kehilangan harapan untuk melihat mama dan papaku bersama dan inipun juga sangat berat.
“Apapun yang terjadi mungkin ini yang terbaik” kata Om Allan. Si kembar mulai bosen mereka memain-mainkan sumpit, dan mulai makanan yang baru saja dibawakan waitress dengan baju tradisional Korea yang hilir mudik ke meja kami oma melototi mereka, mereka menghentikan kegiatanya. Audy menatapku mencoba menguatkanku
“Keputusan ini mungkin nggak adil untuk semuanya, tapi harus ada yang berkorban, kan?” kata mama pelan. “Maaf” mama menatap Papa dan Om Allan bergantian.
Om Allan melepas cincin pertunangannya dan memberikannya kepadaku, lama kumengerti maksudnya. Dia tersenyum padaku, senyumnya ramah seperti biasa.
“Maaf selama ini Om egois, nggak memikirkan perasaanmu, mamamu memang
bukan untuk om” dia menggenggam tanganku, aku merasakan tangannya yang dingin.
“Bukankah lebih bagus kalo kalian bisa jadi keluarga yang utuh seperti yang selalu kamu
mau? Mimpimu jadi kenyataan Key, Om ikut bahagia untukmu” dia bicara pelan, aku tau hatinya hancur sekarang.
“Makasih” aku tak tau harus bagaimana, ada gelembung kebahagian memenuhi hatiku
“Kamu boleh menyimpan cincin itu untuk Om, sampai Om menemukan orang yang tepat” entah kenapa otakku langsung memunculkan gambar Miss Olga guru bahasa Inggrisku.
        “Jadi?” Celetuk Dido, Fido menginjak kakinya, Dido berteriak kesakitan. “Sakit tau! ”Katanya marah pada Fido. “Malam ini kita akan merayakan pertunangan yang putus?”tanyanya bego.
        Oma benar-benar terganggu dengan si kembar. “Nggak! Kita akan merayakan. . . . ” Sekilas Papa melirik Si kembar mereka bertukar senyum” . . . . will you marry me?” katanya kemudian kepada Mama, ditangannya ada cincin berlian yang cantik, berkilauan dibawah cahaya lampu.
       
        Inikah acara lamaran Mama? Di restoran keluarga, dihadapan teman-teman anaknya yang bandel, aku bahkan nggak mempersiapkan diri untuk ini, aku seperti anak yang dipaksa ikut begitu saja dengan baju rumah belel, sementara bayi gurita yang bergerak-gerak diatas meja makin merusak suasananya, mungkin ini bukan lamaran impian Mama, tapi seenggaknya Mama mendapat lamaran dari pria impiannya.
        “Say I do” bisik Omaku dramatis, itu jawaban yang sudah pasti, Oma bahkan nggak perlu menyarankannya
Om Allan tersenyum tulus dan memberi selamat kepada Mama dan Papa.
Ini kedua kalinya loe ngerebut Ayra dari gue” Om Allan meninju pelan bahu Papa.
“Loe mesti cari peruntungan di cewek lain” canda Papa
“Oke”
“Padahal gue ma Fido udah rencanain untuk nyulik tante Ayra buat Kenang, mereka bisa nikah di Las Vegas, cool huh?” entah candaan atau serius, Oma menatap mereka kesal.
Aku tak peduli aku memeluk Mama, om Allan bener mimpiku jadi kenyataan, hey. . . .  aku bahkan nggak peduli lagi soal panggilan anak haram yang kusandang selama ini, itu seperti bayang-bayang yang semakin kabur, aku akan punya keluarga sungguhan.
        Aku sedikit bersimpati untuk Om Allan, semoga dia dapat pengganti Mama segera.
Dan kehebohan di meja kami cukup mengundang perhatian, tapi ini terlalu menyenangkan, aku mengabaikan tatapan orang-orang, tapi shit! Ternyata kita nggak bisa mengabaikan wartawan infortainment yang langsung menyerbu meja kami.
Aku, Audy, dan si kembar meninggalkan mereka, kami kabur dan memutuskan untuk nongkrong di loteng sekolah seperti biasa, kami merayakan kejadian ini dengan menyalakan beberapa kembang api, aku bener-bener bahagia malam ini, aku merasa sangat beruntung, tapi apa kita seberuntung itu? karena di tengah-tengah pesta kembang api kita, tiba-tiba satpam sekolah muncul dan sekarang kita mesti kabur atau besok kita dapat hukuman dari guru BP, sekarang aku bener-bener nggak pengen di skors, aku mau buktikan bahwa aku bisa jadi anak yang baik.



THE END
Untuk D’Androse, agar dunia tau betapa aku sangat mencintai kalian

0 comments

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© 2011 Evo Sastra
Designed by Evo Sastra
..
Back to top