“Seseorang mengirimkan kado, aku tau ini bukan ulang tahunmu, kan?” kata papa malas sambil menganti channel TV dengan bosan, tidak ada acara yang menarik.
Aku meraih kotak pink norak dengan pita ungu besar jelek yang ada di atas meja, aku tak terlalu berminat, apalagi setelah kutau darimana kado itu aku tersinggung luar biasa, Om Allan menghadiahku Digicam Sony terbaru, ini cukup keren sebenarnya, tapi aku tau maksud dibalik semuanya. Papa mengintip isi kotak dan menyambar kartu pengirimnya.
“Terima aja Key” goda papaku “ Sekarang mungkin digicam, besok notebook Apple terbaru, besoknya lagi mobil sport, besoknya lagi tiket liburan ke Karibia, Papa mesti nyogok kamu pake apa ya, supaya kamu nggak jadi anaknya si Allan?” Papa ingin apa yang diomonginnya terdengar seperti candaan hanya saja yang terdengar sebenarnya adalah kesedihan, aku menghempaskan diri ke sofa, duduk disampingnya, lalu memeluknya, aku tau sekarang aku tulus menyayanginya.
“Yang harus papa lakukan adalah terus menyayangiku, aku mau telepon Mama dan minta Mama yang balikin kadonya.”
“Membayangkan Mamamu dengan si Allan aja udah bikin aku cemburu gila, apalagi kalo kamu juga harus jadi bagian dari mereka.”
“Never!”
“Great!”
“Pa, aku punya ide, kita buat aja Reality Show; Ken HIM Mencari Cinta, hehehehehhehe” tak ada respon dari papaku bikin aku canggung setengah mati . Lama kami diam sampai akhirnya Papa buka suara
“Aku nggak bakal mencari cinta lagi, aku cukup merasakannya sekali saja”
***
Sekolah benar-benar damai tanpa Bailey,aku nggak perlu repot-repot mencari tau kemana dia, Kevin dan Amanda, keduanya juga menghilang, tapi kudengar Amanda sedang sakit (semoga dia sakit jiwa!), sementara Tara sedang menjadi ratu di pojokan kantin, diantara cowok-cowok kelas X yang imut-imut, yang aku yakin Tara mengajarkan banyak hal kepada mereka, dan itu sama sekali tak ada hubungannya dengan akademik atau semacamnya. Dan aku tetap disini nongkrong bareng si kembar dikantin sambil menikmati kentang goreng dan teh sodaku.
“Elo sama Audy pacaran apa nggak sih?” Tanya Dido sambil memasukan segenggam penuh kentang goreng ke dalam mulutnya, mengunyah cepat dan bicara lagi “ Maksud gue, yeah, kalian nggak kayak orang pacaran,elo lebih sering nongkrong bareng kita daripada ngabisin waktu bareng dia”
“Maksud loe, gue mesti melakukan atraksi kasih sayang di muka umum gitu, biar semua pada tau. . . .oh. . . .Keyra sama Audy pacaran ya sekarang? Ya enggaklah! Itu bukan gaya gue”
“Seharusnya elo jaga perasaan Audy” Fido buka suara, lalu menyesap lama Cappuchino-nya
“Seharusnya Audy tau kalo elo berdua sobat gue, dan kalian lebih penting buat gue” jawabanku kedengaran kurang meyakinkan.
“Masalahnya sekarang, Audy ngerasa nggak dianggap, elo nggak pernah nunjukkin hubungan kalian di depan gue, Dido, atau Lea, apalagi ke orang lain, itu juga kalo elo peduli ma yang lain.”
“Gue tau Audy nggak keberatan”
“Gue cowok, gue tau perasaannya” bentak Fido
“Udahlah” kata Dido cepat
“Kita udah deal buat backstreet, jadi, yeah Audy harus nanggung resikonya dong, lagian Audy kan masih belom tau kalo elo berdua udah tau kalo gue ma Audy udah pacaran, masalahnya sekarang tinggal Lea, gue cuma mau jaga perasaannya, perasaannya yang selembut marshmallow, hehehehehehe” kali ini tawaku yang tak terdengar meyakinkan.
“Kenapa penting banget buat elo untuk ngejaga perasaannya Lea?” pertanyaan Fido benar-benar membutuhkan jawaban tapi aku belum bisa menjawabnya sekarang, aku malas membahas Lea.
“Gue males bahas Lea, dia cuma bisa ngerepotin gue, gue pengen liburin diri dari dia”
“Loe harus hati-hati Key” Dido serius memperingatkanku
“Lea beda” tambah Fido
“Maksud loe?”
“Gue rasa Lea nyimpan feel ke elo” bisik Fido takut terdengar oleh yang lainnya.
“Gue heteroseksual sejati, oke? Lagian Lea cuma ngidap social disorder, bukannya lesbian!” belaku.
“Gue nyium sesuatu yang beda”
“Oke, gue sayang sama Lea, tapi sebagai Ade’, oke? Dia bene-rbener perlu dilindungi, masalahnya sekarang adalah Lea cuma sedang sedang tergantung sama gue, yeah, itu karena dia terlalu childish, terlalu manja, terlalu. . . . ya ampun elo tau kan gimana Lea, dia tipe orang yang posesif kalo punya teman, itu karena dia memiliki teman yang terbatas, dan dia susah untuk menjain pertemanan , enough about Lea, oke?” jelasku tegas.”Gue lagi meraas. . . .mood gue lagi hancur total nih! Ntar malam orangtua om Allan resmi ngelamar nyokap gue ke oma, dan guemesti ke sana, elo pada tau kan acara keluarga buat gue adalah penyiksaan dalam bentuk lain, apalagi itu acara lamaran buat nyokap gue, kalo boleh milih gue lebih baik jadi relawan buat bangun toilet di El-Salvador deh” Aku meneyeruput habis minumanku.
