The Uncensored Confession of a Love Child 17



Semuanya tak jauh lebih baik sekarang, walau aku benci bayangan Lea yang menangis terus-menerus menjadi hantu penasaran dalam otakku, aku merasa gila bila bayangannya mulai berkelebat di kepalaku, tapi aku tau Audy selalu mendukungku, juga si kembar. Aku sangat berterimakasih pada Dido yang mau repot-repot menghibur Lea, walau aku tau Lea sama sekali tak terhibur.
Seminggu ini aku benar-benar menghindari Lea, telpon, sms, dan emailnya ku abaikan, aku tak tau bagaimana cara orang seperti Lea berpikir dan menggunakan pikirannya dalam bertindak. Aku tak mengerti bahkan akupun sempat berpikir merasakan yang sama seperti yang Lea rasakan, perasaan yang salah pada orang yang salah.
Aku tau Lea benar-benar tak beres, hidupnya berbeda dari kita kebanyakan, dia seperti korban dari terror berkepanjangan selama hidupnya, yang aku tau dia Cuma penderita Social Anxiety Disorder juga korban si Bailey, sebenarnya ada semacam selubung yang membuat aku penasaran, ada apa sebenarnya? Lea mungkin tak pernah baik-baik saja dalam hidupnya, tapi apa yang membuatnya seperti itu? Entahlah! Aku bosan dan lelah memikirkannya.
Bagaimana aku harus mengahadapi Lea lagi?

Dia menganggap aku lebih dari seorang teman cewek?
Apa aku jahat?
Apa aku bukan teman yang baik?
Apa aku manusia tak punya hati yang tega?
Apa ku harus menyesali semua perlakuan kasarku? penghindaranku?
Apa aku harus meminta maaf?
Tapi bagaimana?
Aku bukan tipe manusia berhati ksatria yang rendah hati yang mau meminta maaf!
Aku payah!
Keadaan ini membuatku tersiksa !
Aku ingin hidupku kembali sesederhana saat aku dan hanya si kembarIni salah Lea!
Dia yang datang ke dalam hidupku!
aku tak mengundangnya!
Oh my God!
Salahku karena bersikap sok pahlawan! Tapi itu cuma bentuk terima kasihku, semacam simbiosis mutualisme, karena dia memberiku tempat untuk lari dari masalahku!
Masalah tak pernah berhenti berputar di hidupku!
Aku merasa seperti orang sinting, yeah! karena aku mulai berbicara dengan otakku!
***

