“Khalid lagi di terminal kampung rambutan bu, nunggu bis” ucapku pada ibu lewat handphone. “ya sudah, hati-hati ya nak. Wassalamu’alaikum” ibu pun menutup teleponnya setelah saya jawab “wa’alaikumsalam”.
Suasana senja di terminal rambutan begitu ramai, penuh keluar masuk bis dan angkutan, naik turun para penumpang dan pedagang asongan, serta tak ketinggalan para pengamen jalanan yang mendendangkan lagu-lagu untuk mengais receh dari kantong-kantong dermawan.
Angin tiba-tiba mengekas dingin bersamaan dengan mega yang mulai memerah di langit ufuk barat, burung-burung bergerombol pulang kesarangnya, lantunan adzan maghrib mulai terdengar merdu dari mushola-mushola dan masjid-masjid.
Kemudian saya pun bergegas mencari mushola terdekat, setelah ketemu segera saya mengambil air wudlu dan memasuki mushola tersebut untuk sholat maghrib berjamaah.
Setelah selesai wirid dan do’a, saya keluar mushola dan berjalan ke tepian sembari nunggu bis, namun di tengah perjalanan saya melihat sosok renta yang kurus kering berpakaian layaknya tentara jaman dahulu duduk membungkuk sedang memakan sebungkus nasi.
Dalam hati saya berkata “dari bajunya kaya kakek tadi yang sholat berjamaah di samping saya” kemudian saya berjalan menghampirinya.
“assalamu’alaikum kakek” dengan nada lirih dan serak suara renta kakek menjawab “waalaikumsalam nak, sini nak duduk”, “oh iya kek, makasih” saya pun duduk di sampingnya, tiba-tiba kakek menawari saya “nak makan nak, ini nasinya cukup buat kita berdua, tapi tempe gorengnya cuma satu, setengahan saja yah” sambil meletakkan nasi bungkus tadi dibawah antara tempat kami duduk, saya pun terdiam mematung, betapa tidak orang serenta itu yang notabene hidup di dalam garis kemiskinan masih ingin bisa berbagi sesuatu terhadap sesame, sementara orang-orang yang jauh lebih beruntung darinya berlaku sebaliknya, malah kadang-kadang sangat melampaui batas seperti contoh PARA KORUPTOR.
Tak terasa entah sudah berapa kali, kakek menepuk-nepuk punggung saya yang sedari tadi melamun karena terharu dengan ahlak mulianya.
“nak, nak”
“eh iya kek, maaf kek?” ujarku dengan nada setengah gugup, kemudian kakek kembali menawari saya untuk makan bareng “ayo nak ini di makan”, namun dengan halus saya menolaknya “maaf kakek bukannya tidak mau, tapi saya tadi sore sudah makan” “ya sudah kalo nak mas sudah makan biar nanti kalau kakek tidak habis buat besok saja”
...... nantikan bagian ke 2. segera. hehe #kayak sinetron ajah#
salam...
0 comments