“Hidup ini lucu, dulu elo pengen banget punya Bokap, dan sekarang elo bakal punya dua Bokap, Tuhan sayang banget sama elo” goda Dido.
“Lain kali elo mesti ati-ati kalo minta sesuatu.” Tambah Fido.
***
Aku tak peduli, benar-benar tak peduli pada prosesi lamaran Mama, aku segera menghilang setelah Oma dan Mama melihat keberadaanku, setelah itu tak ada yang bisa memaksaku untuk tetap tinggal dan menjadi saksi atau turut khidmat dalam rangkaian acaranya. Aku membayangkan Papaku di studionya sedang menulis sebuah lagu patah hati, kuharap dia tak bakal bunuh diri karena kutinggal sendiri, yeah itu sama saja dengan memberi infortainment sebuah berita besar, bila itu sampai terjadi.
Aku memutuskan untuk melakukan sesuatu di kamar Mama semasa Mama masih tinggal di rumah Oma, itu jadi kamarku bila mama mengirimku untuk menjalani hukuman oma, dan kupikir menghabiskan waktu dengan tidur adalah pilihan yang tepat, aku perlu mengistirahatkan otakku yang terlalu lelah memikirkan kejadian-kejadian belakangan ini. Tapi sepertinya seseorang sedang menempatinya, yeah, ternyata Amanda, sudah kubilang kalo dia sepupuku? Dia adalah cucu dari saudara tertua Omaku, tapi demi Tuhan aku tak pernah menganggapnya.
Hai” sapanya pelan, ada campuran sungkan dan malu Pilihanku cuma dua kembali ke acara atau nongkrong bareng Amanda, kupikir walau aku tidak menyukai Amanda sepertinya lebih baik aku memutuskan untuk berbagi ruangan dengannya.
“Hey” balasku, aku menghempaskan diri ke tempat tidur, tepat disampingnya, kuperhatikan lebih jeli, Amanda baru saja menangis, riasan matanya belepotan.
“Elo nangis” tanyaku menjaga agar terdengar tak peduli
Sedikit” katanya pelan, dan tiba-tiba Amanda memelukku dan tangisannya pecah, mau tak mau aku membelai punggungnya untuk menenangkannya “Sorry” Dia melepaskan pelukannya dengan kaku, lalu menghapus airmatanya “gue lagi ancur”
“Yeah”
“Gue malu sama elo”
“Kalo elo masih pengen nangis, nangis aja, toh riasan mata elo udah ancur total”
“Key. . . . ”
“Hmmmmm. . . . ”
“Key. . . .gue. . . . . gue. . . . . hamil dan Kevin mutusin gue!” katanya terdengar lega sekaligus putus asa, dan airmatanya kembali membanjiri tampangnya yang sekarang mirip pemeran cewek sinting di film-film horror.
O. . . . la. . . . . .la. . . . . bener-bener bukan berita baik
“Yang harus elo lakuin sekarang?” tanyaku bego, bukan respon yang baik dalam keadaan seperti ini.
“Gue iri setengah mati sama tante Ayra, hari ini dia dilamar, seharusnya Kevin ngelamar gue, kita nikah dan hidup bahagia selamanya, sama anak ini” dia mengelus perutnya yang masih rata.
“Elo tau nyokap gue juga pernah kayak elo, hamil sebelum nikah, tapi bukan bokap yang tinggalin Nyokap, Nyokap memilih untuk melanjutkan semuanya sendiri tanpa ngebiarin Bokap buat tau, karena Nyokap nggak pengen ngehancurin masa depan Bokap, sekarang gue tinggal bareng Bokap. . . .Nda. . . . selama ini kita nggak pernah saling peduliin, tapi sekarang gue bener-bener prihatin buat keadaan elo, mungkin gue masih lebih beruntung, seenggaknya Bokap gue lebih bertanggung jawab,walaupun agak sedikit terlambat, dan itupun karena ketidaktauannya, sementara Kevin? Dia sama sekali nggak siap buat komitmen serius, apalagi buat tanggung jawab gede kayak gini, bukannya mau ngehancurin hati elo, cume gue pengen elo ngeliat realita” Aku bicara tanpa melihat wajahnya, karena dengan melihatnya aku pikir aku seperti melihat Mamaku saat keberadaanku di rahimnya menjadi masalah.
“Kevin nggak pernah cinta sama gue, Key” Dia menagis lagi “dan gue bego banget, “ dia berhenti untuk menangis lagi, sekarang lebih lirih, aku memeluknya, aku merasa luar biasa aneh “Kevin Cuma jadiin gue boneka seksnya, objek obsesif horny-nya nggak lebih! Gue tau tapi gue pura-pura nggak mau tau, asal gue bisa barengan sama dia, gue nggak peduli sekalipun dia nggak pernah sedikitpun sayang sama gue”
Tragis!
“Gue nggak mungkin ngelewatin ini sendirian, berat banget untuk gue tanggung sendiri”
“Elo harus mikir ke depan, elo harus ngelanjutin hidup elo, jangan berpikir bego!”Itu saran terbaik yang bisa aku berikan.
“Gue nggak bisa ngelanjutin hidup tanpa Kevin! Kevin harus tau kalo gue nggak mau ngelewatin semua ini sendiri, Kevin ayah bayi gue!” Amanda kehilangan kontrol, sebelum aku sempat memikirkan kata menenangkan selanjutnya, tiba-tiba suara bedebum keras berasal dari pintu kamar yang setengah terbuka, disusul jeritan nyaring, aku luar biasa bersyukur atas moment itu.
0 comments