Like mother like daughter, yeah Oma dan Mama mereka sama saja, padahal sebelumnya kupikir Mama lebih baik dari Oma, faktor usia bikin dia berubah, yeah, barangkali.!
Oma berdiri di depanku dan mengetuk-ngetukkan jarinya di meja dengan tidak sabaran, aku siap dengan segala omelannya, sejujurnya aku tak pernah mendengar apa yang dikatakannya, Oma boleh berbicara sesuka hati, aku hanya perlu menatapnya dengan tatapan kosong sambil sesekali mengangguk-angguk, sementara otakku sibuk menyanyikan lagu apa saja yang aku sukai dan aku inginkan.
Aku benar-benar tak ambil pusing dengan hukuman yang bakal kuterima sekarang, apapun itu!
Selama setengah jam lebih Oma berbicara tanpa henti dan selama itu otakku memutar 18 lagu, aku mulai bosan, tapi Oma tak punya tanda-tanda untuk berhenti.
“Bisakah oma menyelesaikan pidatonya? Bukan maksudku buat kurang ajar atau semacamnya, menurutku Oma perlu istirahat, mungkin Oma perlu minum? Biar aku ambilkan, tanpa menunggu jawaban, kuambilkan dia segels air hangat dengan irisan lemon, sejujurnya buatku itu minuman yang menjijikkan, buatku itu seperti cairan pencuci piring, tapi menurut Oma itu membuat pencernaanya bersih.
“Bisakah kita bicara secara dewasa?”omaku berbicara dengan kesabaran yang kunilai sempurna.
“Belakangana ini semua orang memintaku untuk dewasa, aku iri pada Peter Pan
yang nggak perlu dewasa” jawabku santai.
“Keyra!” bentaknya
“Oke, baiklah Oma, kalau Oma memintaku untuk dewasa, akan kulakukan, itu Oma senang kan?”
“Kamu tidak mewarisi sifat kurang ajar itu dari keluarga ini! Hanya Tuhan yang tau seperti apa Ayahmu!” Oma mulai memancingku
“Aku tau dia seperti apa, dan sejujurnya aku bangga tau siapa dia”
“Katakan pada Oma, siapa dia!” ada nada antusias berlebihan dalam nada suara Oma, “diakah yang membuat mamamu ragu untuk menikahi Allan?”
“Aku terkejut, merasa kecewa, merasa marah, merasa dikhianati, Mama sama sekali tak melibatkanku dalam hal ini, aku putrinya, aku berhak tau, dia harus meminta persetujuan dariku, dia tak bisa seenaknya seperti ini!
“Aku mau pulang! Dan Oma nggak berhak menahanku!”
***
Kudapati Mama sedang tiduran di sofa merah favorit kita yang ada di depan TV, matanya menerawang seperti sedang memikirkan sesuatu, aku melihat keterkejutan saat dia menyadari kehadiranku, aku tak tau apa yang harus kulakukan, seharusnya aku menumpahkan amarahku dengan melakukan tindakan anarki seperti biasa, tetapi yang terjadi adalah, aku menangis dan memandang wajahnya, bibirku bergetar saat aku mengatakan. . .
“Mama mengkhianati hati mama dengan menerima om Allan” Seharusnya om Allan-lah yang terbaik, selama ini dia selalu menunggu Mamaku dengan sabar, selama hampir 17 tahun, Mama adalah cinta sejatinya, kupikir Mama masih mengabaikannya, tapi Oma mengatakan tentang pernikahan dan itu cukup untuk membuatku hancur.
“Lamarannya membuat Mama shock, Mama menerimanya sebulan yang lalu, mama belum siap untuk menceritakannya Key” Dia meraih tanganku tapi kutepis, aku menjauh dan duduk diatas meja pajangan yang terbuat dari marmer.
“Kenapa Papamu datang disaat mama sudah hampir melupakannya?” Aku diam, tak ada respon apapun
“Mama pikir Om Allan adalah orang yang tepat, dia baik, mencintai mama,menyayangimu, Oma menyukainya, dan 17 tahun bukan waktu yang singkat untuk dia menunggu Mama, cukup adil kalau pada akhirnya menerimanya, kan?”
