Terima kasih pak mak
Sebuah celoteh usang
Selalu ku sebut tuk memaknai
Malam, malam yang tertawa membuai langit temaram
Sebuah celoteh usang
Slalu terkenang
Temani hening, selalu menerjangku dari kekalahan
Sebuah celoteh usang
Yang membangkitkan dedaun kemuning
Menjadi kuncup, menegakkan batang
Dari rapuh, mengguyur gersang dari panas dan
Menantang badai dari takutku
Memelukku dari kerumun debu debu
Yang mengancam kan sengitnya hari
Yang selalu enggan tuk memberiku hujan
Celoteh ini adalah petir yang berlarian disanubariku
Mengental berjalan di urat-urat nadiku
Mengikuti setiap detak jarum yang selalu menari
Mengitari kulit, darah, tulang dan dagingku
Sebuah celoteh usang
Dari mu, bangunkan aku
Dari malam kesunyian
Yang terlelap digumuli kegelapan
Celoteh ini kan selalu bersamaku
Mendarah dan memelukku
Dan kami berdua telah janji
Untuk selalu bersama
Tuk hadapi badai katamu
Meluluhkan guntur
Meredakan angin yang ingin merobohkanku
Sampai ku di atas menara langit menjajaki mimpi
------------------
KEHAMPAAN
Siang lengang mencabik cabik selaput ari
Mendekap erat, mengerang erang
Sampai senja enggan tuk sudahi hari
Menatapku dengan tajam sambil meringis ancam
Mengapa ?
Rongga nganga kelaparan kan caya
Caya caya mati karna lena
Mati karna aku lupa kan koset yang sedari tadi membelai tanganku
Mengapa tak ku hidupkan?
Aku tak tau, rasanya kepala koset itu enggan ku pegang
Kenapa ku tak paksa, agar ia membenturkan kepala kedinding racun itu
Toh caya itu yang kubutuhkan kini
Yah baru ku tau, senja menatap tajam karna ku lupa
Lupa tak bangunkan api dan menyungkurkan kepala koset itu
Kini baru ku ingat
Ternyata ku lupa padaMU!
Karya SUGI HARTONO
0 comments