Sudah satu tahun berlalu sejak tulisan bertema sama telah kutulis. Aku menulis tentangmu yang bertambah satu umur lagi. Saat itu, aku tak tahu kauberada di mana, sedang bersama siapa, dan sedang menempuh pendidikan di mana. Saat ini pun, semua rasanya tak lagi berbeda, aku masih tak tahu apakah kamu masih mengingatku ataukah kamu punya perasaan yang sama terhadapku? Entahlah, memang perasaan itu sudah lama sekali, bahkan sudah menghilang. Tetapi, bukankah manusia adalah mahluk paling sulit untuk melupakan? Perasaan bisa hilang, tapi ingatan tidak.
Seperti tulisanku yang kutulis setahun lalu, nampaknya tulisan kali ini pun juga tak akan pernah kaubaca. Tulisan ini akan teredam oleh banyaknya perhatian yang tertuju padamu. Cerita ini tak akan membekas jadi apa-apa, segera terhapus dengan kehadiran orang-orang baru dalam hidupmu yang sekarang. Aku ingin cerita sedikit tentang pertemuan pertama kita. Kamu, si Anak Baru, masuk di kelasku yang cukup bringas. Kehadiranmu seperti angin segar bagiku, kamu begitu berbeda dari yang lainnya.
Aku masih ingat betapa rambutmu yang keriting, matamu yang tajam, dan hidungmu yang mancung begitu saja menghipnotisku. Dan, aku, yang saat itu masih kelas 3 SD, memang tak melakukan banyak hal selain diam-diam menatapmu dari kejauhan. Aku sungguh tak bisa bilang bahwa perasaan itu adalah cinta. Mungkin, aku hanya suka keterbiasaan kita. Aku hanya terlalu nyaman dengan kehadiranmu di sampingku. Dengan inisiatif yang tak dibuat-buat, kamu menghampiriku yang kesusahan menghitung volume balok. Dengan gaya pemimpinmu, kamu menjelaskan cara menghitung jarak tempuh, waktu tempuh, dan jarak sebenarnya. Sungguh, matematika adalah mata pelajaran yang paling kubenci sedunia, makanya saat ini aku ambil kuliah sastra. Namun, sepertinya justru matematika-lah yang menjembatani pertemuan kita.
Sejak kelas 3 SD sampai 6 SD, kita selalu sekelas. Berlanjut di Sekolah Menengah Pertama, kita pun juga satu sekolah. Sebagai penganut pepatah witing tresno jalaran soko kulino, aku tidak lagi heran jika perkenalan kita selama tujuh tahun itu pasti menghasilkan perasaan yang bisa saja disebut cinta. Iya, aku tak yakin ini cinta, tapi apa namanya perasaan takut kehilangan meskipun tak memiliki?
Kalau kamu membaca ini, mungkin kamu tertawa kencang, tapi, ya, mana mungkin kamu akan membacanya? Aku saja tak pernah jadi yang penting di matamu. Aku terlalu aneh untuk sosok sempurna seperti kamu. Aku selalu merasa kecil di matamu, mungkin itulah sebab aku tak pernah ingin bilang bahwa aku punya perasaan. Dan, itulah yang bisa kulakukan dalam rentan tujuh tahun. Aku hanya bisa melirikmu, diam-diam mencari tahu tentangmu, dan bersembunyi dalam banyak tulisanku. Oh, iya, aku sudah mulai menulis puisi norak tentangmu sejak kelas 6 SD. Saat aku percaya, kamu sudah jadi yang pertama.
Ingat ketika waktu Natal dan Paskah tiba? Di sekolah kita, selalu ada perlombaan menghias kelas setiap menjelang waktu Natal dan Paskah. Aku selalu suka saat-saat itu, saat aku bisa melihatmu tertawa lepas, berlari-larian dengan baju berantakan dan tanpa sepatu sekolah. Saat itu, aku hanya bisa menggunting kertas lipat dan karton, sambil sesekali menatapmu. Betapa dulu aku begitu pendiam dan begitu takut untuk mendekatimu.
Waktu kelas 3 SD, selalu ada paduan suara ketika menjelang Paskah dan Natal. Aku masih ingat nama guru wanita yang berkacamata itu, guru bersuara merdu yang mengajari kita not-not angka sebagai sarana untuk menyajikan pujian terbaik untuk Tuhan. Saat itu, aku senang menatap alismu yang hampir tersambung, keseriusanmu dalam menyanyikan lagu pujian membuat aku percaya, kamu pun senang menjalin kedekatan bersama Tuhan.
Nampaknya, sudah cukup mengenang peristiwa itu. Aku pun ikut tersipu jika mengingat hal-hal bodoh yang kulakukan. Bahkan aku masih diam, ketika perpisahan SMP selesai. Bodoh, ya, cuma buat bilang “Aku suka kamu.” itu rasanya seperti memasukan diri ke dalam neraka. Sulit setengah mati. Lalu, sampai seterusnya, sampai sekarang, aku hanya berani menulis tentangmu. Mengingat betapa dulu aku dan kamu pernah begitu manis, begitu lucu, dan begitu lugu.
Umurmu sudah bertambah satu, apa yang kaudoakan pada Tuhan? Kalau aku, aku ingin Tuhan terus menjagamu dalam pelukanNya. Semoga kaumakin bersinar dengan caramu yang sederhana tapi memesona. Selamat ulang tahun untukmu, cinta pertama, tetaplah jadi yang terbaik; meskipun kamu hanya hidup dalam masa laluku.
0 comments