Aku tetap diam, apa yang dikatakannya benar, sejujurnya aku cukup menyukainya tapi itu dulu, dan tiba-tiba saja sekarang aku membencinya.
“Mama bingung, Key”
“Mama punya kehidupan baru sekarang, dan apa yang dijanjikan oleh kehidupan baru mama sekarang adalah hal terbaik yang bisa terjadi” Air mataku merebak “Seharusnya itu yang terjadi sejak dulu, Mama terlalu lama menyianyiakan kehidupan Mama demi aku, aku bukan alasan yang cukup berarti untuk kehidupan sempurna mama yang bisa saja terjadi seandainya tanpa aku” di otakku terekam film kehidupan Mama yang seharusnya terjadi, di mana saat itu Mama yang masih muda dan tanpa aku (entah aku digugurkan, dibiarkan di panti asuhan, atau di adopsi entah siapa) dan yang paling penting dia bahagia, dia bisa melanjutkan kuliah hukum entah di Harvard atau Yale, pulang ke Indonesia dan menjadi pengacara sukses seperti sebagian besar keluarganya, bertemu lagi dengan om Allan, mantan pengagum rahasianya semasa SMA, yang baru pulang dari sekolah spesialis bedah jantung di Jerman, mereka menikah dan pasti punya keluarga yang sempurna.
“Key. . .. ini berat”
“Mama punya hak untuk bahagia, tanpa aku semuanya bakal sempurna”
“Key. . . .please”
“Ini kesempatan Mama untuk dapatkan segalanya, Key tau Mama iri setengah mati pada tokoh-tokoh cewek dalam novel dan drama romantis favorit mama”
“Keyra. . . . .”
“Key senang kalo mama senang”
“Key. . . . ”
“Ini memang berat, tapi ada yang pernah bilang, kalau ingin mendapatkan sesuatu kamu harus siap kehilangan yang lainnya, Keyra bakal ikut papa, mama boleh menikahi Om Allan, Keyra bisa terima demi bikin mama senang, dan well oma, tentunya” Aku menghapus air mataku dan memaksa diri untuk tersenyum pada Mama, melangkah menghampirinya lalu memeluknya erat-erat, aku benar-benar meresapi pelukan hangatnya.Mama menangis tanpa suara .
“Key. . . . ” dia mengelus-elus punggungku, aku melepaskan diri dari pelukannya, mengahapus airmatanya dan mencoba untuk tertawa.
“Ma. . . . .kita kayak di sinetron” aku tertawa pahit “Siap dengan drama romantic kehidupan Mama yang baru?”
Air matanya makin deras
“Menyebalkan punya Mama cengeng!” godaku terdengar kaku
“Menyebalkan punya anak sok dewasa” balasnya dengan banjir airmata di wajahnya, aku memaksa diri untuk tertawa, Mama juga memaksa dirinya untuk tertawa.
“Bolehkah aku berhenti merepotkanmu? Karena sekarang sudah waktunya buat Key untuk ngerepotin Papa” Aku berbicara seolah hanya candaan.
“Key. . . . ”
“Ya ampun aku sama sekali nggak memerlukan jawaban Mama, mungkin udah saatnya untuk aku hidup dengan Papa, anggap saja aku sudah bosan tinggal dengan Mama yang cerewet! Aku tau lho Ma. . . . Mama sudah bosen mengahadapi guru BP di sekolahan, sekarang giliran Papa,cukup adil, kan?”
Mama mengangguk pelan dan hari ini adalah hari terakhirku tinggal dengan Mama, aku memutuskan untuk tinggal dengan Papa sampai saat aku mandiri nanti.
Di malam terakhir kami, kami sepakat untuk tidur berdua di kamarnya, meringkuk di bawah selimut hangat yang sama, berpura-pura tidur nyenyak padahal kami sama-sama tau bahwa kami sama sekali tak bisa tidur, dan kami berharap malam ini takkan pernah berakhir, entah bagaimana awalnya yang kutau bahwa akhirnya aku tertidur di dalam pelukan Mama, dan itu adalah pelukan yang paling menenangkanku.
0 comments