Judul : Marginalia (Catatan Cinta di Pinggir Hati)
Penulis : Dyah Rinni
Penyunting : Triani Retno Adiastuti
Proofreader : Dina Savitri Nurhidayah
Penerbit : Qanita
***
Aku Yudhistira, aku Arjuna, aku Bima, aku Nakula Sadewa.
Berapa Bhratayudha harus kujalani. Demi kamu. Drupadiku?
Aruna:
CENGENG! Tulisan singkat dan rapi di kumpulan puisi Rumi kesayangan almarhum Padma membuatku terbakar. Kurang ajar! Berani-beraninya cewek dingin berhati belatung itu menodai kenangan Padma. Belum tahu dia berhadapan dengan siapa. Aruna, vokalis Lescar, band rock yang diidolakan. Tunggu pembalasanku!
Drupadi:
Aku tak punya waktu untuk cinta. Meski setiap hari aku berhubungan dengan yang namanya pernikahan, ini hanya urusan bisnis semata. Aku tak percaya romantisme, apalagi puisi menye-menye. Hidup ini terlalu singkat untuk jadi melankolis. Namaku memang Drupadi, tapi hatikusudah tertutup untuk laki-laki.
***
Mengutip kata Gandi, salah satu tokoh dalam buku ini: “Itu karena kami percaya bahwa buku itu hidup. Banyak orang yang merasa sayang mencorat-coret buku mereka, tetapi menurut saya kebanggaan terbesar sebuah buku adalah saat seseorang mengambilnya dari sekian banyak buku yang ada, membacanya dengan sepenuh hati, menekuk ujung halamannya, meninggalkan marginalia di samping tulisan yang sudah ada, kemudian melanjutkannya kepada manusia lain. Itulah saat sebuah buku menjadi hidup karena kemudian mereka akan menciptakan keajaiban.”
Tapi hal semacam itu tidak berlaku bagi Drupadi “Tidak ada yang romantis ataupun ajaib tentang kehidupan.” Sungguh berbanding terbalik dengan anggapan Padma yang mengatakan. “Marginalia itu romantis, tahu. Itu kayak menciptakan dunia pribadi dengan percakapan rahasia di dalamnya.”
Soal cerita? Baca sendiri lah *pasang wajah meyakinkan* Hal terbaik dari buku ini adalah si Marginalia itu sendiri, catatan pinggir yang memang dianggap penting. aku sering mencoret buku-buku pelajaranku, tapi sumpah baru tahu catatan-catatan itu disebut marginalia, tapi menjadikan marginalia itu jadi romantis dan memiliki “nyawa” magis yang manis membuatku bertanya “Mbak Dyah, itu dapat ide keren gitu, gimana? Kok bisa? Sumpah kagum!”kadang hal paling nggak habis kupikir ketika membaca sebuah buku adalah aku kadang lebih memikirkan bagaimana si penulis mendapatkan idenya alih-alih penasaran dengan endingnya.
Cerita cinta yang romantis dengan keajaiban-keajaiban logis, wajib baca bagi pecinta genre romantis, dengan ide tentang pertemuan via perang marginalia membuatku PERCAYA bahwa jodoh dan cinta selalu menemukan jalannya. Aku suka buku ini, suka yang pake banget walaupun menurut aku jika merujuk pada tokoh-tokohnya, Aruna misalnya kadang “kurang rockstar” tapi abaikanlah karena toh tokoh Drupadi punya karakter kuat yang ...”nih cewek keren banget dengan pendirian kuat, make otak banget.” berbanding terbalik dengan sepupu burung meraknya, Inez, yang membuatku melayangkan ingatan pada; kemunculan Inez malah “merusak” novel ini karena dia kayak tokoh di sinetron-sinetron miskin kualitas tapi sudahlah secara keseluruhan aku harus bilang bahwa buku ini bagus dan ceritanya mengalir cepat dan tidak ada kesempatan untuk bosan.
Boleh ganti bintang ratingnya dengan... tiga cangkir kopi yang ingin aku minum dengan Gandi dan Sonya yang keren? mereka kayak “peri” dengan kekuatan ajaib yang menciptakan kejaibannya. Kafe Marginalia, jika ada, aku pasti akan mengunjunginya dan memberi marginalia pada buku Marginalia dari Dyah Rinni (bukan Marginalia-nya Edgar Allan Poe ya, belom baca soalnya) dan apa yang akan kutuliskan? Buku ini membuatku percaya bahwa cinta selalu datang di saat yang tepat dengan caranya yang penuh keajaiban.
0 comments