“kekerasan oleh dan kepada siapa pun, kapan dan di mana pun, adalah kebiadaban. celakanya, pemerintahan negeri ini macam dodol garut yang lembek ketika menghadapi kasus-kasus kekerasan seperti itu. bahkan acap kali berkesan menutup mata, menutup telinga,” ujar kluprut menahan geram.
“jangan omong ngawur. negeri ini negeri hukum. segala sesuatu mesti diatasi lewat jalur hukum,” sergah saya. tak kalah geram, lantaran sohib saya ini nyaris selalu insinuatif.
“pendekatan hukum itu benar. namun tidak komplet, lantaran hukum bicara setelah peristiwa terjadi. perlu pendekatan komprehensif, yang memperhitungkan berbagai aspek yang menjadi variabel kemerebakan kekerasan. misalnya, ketimpangan ekonomi, kepentingan politik, tercederainya rasa keadilan, kesengkarutan desain tata ruang suatu kawasan – yang bisa menjadi pemicu stres dan mengabaikan keberagaman dan keberbedaan.”
“lalu, apa yang bisa kita lakukan?”
“jangan cuma omong. berpikir dan terlibatlah dalam pencarian resolusi konflik, sekecil apa pun. berpikir dan terlibatlah untuk menghentikan kekerasan, sekecil apa pun.”
“bahkan sekadar berdoa agar tak lagi terjadi kekerasan?”
“berdoa tak bisa kaubilang sekadar. doa pun bisa dilangitkan dalam banyak cara, banyak wajah, banyak wujud serupa tindakan, berupa tindakan.”
--------- 17 Maret 2013
0 comments