Dari Menulis Status Hingga Menulis Buku
Menulis itu gampang. Bahkan benar-benar gampang. Begitu kata Arswendo Atmowiloto. Kalau Hernowo mengatakan bahwa menulis ibaratnya ngomong. Tentunya, ada yang menyetujui kedua pendapat tersebut dan ada yang tidak. Kalau mengarang atau asal menulis mungkin gampang. Tapi untuk menulis hal yang serius tentu membutuhkan riset maupun kemampuan khusus. Dan itu bukanlah hal yang gampang.Dengan perkembangan teknologi informatika yang begitu pesat, praktek menulis terasa lebih mudah. Tinggal membuka browser, surfing sana-sini, dibaca, dihubung-hubungkan, kemudian jari-jari tangan menari-nari di atas keyboard. Klik sana dan sini, akhirnya dihasilkan tulisan yang dimuat di blognya. Atau mungkin membaca artikel di berbagai blog/website, kemudian menemukan tulisan yang menarik. Kemudian di copy dan paste-kan di wall kita. Jadilah status baru di facebook.
Wow. Tidak semudah itu!
Bagaimana caranya menuliskan sebuah artikel atau bahkan buku? Tentu butuh waktu yang lama. Berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun atau bahkan seumur hidup tidak mampu menyelesaikannya. Pengalaman saya , dengan bermodalkan selancar di internet ditambah dengan sedikit kemampuan menerjemah, banyak tugas-tugas kepenulisan yang dapat diselesaikan dalam waktu yang cepat. Misalnya, ada tenggat waktu satu minggu untuk menulis, selama 3 - 4 hari digunakan untuk mencari bahan-bahan sambil melakukan brainstorming. Baru pada 1 - 2 sebelum deadline mulai menulis. Hal ini berlaku dalam penulisan buku maupun artikel yang panjang. Sekitar dua pertiga waktu digunakan untuk membiarkan segala ide tertampung.
Menulis sebagai salah satu ketrampilan membaca mempunyai ciri khas yang berbeda. Berbeda dengan ketrampilan berbicara, yang isi suatu pembicaraan bisa dibantu dengan bahasa tubuh, seperti mimik muka maupun gerakan tangan. Dalam menulis, selain membutuhkan ketrampilan untuk menyampaikan inti masalah dengan tepat, juga dibutuhkan teknik penulisan yang menyesuaikan kaidah yang benar. Tidak lucu rasanya menuliskan “implikasi”, padahal yang dimaksud adalah “implementasi”. Dalam berbicara langsung, kesalahan dalam pembicaraan bisa langsung diralat ataupun langsung diingatkan oleh lawan bicaranya.
Pada jaman sekarang, saya merasakan untuk menghasilkan tulisan yang bisa dibaca banyak orang menjadi hal yang lebih mudah. Bermula dari membuat blog, kemudian menuliskan berbagai hal yang berkaitan dengan pekerjaan. Dengan menggunakan nama diri, yaitu http://arsyadriyadi.blogspot.com, saya mencoba menuliskan tentang materi pelajaran diampu. Kemudian terus berkembang, untuk mengasah kemampuan berbahasa, saya juga menulis sebuah blog bahasa di http://arsyad-riyadi.blogspot.com. Melalui blog bahasa ini, saya melatih ketrampilan menulis naskah fiksi sekaligus belajar bahasa dan sastra Indonesia. Dari situlah saya mengenal dengan lebih dekat dengan puisi karya Chairil Anwar, bahkan sampai puisi esai Denny J.A, yang berjudul “Atas Nama Cinta”. Prinsipnya belajar sambil menuliskan di blog maupun sekedar menulis status di facebook.
Perkenalan dengan para pegiat sastra di Penamas (Para Penulis Muda Banyumas), semakin membuatku lebih termotivasi belajar bahasa melalui pembuatan antologi cerpen yang ditulis secara keroyokan. Pada akhir tahun 2011, terbit secara indie antologi cerpen pertama yang berjudul “Balada Seorang Lengger”. Pada tahun ini, awal bulan September 2012 terbit antologi kedua yang berjudul “Cindaga”. Salah satu yang menarik dari kedua antologi cerpen tersebut berada pada proses pembuatannya. Dengan melalui diskusi secara online di grup facebook, dengan para penulisnya melakukan posting cerpen di grup tersebut kemudian dikritisi oleh anggota yang lain. Dan uniknya, para anggota grup tersebut secara dunia nyata, belum tentu saling mengenal. Tetapi dengan bermodal kepercayaan, antologi tersebut berhasil dibuat.
Di sisi lain, dengan berani menulis cerpen untuk diterbitkan maka secara otomatis kemampuan berbahasa semakin meningkat. Proses pembelajaran berbahasa harus berjalan tersebut. Di samping untuk meningkatkan kualitas karya-karya selanjutnya, juga ada tanggung jawab untuk menuliskan sebuah karya yang memenuhi kaidah-kaidah penulisan. Tidak tanggung-tanggung, dalam acara launching kedua antologi tersebut mengundang para pegiat sastra di sekitar Banyumas, termasuk wartawan media cetak. Berbagai kritikan dan masukan dari para peserta termasuk pembedah kedua antologi tersebut, menjadi bekal agar dapat menghasilkan karya yang lebih bagus lagi.
Itulah salah satu aspek ketrampilan bahasa yang mampu menyatukan orang-orang yang berada pada posisi yang berbeda-beda dengan pemikiran-pemikiran yang beragam juga. Bukan sekedar celotehan status yang hilang begitu saja. Tetapi tulisan-tulisan yang dihasilkan bisa dibuka kembali baik melalui media blog bahkan sampai sebuah buku. Tetap semangat untuk menulis!
Sumber :
Dari penulis yang sama dan dengan judul yang sama. Sebelumnya dimuat di http://bahasa.kompasiana.com/2012/09/25/dari-menulis-status-hingga-menulis-buku/
0 comments