        Aku dan Audy duduk-duduk di belakang Lab Biologi diam, dan sesekali ngobrol sesuatu yang tak penting, Audy cukup pengertian jadi dia tak memaksaku untuk berhenti menjadi pendiam yang membosankan karena dia tau aku sedang berperang dengan masalah-masalah yang sedang dipikir otakkku, kita sengaja melewati waktu istirahat di sekolah di tempat tak biasa agar jauh dari jangkauan Lea, tapi seperti yang aku tau Lea seperti hantu dan akan terus mengahantuiku, kadang aku ingin dia benar-benar menjadi hantu yang secara harfiah!
        Dan benar saja, Lea kembali mengusikku dari berita yang di bawa Fido. Fido datang tanpa Dido, aku bisa menebak, sekarang Dido sedang bersama Lea, belakangan ini dia menjadi bayangan Lea, dimana ada Lea disitu ada Dido dan itu menjadi gossip yang berkembang di seantero sekolah bahwa mereka pacaran, kurasa itu lebih baik dan akan lebih baik lagi bila mereka benar-benar pacaran. Fido duduk di sampingku, menyambar kaleng sodaku dan meneguknya, dia seolah-olah menikmati kegiatan minumnya padahal aku tau dia hanya sedang berpikir bagaimana dia harus
\memulainya.Aku mengenal Fido nyaris sepanjang hidupku, dia kesulitan memulai komunikasi, dia jauh lebih pendiam, berbeda dengan Dido yang lebih banyak omong.
        “Well….”Aku dan Audy menatapnya menunggunya berbicara.
“Gue suka minuman ini” lanjutnya
“Loe mau ngomong kan?” tanyaku tak sabaran. “tentang Lea!”
“Bagaimana loe bisa nebak?”
“Ngomong aja”
“Gue  nggak  tau harus mulai darimana”
“Dari awal saja” saran Audy, dia berbicara seceria mungkin.
“Ini aneh. . . . ” kata Fido cepat dan dia diam lagi
“Kita tau semua yang terjadi belakangan ini memang aneh”jawabku
“Kalian boleh ngomong berdua aja kalo mau, gue bisa pergi” tawar Audy
“Elo tetap disini aja” saran Fido “Lea minta gue buat ngundang kalian berdua ke b’day party-nya, tapi gue ngerasa ada yang aneh, kata Dido, Lea ulang tahun empat bulan lagi, apa yang dia  rencanakan? Itu yang bikin gue dan Dido bingung.”
“Mungkin ini cuma usaha Lea buat memperbaiki keadaan, supaya Keyra berhenti menghindar darinya, mungkin dia ingin bicara tapi perlu moment yang pas jadi mungkin dia mau membuat moment dimana Keyra nggak mungkin menolaknya.”
“Gue putusin gue nggak bisa ke party fiktifnya”
“Usahanya sia-sia” komen Audy, Audy tau aku kepala batu.
“Gue diminta buat yakinin loe!”
Sorry, usaha loe nggak bisa bikin gue berubah pikiran”
Party-nya tar malam, gue dan Dido ada di sana, semuanya beda sekarang, akan lebih asyik kalo kayak dulu, saat kita hanya bertiga menikamati malam diatap sekolah” Fido menekan kata hanya sambil menatap tajam Audy, itu seperti menusuk Audy, aku tau Fido dan Audy nggak akan bisa jadi teman baik, walau mereka berusaha.
***

Seharian Audy membujukku untuk ke tempat Keyra, tapi aku benar-benar kepala batu, aku menganggap Keyra akan baik-baik aja tanpa aku, lagipula si kembarpun telah direbutnya dariku aku merasa aku membenci keegoisan Lea. Aku dan Audy nongkrong di Coffee Shop sepulang sekolah dan tebak siapa yang kutemui? Kejutan besar! Bailey dan om Reza, adik papanya Lea, yeah Lea dan Bailey memang sepupu, nggak heran mereka om dan ponakan, cuma dari bahasa tubuhnya kutahu mereka nggak seperti om dan ponakan biasa , mereka terlalu mesra, ampun!aku bahkan melihat Bailey menggelitik telinga om Reza dengan lidahnya, ini tempat umum, dan Bailey bener-bener nggak tau malu, aku pura-pura tak melihatnya dan aku yakin Bailey tak melihatku, karena tempatku agak tertutup dari tempatnya.Oh my God! Aku mencium keanehan!
***

