Sarang Ppajida

Author: @Jennifer_Zhie

“Hari ini, kita kedatangan anggota baru,” suara Sensei Kim menggema diruangan kursus yang tidak begitu besar, “silahkan perkenalkan dirimu.”

“Annyeonghasimnikka, (selamat siang.red)” anggota baru tersebut menyapa, “jeoreul sogae hamnida. Je ireumeun Dickyimnida. Seumul sarigo, Indonesia daehakgyoe danimnida, (umur gue duapuluh tahun dan gue kuliah di Universitas Indonesia.red)” lanjutnya dengan fasih.

“Wow! Lancar banget bahasa Koreanya,” Miranda berdecak kagum dan terpesona pada pandangan pertama.

Setelah dipersilahkan duduk, Dicky pun memilih tempat duduk tepat disamping kiri Miranda. Dicky melirik Miranda dan tersenyum kecil.

“Materi hari ini adalah tata bahasa Korea ‘Go Saenggak Hae’ atau dalam bahasa Indonesia berarti ‘saya pikir ’,” terang Sensei Kim.

Miranda tak memperhatikan sedikitpun materi dari Sensei Kim. Pikiran Miranda tertuju pada Dicky, cowok manis berambut jabrik yang duduk disampingnya. Entah kenapa, Miranda merasa tertarik untuk mengenal Dicky lebih dalam.

‘Kayaknya gue cheot nune sarange ppajida. (jatuh cinta pada pandangan pertama.red)’ batin Miranda.

Miranda, gadis berkulit sawo matang yang saat ini sedang tergila-gila pada sesuatu yang berbau Korea. Mulai dari lagu-lagu Korea, drama-drama Korea, bahkan bahasa Korea. Sampai-sampai Miranda merengek pada mamanya untuk kursus bahasa Korea. Jadi, jangan heran kalau Miranda hafal semua isi cerita dan judul drama-drama Korea, karena setiap malam Miranda selalu begadang untuk menontonnya.
***
“Mir, lo ikutan ke Mall gak?” tanya Lena, sahabat Miranda ketika kursus usai.

“Ngapain ke Mall?”

Lena memutar matanya kesal mendengar jawaban Miranda, “namanya ke mall ya shopping, masa berenang sih?”

“Hehehe. Gue gak bisa ikut, soalnya hari ini gue udah ada acara.”

“Acara apa? Lo kencan? Tumben lo doyan sama cowok,” ejek Lena.

Miranda cemberut, “lo pikir gue gak normal gitu? Gue bukan mau kencan tapi ada hal penting lain.”

“Hal penting apa sih yang bikin lo nolak ajakan gue shopping?”

“Gue belum selesai nonton drama Korea Dream High. Trus rencananya gue juga mau lanjutin nonton 49 Days sama Secret Garden.”

Lena geleng-geleng kepala, “Ampun deh! Lo tuh seneng banget sih nonton drama-drama Korea? Emang lo gak bosen?”

“Bosen? Gak mungkin banget! Ceritanya seru, keren dan gak bikin bosen! Apalagi cowoknya cakep-cakep,” jelas Miranda berbinar-binar.

“Terserah lo deh! Gue pergi dulu. Bye.”

“Bye...”

“Ternyata lo suka drama-drama Korea juga ya?” sapa Dicky mengagetkan Miranda.

“Kok...lo tahu?” tanya Miranda salah tingkah.

Dicky tertawa kecil melihat sikap Miranda, “Barusan gue gak sengaja denger pembicaraan lo sama Lena. Gue juga suka banget nonton drama Korea.”

“Wah, sama dong! Lo punya koleksi apa aja? Siapa tahu kita bisa tukeran!”

“Banyak! Susah nyebutin satu-satu. Gimana kalau ada waktu, lo main ke rumah gue aja? Biar lo bisa pilih sendiri,” Dicky menawarkan.

Miranda melompat-lompat kegirangan, “Serius? Gak apa-apa gue pilih sendiri?”

“Suer! Gue balik dulu ya? Ntar kalau mau main ke rumah jangan lupa hubungi gue,” sebelum pamit Dicky memberikan nomor teleponnya pada Miranda.
***
Sudah lebih dari seminggu, Miranda makin akrab dengan Dicky. Ia sangat senang punya teman yang satu hobi. Dari Dicky, Miranda juga lebih tahu tentang Korea.

Semakin hari Miranda juga semakin yakin akan perasaannya pada Dicky. Ia yakin kalau dirinya memang benar-benar jatuh cinta pada cowok berbehel itu.

Setiap hari perasaan Miranda selalu berbunga-bunga. Bahkan, sekarang ia sangat suka dengan lagu Kiss Me yang merupakan salah satu soundtrack drama Korea Naughty Kiss. Menurutnya lagu itu benar-benar menggambarkan apa yang ia alami sekarang.

