Aaliyah




Aaliyah
Akan lebih mudah untuk membuatmu membenciku
Dibanding melihatmu menderita
Karena terlalu mencintaiku
***
          Aaliyah akan datang padaku, seperti biasa pukul tujuh membawakanku makanan, dan setelahnya kami akan melewatkan malam di balkon belakang, berbincang menatap bintang sambil menghabiskan malam. Aaliyah seorang gadis yang lugu, polos, manis dan berhati lembut, tak seharusnya dia diciptakan untuk lelaki sepertiku.
          “Aku takut dengan malam hari bila aku sendiri, aku takut jika hari esok tak ada lagi” itu yang selalu dikatakannya, berulang-ulang. “Tapi bila besok takkan pernah datang untukku, satu hal yang harus kamu tau bahwa aku sungguh-sungguh mencintaimu” Bibirnya selalu melafalkan kata-kata hangat, itu membuatku ketakutan, kata-kata cinta bagi seorang wanita adalah sebuah janji, sumpah suci, penyerahan diri, berbeda dengan kami para pria kata cinta hanya sekedar kata. “Aku mencintaimu dengan segenap jiwaku” Aaliyah selalu mengucapkannya dengan mata berbinar dan senyuman mengembang tapi sayang sekali lelaki tak perlu dicintai, lelaki hanya  perlu dimengerti.
***

