Venus And Mars (2)





“…hai…apa yang harus kukatakan padamu? Secara umum orang-orang mengucapkan apa kabar sebagai pembuka awal pertemuan, buatku…itu sangat bodoh karena di awal pertemuan kita seharusnya ucapan selamat tinggallah yang harus kukatakan karena sekarang kau terbaring kaku, jiwamu telah ke surga, hanya jasadmu yang tertinggal dan beku” aku menghela nafas dan meneliti raga yang terbaring dalam peti mati, yang entah mengapa terlihat hanya seperti seseorang yang sedang tertidur, dengan seksama kucari apa yang sama diantara kami. “Sebenarnya hubungan apa yang terjalin dianatara kita? Ayah dan putrinya? Kau bahkan tak memberiku nama belakangmu! Tapi terima kasih, bagaimanapun juga sumbangan benihmulah yang membuatku bisa menghirup wangi dunia, walau aku ingin bertanya, apakah hal itu cukup untukku memanggilmu ayah?”

          “Hmmmmm….apa aku harus menangisi kehilangan akan dirimu? Aku bahkan tak pernah merasa memilikimu…seandainya semasa kau hidup kita pernah bertemu, aku mungkin takkan punya alasan untuk berbagi waktu denganmu, tapi ada satu hal yang membuatku yakin bahwa kita sama, aku mewarisi sikap keras kepalamu, jadi…aku tak perlu memberimu kecupan kecil di pipi atau sedikit tetesan air mata. Aku berada di sini, lebih karena  mereka memintaku, itu saja. Selamat jalan, jiwamu akan tenang di sana, sampaikan sejuta cintaku pada malaikat surga.”
          Aku seperti melihat diriku, tapi bila itu diriku lalu siapa aku? Apakah ada ilusi yang terasa begitu nyata? Aku masih melihatnya, itu aku dalam balutan lace dress hitam, dan rambut yang diangkat ke atas. Aku yang berdiri dihadapanku tak menangis tapi berusaha mengangkat dagu tinggi-tinggi di tengah sorotan mata mencela yang seperti meneriakkan “si anak haram”. Hey aku bukan anak haram, aku hanya putri resminya dari wanita yang dinikahinya.
          Aku kebingungan, dan ini tentu saja bukan karena pengaruh jetlag parah, tapi karena kenyataan dan mimpi yang terasa berada dalam satu dimensi yang terjadi secara bersamaan, seperti halnya… aku yang kulihat di depanku adalah makhluk hologram.
          “Aku turut berduka cita, Miss De Lancey, ayahmu pria yang hebat” seseorang menyalamiku, aku bahkan tak tahu harus berkata apa karena anehnya aku menangisi kepergian ayah yang bahkan nyaris tak pernah kukenal.
***

          “ Aku bersih, nyaris setengah tahun ini!” aku berkata cepat dan tak sabaran “Aku tak percaya pada segala keanehan yang terjadi pada diriku, entah mimpi atau ilusi tapi aku melihat diriku disana, dalam keadaan yang nyaris sama, saat kematian ayah, tapi yang kami lakukan berbeda, aku melihatnya Soraya, dan aku…aku merasa entah apa aku gila? Percayalah setelah rehab aku tak lagi ….segalanya seperti efek…yeah saat aku menikmati Whiskey, Shabu, dan juga rokok Marijuana dalam waktu bersamaan, tapi percayalah, kau tau aku bersih sekarang ini, kau tau kadang aku tak waras tapi…percayalah….”Aku tak mengerti dengan apa yang kualami, aku perlu meyakinkan diriku, tapi yang kutau aku masih dibingungkan oleh hal tak masuk akal yang terjadi padaku.
          “ Vio, dear…kamu hanya bersedih dan terlalu lelah, perjalanan panjang dan berita duka yang begitu tiba-tiba, segalanya seperti sebuah hantaman, kamu terhempas, kebingungan dan…sebaiknya kamu beristirahat, aku merasakan penderitaanmu.” Sebuah kecupan hangat menyentuh puncak kepalaku dan Soraya meninggalkanku dalam keremangan gelapnya kamar tidur yang asing bagiku, tapi di saat bersamaan aku tau bahwa inilah tempatku untuk kembali pulang setelah pergi sekian lama.

Bersambung

0 comments

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© 2011 Evo Sastra
Designed by Evo Sastra
..
Back to top