Sambil menunggu kursus dimulai, Miranda memutar I-podnya dan bernyanyi mengikuti lagu.

Eonjebuteo yeonneunji, neoreul bon sunganbuteo
Ibunichomada niga jakku saenggangna
Neoneun mueolhaneunji...
Jigeum eodiinneunji...
Ooh baby...

Irijeori boado, igeotjeogeot dajyeodo
Niga jakku mame deureo michilgeo gatae (oohh..)
Ireon naemameul aneunji...
Ireon nae gamjeongeun aneunji...

“Kayaknya ada yang lagi happy nih,” Dicky tersenyum jahil.

“Sok tahu lo!”

“Tahu dong! Buktinya udah hampir tiga hari ini lo selalu senyum-senyum sendiri sambil nyanyi-nyanyi lagu yang sama.”

Miranda kaget mendengar penjelasan Dicky, “Ngarang lo!”

“Ngarang gimana? Gue kan sering merhatiin lo, jadi gue tahu lah!”

“Lo...merhatiin gue..??”

“Iya! Emang ada yang salah kalau gue merhatiin lo?”

“Ng...gak ada kok...” Miranda tersenyum menutupi kegugupannya.
***
“Kenapa lo ngajak gue kesini?” Miranda heran ketika Dicky mengajaknya ke Mall.

Dicky menggandeng tangan Miranda, “Gue mau minta bantuan lo buat pilihin hadiah.”

Miranda merasa jantungnya melompat keluar ketika Dicky menggandeng erat tangannya. Seperti terhipnotis, Miranda berdiri kaku.

“Hello?” Dicky menggoyang-goyangkan tangannya didepan wajah Miranda, “kok lo malah bengong sih? Mau kan lo bantuin gue?”

Miranda tersadar dari kekagetannya, “Emang kado buat apaan sih? Kayaknya penting banget?”

“Jelas penting! Tiga hari lagi tuh bakal ada acara yang spesial banget. Gue mau ngasih kejutan buat someone.”

‘Tiga hari lagi kan tepat hari ulangtahun gue!’ pikir Miranda dalam hati.

“Hadiah buat cewek ya?” Miranda mengulum senyum.

“Iya dong, buat cewek yang gue sayang.”

Wajah Miranda mendadak berubah ceria, “Kalau gitu, lo mau ngasih hadiah apaan? Biar gue gampang pilihnya.”

“Apa aja yang lo suka dan menurut lo bagus. Gue percaya sama apapun pilihan lo.”

Miranda mengajak Dicky masuk ke toko boneka. Miranda mulai berjalan dan memilih-milih boneka, salah satu boneka berwarna biru menarik perhatiannya. Tanpa perlu berpikir, Miranda mengambil boneka itu dan memberikannya pada Dicky.

Dicky sedikit terkejut dengan pilihan Miranda, “Kenapa lo bisa pilih boneka ini?”

“Maksud lo kenapa gue milih boneka Stich ini?”

Dicky mengangguk.

“Gak ada alasan khusus, gue suka sama boneka ini. Lucu! Apalagi ukurannya gede, enak banget buat dipeluk,” Miranda tersenyum, “kenapa? Lo gak suka sama pilihan gue?”

“Bukan...gue cuma heran aja kenapa lo bisa tahu kalau gue suka Stich?”

“Lo suka Stich?” Miranda tak percaya, “sama dong kayak gue! Berarti ada tiga orang yang suka Stich.”

“Hah? Tiga orang?”

“Udahlah itu gak penting! Gimana? Lo setuju apa gak sama hadiah pilihan gue?”

“Kalau lo suka, gue juga suka.”

Miranda semakin yakin kalau Dicky juga punya perasaan yang sama sepertinya. Buktinya, Dicky sendiri mengaku kalau selalu memperhatikan Miranda. Apalagi hari ini Dicky juga menyempatkan mencari kado untuk dirinya.
***
Hari ini tepat hari ulangtahun Miranda yang kesembilan belas. Miranda memang sengaja gak membuat pesta untuk ulangtahunnya. Karena menurutnya umur sembilan belas itu sudah dewasa, jadi buat apa harus ada pesta besar-besaran? Cukup makan-makan bareng keluarga dan temen dekat.

Tapi sayangnya orangtua Miranda ada bisnis ke luar kota, jadi hari ini ia cuma mengundang Dicky untuk datang kerumahnya. Itulah gak enaknya jadi anak tunggal.

Miranda sengaja mengundang Dicky kerumahnya, karena ia berniat memamerkan keahliannya memasak pada Dicky. Miranda memang jago memasak, yah meskipun alasannya belajar memasak cuma karena ingin sejago koki di salah satu drama Korea yang ia tonton.

“Non, itu temennya teh udah dateng,” Bi Syifa, menghampiri Miranda yang sedang menata masakannya di meja makan.

