Ketakutan terbesarku adalah bila cintaku tak cukup besar untuk mamaku, bila sayangku tak cukup banyak tercurah padanya, bila aku tak diberikan kesempatan untuk melakukan pengorbanan yang sepantasnya dilakukan seorang anak, bila aku tak cukup bisa membanggakannya, tak cukup bisa membuatnya bahagia, tak cukup bisa menghadiahkannya banyak tawa, terutuklah aku bila aku sampai membuatnya menderita, kecewa dan berurai air mata.
SETAHUN LALU…
Ya ampun aku nggak menyangka ternyata ibu itu nggak lebih dari pembunuh kebahagiaan, seandainya aku bisa meminta pada Tuhan seorang ibu yang mengerti apa yang diingikann gadis 16 tahun. Halo…gadis 16 tahun suka ide tentang jatuh cinta, suka musik, fashion dan jutaan hal menyenangkan lainnya, dan ibu cerewet penuh aturan seperti sebuah mimpi buruk yang menyeramkan.
***
“Sayang banguuuun, udah siang…” Mamaku berdering setengah jam lebih cepat dari alarm-ku, dan yang pasti lebih nyaring. Aku membuka pagi dengan kekesalan luar biasa, mama baru saja merusak indahku, dia membuyarkan adegan favoritku!!!! Saat Djevan nyaris menciumku, fiuuuuh!!!
***
“Sarapan yang banyak, mama nggak mau kamu sampe pingsan di upacara, jangan lupa periksa lagi tas kamu, PR-nya udah beres? Jangan lupa bawa pulpen dobel, kamu udah belajar kan buat ulangan Matematika? nilai kamu harus bagus ya, nak!” mama mulai ngoceh tanpa henti sambil menyiapkan sarapan “susunya di habisin, makan itu nggak boleh nyisa, di luaran sana masih ada orang-orang yang kelaparan” mata mama pasti mengawasi dengan seksama saat aku mengunyah sarapanku “ya ampun makannya jangan buru-buru gitu! Nanti keselek!” fiuh aku nggak bakal keselek yang ada kupingku mulai memanas dengerin ocehan mama yang kayak radio rusak lagi muter lagu Rap. Jika sudah kayak gini, selagi mama lengah, aku melarikan diri, beranjak pergi dari meja makan, melupakan bekal susu dan roti bakar, melupakan pamit, cium tangan dan salam.
***
“Kok kamu pulang telat? Mama nunggu kamu dari tadi, Mama khawatir kamu kenapa-napa Kamu darimana aja? Bubaran sekolah nggak mungkin sesore ini” mama mulai memberondongku dengan banyak pertanyaan, tiap hari selalu begini…aku benci ditunggu di depan pintu seperti ini! aku nggak pernah meminta mama untuk menunggu aku nggak pernah meminta mama untuk khawatir, ya ampun, ini masih jam enam kurang, hari juga belom gelap!lebay!
“Ada les ma…” aku berbohong
“tadi yang nganterin siapa?” tanyanya…mau tauuuuuuuuu ajjjjaaaaaaa.
“Temen” jawabku singkat, dan masuk kamar, membanting pintu tepat di mukanya, sebelum jutaan pertanyaan nyebelin lainnya terlontar dari bibir cerewetnya.
***
“Sayang… volume musiknya tolong dikecilin, mama pusing dengerin lagu berisik kayak gitu!” Teriak mama dari balik pintu kamarku.
“Ma, aku juga pusing dengerin omelan mama yang berisik” teriakku dalam hati, dan dengan dongkol mematikan lagu Single Ladies-nya Beyonce , penyanyi kesayanganku.
***
“Kamu nggak boleh keluar dengan dandanan kayak gini! Mama nggak suka ! ganti sekarang!” mama memelototi penampilanku yang kunilai sempurna, tube dress warna peach yang cantik, ya ampun mama nggak tau sih aku menyisihkan uang jajan untuk membeli gaun ini dan dengan gampangnya nyuruh aku mengganti, harusnya mama baca majalah Seventeen! Norak!
“Ma, aku ke prom! Bukannya pengajian!” sahutku marah sambil memelototinya, aku menunjukkan muka menantang yang dibencinya.
“Sayang…” mama menatapku sedih, aku sempat melihat matanya berkaca-kaca. Kupalingkan wajahku, ya Tuhan, aku benci pandangan yang membuatku merasa bersalah seperti sekarang ini.
“I’m not a little girl anymore, mom!” teriakku keras.
Mama meraih tanganku mencoba menghentikan langkahku, kutepis tangannya dan berlari menuju gerbang, suara klakson mobil Djevan yang sudah tak sabaran memanggilku.
HARI INI…
Andaikan waktu dapat kembali, aku ingin lagi dibangunkan oleh dering nyaring mama, bukannya dering yang bahkan dua kali lebih nyaring, tangisan bayiku, di sampingku Djevan tertidur pulas, aroma rokok dan alkohol tercium dari tubuhnya membuat otakku melayang pada kebencian, aku tak menyangka hidupku akan semengerikan ini. Hidupku bahkan lebih horror dari mimpi buruk manapun. Dan di saat seperti inilah aku merindukan mamaku, merindukan pelukan hangatnya, merindukan nasehat bijaknya, merindukan saat aku masih menjadi gadis kecilnya.
Selamat Hari Ibu
XOXO
0 comments