Timur Sinar Suprabana:
di jalan Ijen. kau dan Hujan
belum juga kautetapkan
apa yang panjenengan hendak pesan
ketika tibatiba Hujan
:tanpa tandatanda
kecup demi kecup tertunda
dan sepasang mata kita saling pandang penuh senda
:mereka melupa sendu
tiada yang meluap selain masih rindu
dan percintaan berulang semalam mulai menjelma candu
aku tahu
panjenengan ingin mengalihkan pandang mripatmu
dari tatapan mataku
namun toh engkau lebih pilih membiar jantung berdegup
dan dengan indah punggung telapak tanganmu jadi rebahan rasa gugup
dengan gelenyar merah muda di leher yang menolak redup.
”hujan,” katamu betul memang melamun
dan aku cuma bisa tertegun
ketika entah untuk apa panjenengan bertanya, “mengapa kau tak punya jakun?”
rasa ingin tertawa terhadang oleh ingin tahuku, “apakah engkau kecewa?”
dan tiada jawaban selain sendawa.
tibatiba kusadari ia menunduk dan airmatanya menetes berbulirbulir
mendadak kumengerti betapa kami mengalir tak ke hilir
namun toh segera pula buyar ketika hujan membawa angin yang berhembus silir.
”kopimu,” katanya sembari menyentuh ujung jari tengah telapak tangan kananku
dan kepadanya kugumamkan, “teguklah untukku.”
ia tertawa berderai
aneh…, hujan pun lerai
tinggal kami. tiada sanggup cerai
….
22.09. 14.12.2012. semarang.
0 comments