        Si kembar menjemputku, atau lebih tepatya menculikku dengan paksa, sialan Audy bahkan ambil bagian dalam penculikan ini, hebat sekali si Lea, semua orang bahkan bersedia melakukan apa saja untuknya, betapa beruntungnya dia, mungkin bila kamu punya stok air mata tak terbatas dan muka melankolis parah maka seluruh dunia akan prihatin padamu dan melakukan apapun demi membuatmu tersenyum, itulah yang terjadi pada Lea, dan akupun pernah tertipu airmata dan tampang melankolisnya, itu bukan pengalaman terbaik dalam hidupku, itu adalah hal yang paling aku sesalkan.
***
Kabar baiknya, seenggaknya, EO-nya nggak make tema Barbie untuk party-nya, bila itu sampai terjadi aku akan langsung mati di tempat, party-nya oke, ada DJ dan Lea mengundang Band Favoritnya , aku nggak tau namanya, tapi yang jelas band dengan vokalis cewek bersuara kekanak-kanakan dengan musik seperti musik di film-film kartun.
Banyak juga yang diundang Lea, sebuah kejutan untuk orang dengan Social Disorder parah! Ini prestasi untuknya, ternyata Lea lumayan populer atau mungkin karena kebanyakan teman-teman sekolah kita yang idiot benar-benar menyukai party jadi dia tak peduli ini party siapa yang penting mereka bisa bersenang-senang. Aku membayangkan mamanya yang akan bangga dengan prestasi anaknya yang menunjukkan tanda-tanda lepas dari Social Disorder parahnya.
Mamanya menemuiku, mencium pipi kanan dan kiriku secara berlebihan, aku merasa ada yang lengket dipipiku, karena lipstiknya yang terlalu glossy barangkali, kupikir dia habis makan berton-ton gorengan, ampun ini menjijikan!aku berkali-kali menyentuh pipiku untuk menghapusnya tapi tidak didepannya, aku tak mau ada yang tesinggung, aku berada disini sudah cukup parah, apalagi kalo sampai aku menyinggung perasaan tuan rumahnya.
“Akhirnya Keyra mau datang juga, Lea baru mau keluar kamar dan menikmati pestanya kalo Keyra sudah datang, jadi tante minta please Keyra bujuk Lea ya, oke, ini memang bukan ulang tahunnya, tapi tante bener-bener ingin membuat Lea bahagia, tante tau banyak yang nggak beres belakangan ini jadi . . . . ”ada nada putus asa dalam suaranya “Keyra, tante berharap banyak padamu” Sejak kapan urusan hidup anaknya jadi urusanku? Ini membingungkanku!
Aku mengetuk pintu kamar dengan malas “Lea, keluar dong, neh gue, Keyra” bujukku setengah hati.
“Sayang, Keyra datang lho. . . . kita keluar yuk, semua nunggu Lea lho” bujuk mamanya lembut.
Papanya datang, sepertinya ingin ikut serta dalam drama yang diciptakan anaknya yang manja, ya ampun haruskah semua orang di dunia datang membujuknya supaya dia mau keluar dari kamarnya?
“Lea, sayang, papa mama dan Keyra di depan, sayang buka pintunya ya” pinta papanya dengan sayang
“Lea, loe keluar dong!” aku mulai kesel “gue pulang nih kalo elo nggak mau keluar juga!” ancamku.
Papanya mencoba membuka pintu tapi dikunci, aku mengedor-gedor kamarnya dengan keras, Lea benar-benar menguji kesabaranku, mama dan papanya bertukar pandang, ada tatapan putus asa karena tak berhasil membujuk anaknya. Aku menelpon Fido yang ada diluar bersama yang lainnya untuk menikmati pesta yang kuyakin tak mereka nikmati, karena kita tau Lea menyusun ini bukan untuk berpesta seperti yang terlihat dan dinikmati oleh teman-teman yang lain.
“Fid, loe kesini dong ma Dido, biasanya Lea mau dengerin bujukannya Dido deh, buruan ya” tak beberapa lama si kembar dan juga Audy ada di depanku, Fido melempar tatapan yang berarti ada apa? Audy mencoba menenangkanku yang mungkin terlihat panik dengan menggenggam tanganku, sementara Dido langsung mengetuk pintu dengan lembut dan mulai membujuk Lea “Lea, keluar dong, kok elo nggak asyik sih? katanya loe pengen Key dateng, Key ada di sini, kita bisa party bareng sampe pagi, Hmmm . . . . gue kejutan buat elo, tapi elo mesti buka pintu dulu ya” bujuk Dido.
Aku merasa ada yang nggak beres disini, aku juga tau kedua orangtuanya juga berpikir kayak gitu, juga si kembar.
“Om pintunya di dobrak aja” saran Fido
Papanya tak berkata apa-apa hanya mengangguk pelan, dan Fido langsung mendobrak pintunya, dalam usaha kedua pintu itu menjeblak terbuka, semuanya seperti dalam adegan lambat, aku masih sempat mendengar si vokalis cewek menyanyikan lagu ceria dalam suara kekanak-kanakannya, aku juga mendengar suara tawa bahagia di luar sana, tapi yang aku tau aku tak pernah merasa semenyesal dan sebersalah sekarang, Lea terbujur kaku di tempat tidurnya dengan darah membasahi gaunnya, hal terakhir yang kulihat, dia tersenyum bahagia walaupun mukanya seputih kertas. Setelah itu semua terasa gelap.


0 comments

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© 2011 Evo Sastra
Designed by Evo Sastra
..
Back to top