Untuk Livia, Dengan Penuh Cinta




Apa  hadiah ulang tahun yang paling kamu inginkan?
Sepotong hati dengan banyak cinta,kan?
Jika itu yang kau inginkan, maka akan kuberikan
***
      Aku merasa puas bukan kepalang ketika kutatap  sesosok makhluk rupawan  tertunduk lemah di hadapanku, terikat kuat  oleh tali temali yang menjeratnya begitu kuat. Sungguh tak kusangka menggiringnya menuju trauma yang menbdalam ternyata jauh lebih  mudah dari merebut permen di tangan bayi bodoh yang menjijikan, keadaannya yang menyedihkan membuatku makin menikmati kepuasan akan diri sendiri, dan memuji otak brillianku yang berharga ini.
Kupandangi wajahnya yang tanpa cela, ternyata membuatku memiliki keinginan untuk menyentuhkan jari-jariku dengan kulit lembutnya yang dingin dan lembab, karena campuran keringat dan air mata, aku tergoda untuk berlama-lama merasakan sentuhan itu, tapi aku mengingatkan diri agar tak terlalu menikmatinya, ada bagian yang jauh lebih nikmat dibanding sentuhan ini.
     Kugelengkan kepalaku berulang kali  dan berusaha bersimpati atas apa yang dialaminya saat ini, sungguh aku mencoba untuk memahami, bagaimana rasanya berada di posisi ini, tapi sejujurnya aku tak bisa melihat dari sudut pandangnya, hanya satu yang mampu dimengerti otak egoisku ini, bahkan dalam mimpi terburuknya sekalipun, dia tak pernah berpikir akan menjumpai hari setragis ini. Tapi setidaknya, malam ini aku memberikannya pelajaran yang sangat berharga: hidup terasa sangat berarti tepat pada saat seseorang begitu dekat dengan mati.
     Sekali lagi kupandangi wajah itu dengan penuh penyesalan, dan  aku mulai mengajaknya bicara, itu kulakukan hanya karena  aku tak begitu suka merasa sendiri saat aku melakukan pekerjaan seberat ini, lagipula mengajaknya bicara , berarti aku sudah bersikap ramah padanya, setidaknya buatku  itu bisa mengurangi rasa bersalah di hatiku, walau sedikit gila berbicara pada orang yang tak mungkin menjawabku, aku menutup mulutnya agar konsentrasiku tidak buyar dan aku bisa selalu merasa tenang.
Aku mulai bicara dengan suara terlembut yang mampu diucapkan lidahku “Sungguh bukan mauku untuk membuatmu merasakan kengerian mendalam seperti sekarang, tapi sejujurnya aku menikmati tatapan ketakutan itu, Sinar matamu adalah perpaduan antara permohonan tapi juga ada keputusasaan di sana, karena kamu tau takkan ada harapan untuk membuatmu bisa lepas dari cengkramanku. “ Aku menghapus peluh, yang mulai membasahi tubuhku.
“Jangan salahkan aku atas darah segar yang mengalir dari balik sayatan-sayatan yang merobek kulit coklatmu itu, tapi sejujurnya bau anyir itu membuatku merasa nyaman, seperti membaui tanah setelah hari hujan.” Kurasakan darah segar yang mengalir itu, aroma menyenangkan mulai merasukiku.
“Teriakan serakmu yang tertahan seakan memecahkan gendang telingaku tapi teriakan itu tak terdengar lama karena sekarang telah berganti menjadi sedu sedan yang menenangkan, isak tangismu membuatku ingin berdansa sepanjang malam.” Dia mulai tak bergerak, aku membaringkannya di lantai dingin berdebu, aku bahagia, karena mulai memasuki bagian ternikmat yang kusukai.
“Sekarang maafkan aku, karena sejujurnya bukan maksudku untuk menggoreskan belati di nadimu, mematahkan tulangmu, mengoyak tubuhmu, menjilati segar darahmu, memburai ususmu, ataupun  mengiris-ngiris  dagingmu, karena sebenarnya yang kubutuhkan cuma satu, sepotong hatimu, bukan untukku, tapi untuk gadis itu, Livia yang ayu, yang diam-diam mencintaimu, yang diam-diam menangis pilu ketika tau ada wanita lain di hatimu, Yah benar, Livia gadis yang itu, yang kucintai sepenuh hatiku tapi tak pernah mencintaiku.”

0 comments

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© 2011 Evo Sastra
Designed by Evo Sastra
..
Back to top