Entah sudah bulan keberapa, aku menyukaimu dan mencintai tulisanmu. Sungguh, aku menggilai karya-karyamu. Aku selalu suka caramu merangkai kata-kata menjadi barisan paragraf sempurna yang mengajakku terus-menerus membacanya hingga bagian akhir.
Kamu tentu akrab dengan kata cinta. Cinta bisa datang darimana saja, bahkan dari barisan paragraf tak bergerak tak bernapas bernama tulisanmu. Aku... salahkah aku jika jatuh cinta hanya karena tulisanmu? Aku ingin menyelam dalam pikiranmu, mengatahui setiap isi impulsnya. Aku tak pernah tahu, bahwa ternyata tulisan dapat membuatku jatuh cinta. Bagaimana mungkin kaubisa membuatku begitu terjatuh tanpa kamu pernah menolongku untuk bangun?
Diam-diam, kubiarkan jejak-jejakmu meramaikan otakku. Kamu mengelilingi otakku, menyisakan jejak-jejak rindu dalam setiap rotasinya. Aku tak kunjung menemukanmu. Siapa dirimu yang berani mengacaukan isi otak dan hatiku? Dan kamu menguasai setiap malamku dengan tulisanmu. Kamu mengendalikan perasaanku melalui tulisanmu. Kamu membiarkanku selalu mereka-reka wujudmu dalam dunia nyata, bukan dalam sebuah buku terbuka dan tulisan yang mengajakku berbicara. Aku ingin mengetahuimu secara nyata, aku ingin mendengar suaramu, sungguh.
Dalam tulisanmu, aku mempersepsikan bahwa kamu senang menunggu. Oke, maafkan ke-sotoy-an yang kuperlihatkan padamu. Betapa beruntungnya wanita yang kautunggu itu. Betapa beruntungnya wanita yang membuatmu tertawa dalam hujan dan menangis dalam senja yang sebenarnya kau suka kehadirannya. Seandainya wanita itu aku, aku tidak akan membiarkanmu menunggu. Aku tidak akan membiarkanmu menangis sendiri dan tertawa tanpa ada tempat berbagi. Aku tidak akan membuatmu menciptakan damba semu pada cinta yang selalu kaujaga. Lihat? Anak seumuranku berbicara tentang cinta? Sungguh lucu dan tak masuk akal.
Diam-diam, kubiarkan jejak-jejakmu meramaikan otakku. Kamu mengelilingi otakku, menyisakan jejak-jejak rindu dalam setiap rotasinya. Aku tak kunjung menemukanmu. Siapa dirimu yang berani mengacaukan isi otak dan hatiku? Dan kamu menguasai setiap malamku dengan tulisanmu. Kamu mengendalikan perasaanku melalui tulisanmu. Kamu membiarkanku selalu mereka-reka wujudmu dalam dunia nyata, bukan dalam sebuah buku terbuka dan tulisan yang mengajakku berbicara. Aku ingin mengetahuimu secara nyata, aku ingin mendengar suaramu, sungguh.
Dalam tulisanmu, aku mempersepsikan bahwa kamu senang menunggu. Oke, maafkan ke-sotoy-an yang kuperlihatkan padamu. Betapa beruntungnya wanita yang kautunggu itu. Betapa beruntungnya wanita yang membuatmu tertawa dalam hujan dan menangis dalam senja yang sebenarnya kau suka kehadirannya. Seandainya wanita itu aku, aku tidak akan membiarkanmu menunggu. Aku tidak akan membiarkanmu menangis sendiri dan tertawa tanpa ada tempat berbagi. Aku tidak akan membuatmu menciptakan damba semu pada cinta yang selalu kaujaga. Lihat? Anak seumuranku berbicara tentang cinta? Sungguh lucu dan tak masuk akal.
Kita bahkan tak pernah saling tahu dan bertemu, bayangmu begitu saja mengendap-endap dalam kenyataanku, mengisi kehidupan nyataku. Ada bermacam-macam kamu dalam otakku, ada berbagai bentuk kamu dalam impuls otakku.
Mencintaimu? Tidak pernah cukup dengan hanya menggenggam buku hasil karyamu. Mencintaimu? Tidak pernah cukup dengan hanya membaca tulisanmu. Masuki dunia nyataku, lihatlah isi hatiku, ada kamu yang mengisi ruang-ruang kosong di dalamnya.
Kita harus bertemu.
Kita harus bertemu.
Dari pengagummu
Yang sudah tidak terlalu nyaman
dalam kebisuannya
0 comments