Gambar: Di sini
“Sepuluh tahun ke depan....”
“Kita masih bersama dan selalu bahagia,”
Terdengar luar biasa.
“Kita akan memiliki pondok mungil dari kayu di kaki bukit. Memiliki taman bunga Matahari ...“
“Jangan lupa kebun sayur dan buah!”
“Berperahu setiap sore, menikmati matahari terbenam.”
“Berdansa di bawah sinar bulan,”
“Menghitung bintang-bintang,”
“Memulai petualangan!”
“Kemana?”
“Tak peduli, asal bersamamu.”
“Aku akan menuliskan tentang petualangan kita.”
“Kameraku akan mengabadikan momen-momen indahnya,”
“Jika aku sedih?”
“Aku akan bernyanyi untukmu.”
“Jika aku marah?”
“Cokelat akan membuatmu memaafkan.”
“Jika aku kecewa?”
“Pelukanku jadi hak milikmu, akan kuberikan kapan saja kau perlu.”
“Jika aku terluka?”
“Ciumanku akan menyembuhkanmu.”
“Jika aku menyebalkan?”
“Hahaha,”
“Kenapa tertawa?”
“Berarti aku tahu itu adalah kamu!”
“Aku akan menyebalkan sepanjang waktu,”
“Aku akan mencintaimu, lebih dan lebih dari waktu ke waktu.”
“Bagaimana jika aku membuat kesalahan?”
“Kita akan menjadikannya pelajaran dan jikapun itu sulit aku akan bersabar dan tak menyerah untuk mencobanya.”
“Bagaimana jika waktu terlalu banyak dan kita tak memiliki sesuatu untuk dikerjakan?”
“Itu artinya kita perlu buku baru dan aku berjanji takkan cemburu saat kau tenggelam dalam bacaanmu.”
“Bagaimana jika aku jatuh cinta pada orang lain?”
“Aku tak ingin memikirkannya, sulit untuk kupercaya. Kau tergila-gila padaku.”
“Bagaimana jika kau jatuh cinta pada yang lain?”
“Aku akan memenuhi hatiku dengan kamu, kamu, dan kamu. Menyesakkan hatiku dengan dirimu, agar tidak ada tempat untuk yang lainnya.”
“Betapa indahnya selamanya,”
“Bahkan selamanya takkan cukup jika kita bersama.”
Kita pernah memiliki saat bahagia itu. Hingga sekarang tawamu masih terdengar merdu dalam ingatanku. Binar matamu masih seindah dulu dalam bayanganku. Tapi siapa yang menyadari hari ini? Kita pernah merencanakan, segalanya. Nyaris sempurna, tapi kita hanya manusia dan siapa mengira akan begini jadinya. Seandainya aku tahu, aku akan mempersiapkan hatiku untuk merasakan sakit saat kita dipaksa takdir untuk berpisah.
“Saatnya menghapus air mata dan...,baiklah aku siap kembali ke realita dan menerima bahwa kau tak lagi bisa mengingat kenangan kita.”
0 comments