“Oke! Bibi tolong terusin tata masakannya ya, Miranda mau kedepan dulu.”

Bi Syifa mengacungkan jempolnya, “Beres non!”

Sampai diruang tamu, Miranda terpesona melihat penampilan Dicky. Malam ini Dicky terlihat amat sangat menawan. Dicky mengenakan celana jeans selutut dipadu dengan kemeja dan sneakers, tak lupa kacamata berbingkai putih menambah keren penampilan Dicky.

“Ehem...” Miranda berdehem. Sengaja ingin mengagetkan Dicky yang sedang asyik bermain ponsel.

“Hai! Lo kelihatan cantik banget,” puji Dicky sembari memamerkan senyum manisnya.

Malam ini Miranda memang terlihat sangat cantik. Miranda mengenakan dress pink selutut dan bando warna senada menghiasi rambut panjangnya, tak lupa sapuan make-up tipis menghiasi wajah manisnya.

Pipi Miranda tampak memerah mendengar pujian Dicky, “Lo juga cakep banget.”

“Kok sepi sih? Gue dateng kecepetan ya? Tapi mending kecepetan kan daripada terlambat. Hehehehe.”

“Gak apa-apa kok. Lagian gue emang cuma ngundang lo kok.”

Dicky menyerahkan sebuah kado berbungkus biru, “Nih kado buat lo. Maaf kalau lo gak suka.”

‘Kok kecil sih? Bukannya boneka yang kemarin gue pilih gede ya?’ pikir miranda.

“Kok cuma dipandang aja? Dibuka dong! Apa jangan-jangan lo gak suka ya?”

“Gimana bisa gak suka, kan gue belum lihat isinya. Lagian apapun isinya gue pasti suka kok.”

“Bagus kalau gitu! Buruan dong dibuka.”

Miranda mulai membuka bungkus kado tersebut. Miranda langsung lesu ketika melihat isinya tak sesuai dengan yang ia harapkan. Memang sih isinya bagus, kalung berliontin Stich dan earphone berbentuk Stich. Tapi yang Miranda harapkan, isi kadonya adalah boneka yang dipilihnya waktu itu.

Dengan mengerahkan segenap keberanian Miranda bertanya, “Boneka Stich yang kemarin mana? Itu kado buat gue kan?”

“Hah? Lo salah paham Mir, itu boneka bukan buat lo tapi...”

Miranda memotong perkataan Dicky, “Dick, gue suka sama lo! Sejak pertama gue lihat lo.”

Dicky mencoba melepaskan tangan Miranda yang menggenggamnya, “Mianhae, nan neol sarangeulsu eobseoyo. (maaf, gue gak cinta sama lo.red)”

Miranda langsung down mendengar jawaban Dicky, tangannya gemetar. Miranda mengigit bibirnya kuat-kuat menahan bulir-bulir airmata yang setiap saat bisa saja menetes.

“Hogsi yeojachingu iss-euseyo? (apa lo udah punya pacar?.red)” tanya Miranda lirih.

Dicky mengangguk, “Iya, gue tadi baru jadian sama...Lena...”

Miranda membisu mendengar penuturan Dicky. Hatinya yang tadi rapuh, kini telah hancur berkeping-keping. Tembok pertahanan yang berusaha dibangun Miranda kini mulai runtuh. Perlahan tapi pasti bulir-bulir bening mengalir dari kedua bola matanya.

“Gue mau berterimakasih sama lo, karena berkat hadiah yang lo pilihin gue bisa jadian sama Lena,”Dicky menggenggam erat jemari Miranda, “urineun chingureul deo chakahaeyo (lebih baik kita berteman.red)”

“Kenapa? Kenapa bukan gue?” Miranda menatap Dicky sayu.

“Karena kita berdua terlalu sama. Hobi, makanan favorit, bahkan sifat kita juga hampir sama. Orang pacaran itu lebih bagus yang berbeda, kalau terlalu sama pasti akan cepet bosen.”

“Itu cuma alasan lo aja kan?”

“Kalau lo berpikir seperti itu terserah. Tapi gue pernah mengalami itu. Kita lebih cocok jadi teman daripada pacar,” Dicky menatap Miranda, “gue yakin lo pasti bisa dapat cowok yang lebih baik dari gue. Saat lo butuh temen gue bakal selalu ada kok buat lo.”

Miranda terdiam, mencoba mencerna semuanya. Sebagian hatinya tidak bisa merelakan semua ini.

“Gue pulang dulu ya. Gue harap besok lo lupain semua yang terjadi hari ini. Happy Birthday Miranda,” sebelum pergi Dicky mengecup kening Miranda.

Miranda mendesah, “Kesialan dihari ulangtahun gue!”

-TAMAT-

Mr.Iz ..

0 comments

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© 2011 Evo Sastra
Designed by Evo Sastra
..
Back to top