          Malam ini, dia akan datang seperti biasa, aku bahkan mendengar langkah kakinya saat dia berjalan menuju kamarku yang kubiarkan tak terkunci, aku membiarkan diriku bersama gadis entah siapa yang kuundang demi misi besarku, menghancurkan hatinya, agar Aaliyah tak terlalu mencintaiku, agar dia menyerah untuk terus bersamaku.
          Aku semakin membenamkan gadis itu dalam pelukanku, tepat pada saat Aaliyah membuka pintu. Dia terkejut dan menjatuhkan kotak makanan yang ada di tangannya, dia tak berkata apa-apa hanya berdiri membeku memandangku. Gadis di pelukanku menatap padaku dalam pandangan tak percaya, aku tak membiarkan dia membaca ekspresiku. Tapi gadis itu tau bahwa dialah penyebabnya, merasa di posisi salah, dia membebaskan diri dari diriku, bangkit dari tempat tidur  memandangku tajam dan penuh kebencian, menghadiahkanku sebuah tamparan, lalu dia bergegas, tapi berhenti sejenak di depan Aaliyah, menatapnya dan memberikan penilaian. Lebih tepatnya membandingkan diri, itu yang para gadis lakukan, dan harus kuakui Aaliyah kalah jauh dari gadis yang tadinya bersamaku. Bukan kecantikan tapi…ketegaran, Aaliyah seperti boneka kertas yang rapuh dan gampang terkoyak. Aku baru saja mengoyaknya dengan cara yang begitu menyakitkan.
***
          Aaliyah masih berdiri di posisinya semula tak bergerak tapi air matanya mengalir demikian derasnya, jujur aku merasakan penderitaannya, marah, juga kecewanya, tapi menurutku itulah hal terbaik yang pantas dia rasakan, walau jujur kuakui aku benci memandang wajahnya yang basah karena air mata.
          “Kenapa?” Aaliyah bertanya lirih, dan aku tetap bertahan dalam diamku. “Pleasejawab aku, kenapa harus kayak gini?” wajahnya yang pucat pasi mulai terlihat frustasi, kedua tangannya menutupi wajah mungilnya.
          Dia menatapku dengan mata sembabnya dan aku sungguh tak suka merasa tersiksa melihat wanita berurai air mata.
          “Sayang…”dia mendekatiku dan memelukku, dia menangis lagi, bahuku merasakan tetesan air matanya. Kubiarkan sesaat sebelum pada akhirnya aku melepaskannya, dia menatapku dalam tatapan tak percaya, dia menggelengkan kepalanya perlahan sambil menatapku dalam. Antara percaya dan tak percaya, mungkinkah pria yang di depannya adalah aku yang sebenarnya, pria yang pernah mencintainya
          “Yang menyakitkan, bukan karena melihat kamu dengan gadis lain” dia menunduk dan berbicara pelan nyaris berbisik. “Seorang pria takkan mungkin lepas dari kekasihnya, bila kekasihnya punya cukup cinta untuknya, maafkan aku jika selama ini aku tak pernah cukup mencintaimu. “Dia mulai menyalahkan dirinya sendiri, dan aku tak bisa berbuat apapun selain bertahan dalam kebekuan.
          “Mungkin …gadis itu lebih menyayangimu” dia menatapku, menghapus air matanya, berusaha untuk tegar dengan menampilkan senyuman yang begitu menyedihkan.
          Gadis itu tak menyayangiku dan aku juga tak menyayanginya, kami hanya…sudahlah!
          “Sayang…” dia berbisik lagi, lirih, seperti sisa-sisa rintik hujan di senja hari.
          Aku tak tau harus melakukan apa, hanya bisa menampilkan wajah tanpa ekspresiku.
          “Bagaimana bisa?” dia masih menuntut jawaban, dalam hati dia tau dia takkan menjawab sepatah katapun…aku mengunci lidahku, menahan semua kata-kataku.
          “Pernahkah kamu mencintaiku?” dia terisak “Atau kau hanya mengasihaniku, seperti semua orang?”
          Aku mulai jengah dengan semua pertanyaan dan ekspresi sedihnya.
          “Sayang...please…katakan apa yang bisa kulakukan agar kamu tak meninggalkan aku?” dia menghapus air mata dengan lengannya…aku tau dia terguncang…terlihat dari tangannya yang gemetar, yang kini mencoba membuka kancing bajunya…apa yang dia lakukan? Dia seperti gadis murahan yang terlalu terobsesi dengan lelaki yang dicintainya.
          “Pleasetatap aku …lihat aku…kupikir ini akan jadi kejutan buatmu”
          Sebuah penyerahan diri? Bukan! Ada yang lain di sana …tepat di mana hatinya berada di sana tertulis sebuah nama, namaku, dengan tinta yang menembus kulitnya.
          Dia membelai kulitnya yang ternoda namaku “Dengan begini namamu di hatiku takkan pernah hilang…” aku tak tahan lagi aku keluar dari kamar dan meninggalkannya.
Dua Bulan Sebelumnya
“Aaliyah nggak punya waktu lama lagi, Dan” Tante Arini menangis di hadapanku menangisi nasib putrinya “…kecuali ada seseorang…”
“Saya tau tante…” aku tak ingin beliau melanjutkan kata-katanya, Aaliyah memang memerlukan sebuah hati baru untuk mengganti hatinya yang rusak karena Sirosis.
“Maaf…sebenarnya Aaliyah tak membolehkan tante untuk membicarakan penyakitnya, dia tak ingin kamu mengetahui deritanya, dia tak ingin kamu mengasihaninya. Aaliyah sangat menyayangimu, tak ingin kamu meninggalkannya.” Ibu dari gadis yang kucintai itu terlihat sangat berduka.
“Apa yang bisa saya lakukan tante?”
“Temani dia sampai akhir hayatnya.”
***
Aku tak bisa selamanya bersama Aaliyah . Aku juga tak mengerti apakah aku mencintainya ataukah hanya mengasihaninya? Entahlah…tapi bersama dengannya lebih lama tak cukup baik untukku apalagi untuknya…kupikir inilah waktunya untuk mengakhiri segalanya.
Inilah malam pertamaku seorang diri tanpa Aaliyah sejak dua tahun terakhir, kali ini aku memang harus sendiri karena aku akan menembus malam dengan motorku dengan kecepatan maksimal, pikiranku hanya satu… bagaimana mengakhiri segalanya…bagaimana mengakhiri hidupku, bukan karena penyesalanku karena menyakiti wanita yang begitu mencintaiku, tapi….ini lebih daripada itu.
Pagi tadi aku sudah menyusun segalanya, aku ingin menyakiti Aaliyah dengan begitu dalamnya, melukainya dengan begitu menyakitkan agar saat aku tiada dia tidak merasakan perihnya kepedihan, agar dia tidak merasa bahwa ini hanya bagian dari rasa kasihan.
Saat ini di jalanan yang begitu rawannya, aku memacu kecepatan, memompa adrenalin dan mengalahkan ketakutan, tapi kenapa bayangan wajahnya yang begitu memilukan tak bisa hilang dari benakku. Berat untukku pergi darinya tapi…semua ini kulakukan untuknya karena aku begitu menyayanginya…
Pada akhirnya…inilah waktunya saat aku melepaskan kendali diri kubiarkan kecepatan itu bergerak sendiri hingga aku merasakan hentakan maha dahsyat itu menghempasku, pada saat itu aku seolah membaca sekali lagi surat yang kutulis pagi tadi, surat yang akan diantarkan kurir beberapa saat lagi untuk untuk tante Arini…

Saya mencintai Aaliyah
Akan lebih baik untuknya tetap hidup dengan hati saya
Jika malam ini saya tak lagi bernyawa
Maka hanya hati ini yang bisa saya titipkan untuknya
Jangan katakan kemana saya pergi
Tapi dari surga saya akan menitipkan banyak cinta untuknya
-Wildan


Gambar : Kitty Gallanaugh

          

0 comments

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© 2011 Evo Sastra
Designed by Evo Sastra
..
Back to top